KHOTBAH JUMAT

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah. Beliau bersabda: “Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara): sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”

Hadis di atas menjelaskan, bahwa ketika seseorang telah meninggal dunia, maka semua amalnya telah putus. Dalam arti ia tidak bisa lagi menambah perolehan pahalanya yang ia usahakan sendiri karena terhalang oleh kematiannya.

Oleh sebagian orang, hadis ini dipahami sebagai larangan untuk melakukan suatu amal untuk menambah pahala bagi seseorang yang telah meninggal dunia. Padahal hadis ini sebenarnya tidak dimaksudkan seperti itu, tetapi lebih untuk memberi peringatan atau dorongan kepada kita semua yang masih hidup, agar dapat memanfaatkan waktu hidup ini dengan sebaik mungkin untuk beribadah kepada Allah SWT, karena hidup di dunia hanya sekali dan tak pernah terulang kembali.

Hadis ini juga memiliki kaitan dengan hadis Nabi yang lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Rebutlah masa hidupmu sebelum datangnya saat kematianmu.”

Hadis ini menekankan agar kita selalu dapat memanfaatkan hidup ini dengan sebaik-baiknya, untuk melakukan amal kebaikan sebanyak-banyaknya sebelum ajal tiba.

Karenanya, semasa hidup marilah kita tingkatkan amal yang bersinggungan dengan tiga perkara, sehingga amalan itu terus mengalir meski ajal telah menjemput.

Pertama, sadaqah jariyah. Suatu amal yang disebut sadaqah jariyah pahalanya akan terus mengalir meskipun pelakunya sudah meninggal dunia. Ini bisa terjadi jika kemanfaatan atau dampak positif dari amal itu masih terus berlangsung, hingga saat-saat berikutnya setelah yang beramal meninggal dunia.

Sebagai contoh adalah seseorang di masa hidupnya telah menyumbangkan sebuah bangunan sebagai wakaf untuk kepentingan umum, seperti masjid, musala, sekolah, pesantren atau bahkan rumah sakit. Selama bangunan itu masih digunakan untuk kegiatan yang manfaatnya jelas, maka selama itu pula pahala akan terus mengalir kepada penyumbangnya, meski ia sendiri telah meninggal dunia.

Pertanyaan kemudian muncul apakah hanya orang kaya saja yang bisa beramal jariyah? Tentu saja tidak. Semua orang sebenarnya memiliki kesempatan yang sama untuk dapat beramal jariyah. Jika orang kaya bisa beramal jariyah dengan hartanya, maka orang miskin bisa beramal jariyah dengan tenaga fisiknya, atau bisa juga dengan harta meski tidak sebesar orang kaya.

Seorang buruh bangunan yang sedang membangun sebuah masjid, misalnya, dia tidak mendapat upah yang layak karena suatu alasan, tetapi dia ikhlas dan bahkan meniatkan kekurangan dari upahnya sebagai sumbangan jariyahnya, maka kekurangan itu akan dicatat sebagai amal jariyah. Tetapi tentu saja nilai sebuah amal tidak semata-mata dilihat dari berapa besar nilai nominalnya, yang tak kalah penting adalah bobot keikhlasan dalam beramal.

Jika orang pandai bisa beramal jariyah dengan ilmu atau ide-idenya, maka orang yang tidak pandai bisa beramal jariyah dengan tenaga fisiknya untuk mengimplementasikan gagasan-gagasan dari orang pandai tersebut.

Amal kedua yang tak putus pahalanya adalah ilmu yang bermanfaat. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan ilmu bermanfaat itu? Mungkin saja ada beragam jawaban atas pertanyaan itu. Tetapi intinya adalah ilmu yang bisa memberikan manfaat kepada diri sendiri maupun orang lain untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat.

Tentu saja ilmu seperti ini tak lain adalah ilmu agama karena hanya ilmu agamalah yang memberikan manusia petunjuk bagaimana beriman kepada Allah SWT dan melaksanakan apa yang diperintahkan serta meninggalkan apa yang dilarang-Nya.

Oleh karena itu setiap orang wajib hukumnya belajar ilmu agama. Dengan kata lain, belajar ilmu agama hukumnya fardhu ain. Di luar itu hukumnya fardhu kifayah yang tentu saja juga mendapatkan pahala mempelajarinya.

Keharusan mencari ilmu dapat dilihat dalilnya pada Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Anas bin Malik: “Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang Islam.”

Namun demikian, tidak berarti bahwa seseorang secara otomatis telah memiliki ilmu yang bermanfaat ketika ia telah mendapatkan ilmu agama yang luas. Justru letak kemanfaatan ilmu ada pada pengamalannya.

Seseorang yang memiliki ilmu agama tapi tidak diamalkan maka akan menjadi bumerang bagi orang itu. Seseorang yang sudah mengetahui bahwa salat lima waktu itu wajib namun tidak melakukannya secara utuh, maka dia akan mendapatkan dosa yang lebih besar dari pada mereka yang belum mengetahui hal itu.

Oleh karena itu agar kita memiliki ilmu yang bermanfaat yang tidak putus pahalanya hingga akhirat, maka kita harus mempelajari ilmu agama, lalu mengamalkan dan menyebarkannya sebagai aktivitas dakwah kita walaupun kita baru mampu menyampaikan satu ayat saja.

Amal ketiga adalah memiliki anak yang saleh. Jika kita memiliki anak saleh yang mau dan mampu mendoakan kita agar senantiasa mendapat petunjuk, pertolongan dan ampunan dari Allah SWT, maka anak saleh ini menjadi amal kita yang pahalanya akan terus mengalir. Tetapi pertanyaannya bisakah anak mendoakan kita kalau kita tidak membekali mereka dengan ilmu agama? Bisakah mereka berdoa memohonkan ampunan atas dosa-dosa kita kalau kita tidak pernah mengajari atau melatihnya?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu hendakanya selalu kita ajukan pada diri sendiri. Alasannya, karena kita memang membutuhkan anak-anak mendoakan kita terutama ketika kita sudah tidak bisa berdoa sebaik ketika masih hidup karena sudah berbaring di dalam kubur. Di dalam kubur tidak ada yang kita nanti, kecuali doa-doa dari yang masih hidup terutama anak turun kita sendiri. Disinilah relevansinya antara tahlil dengan doa anak untuk kedua orang tua. Untuk itulah, anak-anak harus kita ajari melakukan ritual tahlil dan melafadzkan doa-doa untuk orang tua.

Ketiga amal di atas, yakni sadaqah jariyah, ilmu bermanfaat dan anak saleh, hendaklah menjadi perhatian kita secara serius. Jangan sampai kita terburu meninggal dunia sementara ketiga hal itu belum sempat kita persiapkan dengan baik. Apalah arti hidup ini jika kita tidak mengisinya dengan amal-amal yang kita butuhkan buahnya kelak di akhirat. Hidup hanya sekali, maka jangan kita merugi untuk selamanya. Semoga kita semua mampu meraih ketiga hal di atas. Amin ya Robbal Alamin. * nuo

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry