SURABAYA | duta.co – Para kiai khos ‘pembedah masalah umat’ atau Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), Kamis (19/3/2020) membahas masalah penting. Apakah seluruh masjid di Indonesia harus tutup gegara virus corona? Apakah salat jamaah dan salat jumat juga harus ditiadakan gegara corona?

Sementara, faktanya, warga negara yang terjangkit virus corona atau Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Jumlahnya cenderung meningkat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengimbau, agar membatasi kerumuman massal sebagaimana saran pemerintah. Tidak sedikit pula masjid yang meniadakan salat jamaah dan salat jumat.

Pertanyaannya: Bagaimana melaksanakan ritual peribadatan massal itu dalam konteks darurat Corona sekarang ini? Di satu sisi, sebagai orang Islam, kita wajib melaksanakan salat Jumat (hifzh al-din), sementara di sisi yang lain, harus menjaga diri kita (hifzh Al-Nafs) dari kemungkinan tertular virus corona?  Haruslah seluruh masjid ditutup?  Inilah pertanyaan serius yang dibahas para kiai NU.

Halaman 1 dan 2
Jangan Membahayakan Orang Lain

Hasilnya? Pertama, “Orang-orang yang sudah tahu bahwa dirinya positif mengidap virus Corona, maka virus Corona bukan hanya uzur (alasan) yang membolehkan yang bersangkutan meninggalkan salat Jumat, melainkan juga menjadi larangan baginya untuk menghadiri salat Jumat,” demikian pandangan LMB PBNU yang diteken KH M Nadjib Hassan (Ketua) dan Sarmidi Husna MA (Sekretaris) sebagaimana yang beredar di media sosial, Jumat (20/3/2020).

Dalam konteks itu, lanjutnya, berlaku hadits “la dharara wa la dhirar” (tidak boleh melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain). Akan tetapi apabila dia tetap ikut melaksanakan salat jumat atau jamaah di masjid, maka, salatnya tetap sah.

Mengapa? “ Karena meskipun dia dilarang, namun larangannya tidak kembali kepada sesuatu yang dilarang yaitu salat, melainkan karena faktor eksternal, yaitu menimbulkan bahaya kepada orang lain,” lanjut pandangan tersebut yang pembahasannya melibatkan 10 kiai khos, yakni KH Afifuddin Muhajir, KH Ahmad Ishomuddin, KH Miftah Faqih, KH Abdul Moqsith Ghazali, KH Mahbub Maafi Ramdlan, KH Najib Hasan, KH Sarmidi Husna, KH Azizi Hasbullah, KH Darul Azka dan KH Asnawi Ridwan.

Dalam hal ini, para kiai memiliki rujukan yang bisa dipakai pegangan. “Dalam kasus ini, pengidap virus Corona juga bisa dianalogikan dengan penyandang judzam dan barash yang dilarang mengikuti salat Jumat. Mereka harus diisolasi dari manusia lain,” tegasnya.

“Al-Qadli ‘Iyadl telah menukil pendapat dari para ulama yang menyatakan bahwa orang yang terkena penyakit lepra dan kusta dilarang ke masjid, shalat jumat, dan berbaur dengan orang lain”.  Demikian para kiai mengutip Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarhu Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, h. 215.

Halaman 3 dan 4

Kedua, jika umat Islam tinggal di daerah zona merah virus corona, maka umat Islam dianjurkan melaksanakan salat zuhur di rumah masing-masing dan tak memaksakan menyelenggarakan salat Jumat di Masjid. Sebab, di zona merah, penularan virus Corona, meski belum sampai pada tingkat yakin, tapi sekurang-kurangnya sampai pada dugaan kuat atau potensial yang mendekati aktual. Di sini penularan virus corona tidak hanya berstatus sebagai uzur, tetapi menjadikan larangan untuk menghadiri salat Jumat.

“Artinya, masyarakat muslim yang ada di zona merah bukan hanya tidak diwajibkan salat Jumat/tidak dianjurkan salat jamaah dalam jumlah besar, melainkan justru mereka tak boleh melakukan dua aktivitas tersebut. Sebagai gantinya (jumatan), mereka melaksanakan salat zuhur jamaah di kediaman masing-masing,” tulisnya.

“Tambahan pula, menghadiri atau menyelenggarakan salat Jumat di zona merah, sama halnya dengan melakukan tindakan yang membahayakan diri sendiri. Ini masuk dalam keumuman firman Allah yang artinya: Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesunguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa: 29),” jelas pandangan tersebut.

Ketiga, bagi umat Islam yang berada di zona kuning virus Corona, dan penularan virus corona masih dalam batas potensial-antisipatif, maka, virus Corona tidak menjadi larangan melainkan hanya menjadi uzur salat berjamaah dan salat Jumat.

Artinya, virus Corona menjadi alasan bagi masyarakat muslim di zona kuning itu untuk tidak melaksanakan salat Jumat dan salat berjamaah dan tidak sampai menjadi larangan bolehnya mereka melakukan dua aktivitas tersebut.

Halaman terakhir
Apakah Pemerintah Siap Mapping Wilayah

Sebab, menurut para fuqaha, salah satu yang bisa dijadikan alasan (uzur) untuk tidak melaksanaan salat jumat dan jamaah di masjid adalah adanya kekhawatiran (khauf) yang meliputi tiga hal yaitu kekhawatiran akan keselamatan jiwa, tercederainya kehormatan, dan kekhawatiran akan hilangnya harta benda.

“Memperhatikan demikian berbahayanya virus corona ini, maka umat Islam yang berada di zona kuning pun tetap dianjurkan mengambil dispensasi (rukhshoh) dalam syariat Islam, yaitu memilih melaksanakan salat zuhur di rumah masing-masing daripada salat Jumat di Masjid.”

Ditegaskan pula, bahwa, setiap orang boleh memiliki keyakinan sendiri, dan tak percaya pada arahan para ahli kesehatan, tetapi sebagai warga negara terikat dengan apa yang diputuskan ulil amri.

Tetapi, mengutip pendapat Syaikh Nawawi:  “Ketika seorang pemimpin pemerintahan memerintah perkara wajib, maka, kewajiban itu makin kuat. Bila memerintahkan perkara sunnah, maka, menjadi wajib, dan bila memerintahkan perkara mubah, maka bila di dalamnya terdapat kemaslahatan publik, maka wajib dipatuhi seperti larangan merokok. Berbeda bila ia memerintahkan perkara haram, makruh atau perkara mubah yang tidak mengandung kemaslahatan publik, maka tidak wajib dipatuhi. (Syaikh Nawawi Banten, Nihayah az-Zain, Bairut-Dar al-Fikr, tt, h. 112).

Problem berikutnya: Apakah pemerintah kita sudah siap dengan pembagian zona? Mana daerah yang hijau? Mana zona kuning? Dan mana zona merah? Sementara pemerintah sendiri cenderung menutup informasi publik terhadap ‘jaringan’ virus ini.

“Itulah problemnya. Pemerintah sendiri belum mampu membuat peta, mapping wilayah, mana daerah aman dan tidak aman? Ini yang membuat umat atau publik panik. Kalau semua daerah jelas, umat Islam juga mudah mengambil keputusan,” demikian tulis Kiai Hamim, sesepuh NU Jawa Timur yang dipantau duta.co. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry