Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan tahun 2009-2014 dan Direktur Jenderal Pajak periode 2001 hingga 2006, Hadi Poernomo saat menjadi pembicara seminar pajak di Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga, Senin (6/11). DUTA/endang

SURABAYA |duta.co – Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) diharapkan akan segera disyahkan menjadi undang-undang. Dengan diundangkannya KUP ini diharapkan penerimaan pajak negara akan meningkat dibanding sebelumnya.

Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan tahun 2009-2014 Hadi Poernomo mengatakan reformasi perpajakan bukan lagi mejadi hal yang bisa ditawar-tawar.  Sudah waktunya pajak menjadi lembaga di bawah Presiden langsung agar kewenangan yang diberikan menjadi semakin luas. Sebab selama ini, kewenangan yang diberikan tidak sebanding dengan kewajiban yang harus diemban. Dampak selanjutnya, penerimaan pajak sejak tahun 2009 tidak pernah mencapai target.

“Tanggung jawab dan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak atau DJP tidak sebanding dengan kewenangan yang dimiliki.  Ada 11 UU yang diemban  oleh Dirjen Pajak, sementara kewenangan yang diberikan sangat kecil, ibaratnya tiga berbanding sembilan. Inilah  salah satu faktor yang menyebabkan pendapatan pajak tidak pernah mencapai target. Untuk itu perlu adanya  perubahan yang sangat mendasar dari sisi kelembagaan agar kewenangannya menjadi lebih besar,” ujar Hadi Poernomo dalam Seminar bertajuk “Reformasi Perpajakan Pasca Tax Amnesty untuk Memperkuat Sistem Perpajakan di Indonesia Menuju Kemandirian  Bangsa di Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (6/11).

Lebih lanjut  ia mengatakan bahwa  di saat pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukan trend positif, di saat itu pula gap antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak menjadi bertambah lebar. Penerimaan pajak tidak mencapai target lebih dari satu dasawarsa terakhir dan tax ratio stagnan cenderung turun sehingga dapat dikatakan penerimaan pajak Indonesia saat ini jauh dari kata memuaskan. “Padahal pajak memikul beban penerimaan  hampir 85% dari target penerimaan negara tahun 2018,” tegasnya.

Tidak tercapainya target pajak ini diamini oleh Direjen Pajak Ken Dwijugiasteadi. Menurut pengakuannya, realisasi pendapatan pajak sejak 2009 selalu dibawah target. Pada tahun ini, dari Januari hingga September 2017, pendapatan pajak masih diangka Rp 770 triliun atau hanya sekitar 60 persen dari target pendapatan pajak tahun ini sebesar Rp 1.283 triliun.

“Dalam dua  tahun terakhir, pendapatan pajak hanya bisa mnecapai 81- persen hingga 83 persen. Padahal 70 persen penerimaan negara bergantung pajak. Salah satu cara untuk memdongkrak pendapatan pajak adalah dengan Tax Amnesti. Dan dampak lanjutan yang kami harapkan dari Tax Amnesti adalah peningkatan kesadaran, kepatuhan dan naiknya tax rasio Indonesia,” ujar Ken.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan Panja RUU KUP DPR RI telah dimulai sejak enam bulan yang lalu. Hearing atau dengar pendapat juga telah dilakukan melalui dua strategi. Pertama dengan mengundang beberapa pihak yang terkait ke Komisi XI. Strategi kedua dengan melakukan roadshow ke berbagai Universitas. Yang sudah datang dan memberikan masukan diantaranya adalah perwakilan dari Hipmi, Kadin, LSM, pengamat dan juga ekonom. Selain itu, DPR juga membuka diri kepada semua pihak yang ingin memberikan masukan.

“Target kami pertengahan tahun depan sudah selesai dan bisa diberlakukan. Metode yang kami gunakan ini seperti pembahasan Perpu, digenjot dengan konsinyering supaya cepat selesai, karena kalau normal sesuai dengan jadual agak lama. Karena ini cukup mendesak, maka kita berupaya mempercepat pembahasannya,” tegas Eva Sundari.

“Intinya, revolusi menyeluruh di bidang perpajakan harus dilakukan. Kalau dengan revolusi ini masyarakat merasa nyaman membayar pajak, ada saling kepercayaan,  transparansi dan keterbuka informasi, maka saya yakin pendapatan pajak kita akan tumbuh dengan  baik,” pungkas Anggota DPR RI Komisi XI DPR RI M Sarmuji. end

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry