“Program Sertifikasi tersebut berharga mahal karena tugas-tugas mereka berdampak finansial yang lumayan besar.”

Oleh: Dr H Syarif Thayib, S.Ag. M.SI.

SESEORANG disebut Profesional karena memiliki kepandaian khusus untuk menjalankan tugasnya. Selain itu, profesional diartikan juga sebagai orang yang terlibat atau memenuhi kualifikasi dalam suatu profesi. Demikian penjelasan tentang definisi Profesional menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Status Profesional seseorang biasanya ditandai dengan kepemilikan Sertifikat Profesi. Seperti petugas haji yang kemarin mendampingi jemaah haji 2023 di setiap kloter adalah mereka yang telah mengambil program sertifikasi manasik haji, dan dinyatakan lulus sebagai Pembimbing Haji profesional.

Bidang keagamaan lain yang harus diisi oleh para Profesional antara lain adalah Nazhir (penghimpun – pengelola Wakaf), juga Pengawas Syariah pada jasa keuangan Syariah dll. Bahkan di setiap masjid besar sebentar lagi diberlakukan ketentuan imam dan khatibnya sudah lulus sertifikasi imam dan khatib.

Untuk itu, Sertifikasi di bidang keagamaan pun saat ini sudah menjadi industri. Sertifikasi petugas haji misalnya, peserta harus membayar 6,5 juta untuk 3 sampai dengan 5 hari pelatihannya non stop. Sedangkan Sertifikasi Pengawas Syariah, Nazhir Wakaf dan lain-lain rata-rata 3,5 juta. Itupun belum tentu lulus dapat Sertifikat. Masih ada uji kompetensi setelah pelatihan.

Program Sertifikasi tersebut berharga mahal karena tugas-tugas mereka berdampak finansial yang lumayan besar. Satu Petugas Haji misalnya, Kemenag RI harus menganggarkan sebesar 200-an juta all in per-petugas haji. Pembiayaan itu sudah meliputi pembiayaan proses rekrutmen, pelaksanaan seleksi, pembekalan/pelatihan, check up kesehatan, ONH gratis, uang saku petugas dll.

Sedangkan Pengawas Syariah pada lembaga keuangan syariah dan lain-lain bisyarohnya (gaji pokok) di kisaran 10 sampai dengan 20 juta, atau lebih. Bergantung besar-kecilnya omset.

Pertanyaannya adalah: siapakah yang berhak menyelenggarakan program Sertifikasi dan/ atau uji kompetensi pada setiap profesi, khususnya pada profesi bidang keagamaan di atas? Dan apa saja persyaratannya?

PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) seperti IAIN (Institut Agama Islam Negeri, UIN (Universitas Islam Negeri), STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri), dan Perguruan Tinggi Islam Swasta bisa menjadi penyelenggara program Sertifikasi dan/ atau uji kompetensi pada setiap profesi, apalagi pada profesi bidang keagamaan. Syaratnya adalah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi dari BNSP.

BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja.

Jumlah Komisioner BNSP ada 7 orang. Dua diantaranya adalah dari ASN (Aparatur Sipil Negara) Kemenaker RI, sedangkan sisanya dari profesional independen (non ASN). Kedudukan mereka setara dengan eselon satu.

Kebetulan pada acara Rapat Kerja Nasional Instruktur BLKK/ Balai Latihan Kerja Komunitas di Hotel Vasa Surabaya (14/8/2023) saya dapat pencerahan informasi tentang BNSP dari teman-teman di Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia (Kemenaker RI) dan kandidat Komisioner BNSP. Konon 14 September 2023 nanti akan diumumkan Komisioner baru BNSP untuk menduduki jabatan 5 tahunan.

Saya beruntung mendapat tugas memimpin doa pembukaan pada acara tersebut yang diselenggarakan oleh Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan Kemenaker RI. Mereka meminta saya yang mimpin Doa karena status saya yang lulusan IAIN, merangkap tenaga pelatih soft skill “Wawasan Kebangsaan” tingkat nasional.

Status pelatih (baca: profesional) soft skill saya peroleh setelah mengikuti TOT/ training of trainer di Jakarta bersama 27 peserta lain dari perwakilan seluruh BBPVP (Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas) se-Indonesia di lingkup Kemenaker RI.

Sebagai orang kampus, saya sangat bangga bahwa ternyata sudah ada tiga PTKIN yang memiliki LSP dan sudah mendapat legalitas sempurna LSP P1 dari BNSP, yaitu UIN Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta, UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, dan UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri (UIN SAIZU) Purwokerto.

LSP P1 artinya kampus tersebut sudah berhak menggelar Uji Kompetensi secara mandiri terhadap mahasiswanya agar kualitas keahlian mereka sesuai Prodi (program studi) lebih terjamin, sehingga terkoneksi secara lebih baik dengan kebutuhan pasar kerja.

LSP UIN SUKA sebagai PTKIN pertama mengawali dengan 13 Skema sertifikasi kompetensi, yaitu Skema HRD, Skema Trainer, Skema Perencanaan dan pengendalian produksi, Skema Fasilitator Pendamping Masyarakat, Skema programmer, Skema Strategic Planer, Skema UMKM, Skema PR, Skema Junior Web Programer, Skema Pengendalian kualitas, Skema Asisten Produser Program TV, Skema Account Officer Credit Analysis, Skema Head of Bank Operation.

Sedangkan LSP UINSA memiliki 9 Skema, yaitu Skema Pengelolaan Perasuransian, Skema Programmer, Skema Penyelaman Ilmiah Biologi Laut, Skema Surveyor Oseanografi, Skema Penyelaman Ilmiah Biologi Laut, Skema Inventarisasi Satwa Liar, Skema Analisis Keamanan Pangan, Skema Software Engineer, Skema Operator Komputer Muda, dan Skema Penanggung Jawab Operasional Pengolahan Air Limbah.

LSP terbaru adalah milik UIN SAIZU dengan 4 Skema, yaitu Skema Okupasi Funding Sales Representative, Skema Klaster Pengembangan Sikap dan Prilaku terhadap Orang Lain, Skema Pendamping Profesional, dan Skema Klaster Pelaksanaan Pendaftaran Cagar Budaya.

Dengan kepastian kompetensi lulusan yang dilakukan melalui sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional yang dilakukan oleh LSP lisensi BNSP, khususnya pada 3 (tiga) UIN di atas, maka keberterimaan lulusannya di dunia industri maupun profesi dan pengembangan ekonomi lebih mendapatkan tempat yang sesuai.

Sekali lagi, skema sertifikasi kompetensi lain yang relevan dan dapat digunakan di lingkungan PTKI adalah kualifikasi okupasi pada bidang Keuangan Syariah, Pengelolaan Zakat, Pengelolaan wakaf, Auditor Halal dan lain-lain, termasuk juga pada Prodi yang umum semisal bidang IT, komunikasi, dan lainnya.

Pada gilirannya, kampus yang memiliki LSP paling dinamis bakal lebih mudah meraih kategori Akreditasi Unggul, karena salah satu penilaian dalam Akreditasi adalah seberapa banyak mahasiswanya yang memiliki sertifikasi kompetensi keahlian.

Selain itu, keberadaan LSP di kampus bisa menjadi pundi-pundi income yang lumayan. Hitung saja misalnya satu uji kompetensi oleh LSP rata-rata berbiaya 250ribu per-orang, kalikan dengan jumlah mahasiswa internal dan mahasiswa luar yang punya kerjasama dalam program MBKM (Merdeka Belajar – Kampus Merdeka).

Akhirnya, saya hanya ingin menguatkan kembali mahasiswa PTKI yang hari ini memulai kuliahnya untuk tahun akademik baru 2023-2024 agar lebih optimis menghadapi persaingan global. Keberadaan LSP di kampus merupakan bentuk ikhtiar baru memantaskan Anda untuk mengisi jabatan strategis di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Bahkan beberapa jabatan bergengsi di BUMN atau BUMD Anda tinggal melanjutkan estafet kepemimpinan Komisaris maupun Direksi yang sebagian sudah diisi oleh senior-senior Anda, alumni PTKI yang dalam banyak hal dinilai lebih profesional dari lulusan kampus-kampus umum, semoga.

Dr H Syarif Thayib, S.Ag. M.SI. adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry