Tampak bangunan kios yang menempati jalur hijau di Jalan Utan Jati, Kalideres, Jakarta Barat. Bangunan yang diakui para pedagang sebagai lokasi sementara ini ternyata belum mempunyai izin. (duta.co/badar)

JAKARTA | duta.co – Sebanyak 30 bangunan kios pedagang yang masing-masing berukuran 3×3 meter dibangun menempati jalur hijau di Jalan Utan Jati, Kalideres, Jakarta Barat. Bangunan yang diakui para pedagang sebagai lokasi sementara (loksem) ternyata tak mempunyai izin.

Pantauan duta.co, keberadaan lapak pada jalur hijau tersebut ada di sisi sebelah kanan dari arah Utan Jati menuju Jalan Peta Barat. Tepat di belakang lapak itu, berbatasan langsung dengan saluran penghubung. Sebagian lapak diisi oleh bunga hias dan dibangun dengan besi stainless.

Menurut Agus (31) salah satu pedagang mengatakan, sudah satu bulan mereka menempati lapak itu, Mereka mengaku telah mendapat izin pihak Kelurahan, Kecamatan hingga Wali Kota.

“Bulan ini kabarnya mau diresmikan. Kami sudah isi formulirnya dan sudah dikirim ke Kelurahan, Kecamatan sampai Wali Kota,” kata Agus.

Awalnya, kata Agus, pedagang yang menempati lapak tersebut merupakan pedagang liar yang hampir tiga tahun ada di situ. Lapak itu kemudian dibongkar pihak Wali Kota Jakarta Barat lantaran terletak di jalur hijau.

“Dulu lapak semi permanen dibongkar pada Bulan Agustus 2016 setelah lebaran, alasannya jalur hijau. Tapi sekarang ini, dibangun lagi dan baru berjalan satu bulan,” imbuhnya.

Ia mengaku, 30 pedagang yang ada di lapak itu merupakan loksem binaan Suku Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP). Selain telah mengajukan izin, Agus mengatakan, para pedagang juga telah membayar masing-masing Rp 6 juta untuk mendirikan bangunan kios itu.

Sementara, Kasudin KUMKMP Jakarta Barat, Nuraini Sylviana membantahnya. Ia menegaskan belum mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan loksem di tempat tersebut.

“Kami belum keluarkan SK, karena baru sebatas pengajuan saja. Kami juga belum cek lokasinya apakah sesuai ketentuan atau tidak,” kata Sylvi melalui telepon selulernya.

Dalam menentukan lokasi, kata Sylvi, harus dilakukan pengecekan lokasi sesuai standar pembangunannya. “Tidak masalah di jalur hijau. Cuma harus dilihat kajiannya. Lalu harus standar CSR (Corporate Social Responsibility) karena mereka yang akan bangun loksem,” imbuhnya.

Ia pun mempertanyakan ihwal uang Rp 6 juta yang dikeluarkan para pedagang. Sylvi menegaskan, dalam pembangunan loksem pedagang tidak sama sekali mengeluarkan biaya. Para pedagang hanya membayar retribusi Rp 3 ribu per hari melalui sistem autodebet Bank DKI.

“Itu pedagang kenapa belum ada SK sudah menempati. Lalu kenapa pedagang bayar pembangunan, semua ditanggung CSR, mereka (pedagang) hanya retribusi saja,” ujarnya.

Sedangkan Camat Kalideres, Supriyadi menegaskan bahwa loksem itu belum dikeluarkan SK sebagai binaan Sudin UMKMP. Ihwal biaya Rp 6 juta untuk pembangunan fisik loksem. Dia mengaku tidak mengetahuinya.

“Itu memang diusulkan untuk jadi loksem dan belum keluar SK. Ya tinggal diresmikan aja kan nanti,” ujar Supriyadi. (dar)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry