Video pendek berdurasi sekiar 5 menit itu, sampai hari ini Selasa (28/9/2021) beredar di media sosial nahdliyin. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – KH Luthfi Bashori Alwi memberikan catatan tebal bagi Ormas Nahdlatul Ulama (NU) akhir-akhir ini. Menurutnya, jerih payah Almaghfurlah KH Hasyim Asy’ari beserta para masyayikh mendirikan jamiyah NU, belakangan berbelok arah. NU sekarang lebih untuk memenuhi kepentingan sesaat, kepentingan dunia, memenuhi syahwat para pengurusnya.

“Ini sangat berbahaya! Kalau kita masih menyintai perjuangan para muassis NU, mari kita bergerak meluruskan jalannya jamiyah. Bayangkan, keputusan muktamar yang masih ditunggui Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari saja, mereka berani ubah,” demikian  KH Luthfi Bashori Alwi kepada duta.co, Selasa (28/9/2021).

Salah satu masalah adalah soal Darussalam Vs Darul Islam. Masalah ini masih terus viral di media sosial nahdliyin. Bahkan tidak sedikit yang menghadapkan Kiai SAS Vs Gus Luthfi. Seperti kita baca, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siraj (SAS) menyebut bahwa, Indonesia adalah Darussalam, bukan Darul Islam. (baca: https://koran.tempo.co/read/sehari-bersama/381276/indonesia-negara-darussalam-bukan-darul-islam).

Gus Luthfi menilai, pernyataan Kiai SAS ini berbahaya, bertentangan dengan hasil muktamar NU. “Saya mendapat tulisan terkait hasil Muktamar NU pada 9 Juni 1936/19 Rabiul Awwal 1355 H, di Banjarmasin. Bunyi keputusan bahtsul masail diniyah ke 11 terkait dengan bentuk negara kita, Indonesia, sudah jelas,” ujar Gus Luthfi.

Gus Luthfi (FT/IST)

“Disebutkan dalam hasil bahtsul masail tersebut, seungguhnya negara kita Indonesia, ini adalah Negara Islam, karena pernah dalam penguasaan sepenuhnya oleh orang Islam. Walau pun pernah direbut kaum penjajah (kafir/belanda). Tetapi, nama Negara Islam masih selamanya. Sebagaimana keterangan dari kitab Bughyatul Mustarsyidin, halaman 254. Anehnya, kok berani mengubahnya,” tegasnya.

Perda Syariat Sah

Ia kemudian memberikan keterangan lebih dalam perihal isi kitab Bughyatul Mustarsyidin, halaman 254 tersebut. “Artinya, setiap kawasan, di mana orang muslim mampu menempati pada suatu masa tertentu, maka, kawasan itu menjadi daerah Islam, Tandanya dengan berlakunya hukum Islam pada masanya,” jelasnya.

“Sedangkan pada masa sesudahnya, walau pun kekuasaan Islam terputus oleh penguasa orang kafir (Belanda red) dan melarang mereka untuk memasukinya kembali, jika keadaan seperti itu, maka, dinamakan darul harbi, itu hanya merupakan bentuk formalnya saja. Tetapi bukan hukumnya,” tambahnya.

“Dengan demikian perlu diketahui, bahwa, kawasan Batavia (sekarang Jakarta), bahkan seluruh tanah Jawa (sekarang Nusantara) adalah Darul Islam, karena pernah dikuasai oleh umat Islam sebelum dikuasai oleh orang-orang kafir, Belanda. Jadi, menurut keputusan Bahstul Masail Diniyah ke-11 Muktamar NU Banjarmasin tahun 1936, Indonesia itu dinamakan darul Islam. Bukan Darussalam,” urainya.

Negara Islam, lanjut Gus Luthfi, bukan berarti negara perang, atau negara tidak damai. Ada kekeliruan fatal, seakan-akan Negara Islam itu negara tidak suka damai. Salah. Apalagi, negeri ini, Indonesia, sudah terbingkai dengan konstitusi. Ada kesepakatan bersama para pendiri negeri.

“Karenanya, kalau ada umat Islam memperjuangkan terciptanya Perda-Perda Syariat dan yang semisalnya di beberapa wilayah, selama perjuangan ini tidak melanggar konstitusi Negara, adalah sah. Dan, tentu Perda Syariat itu adalah wujud pelaksanaan penerapan hukum Islam di Indonesia. Ini mereka tidak mau paham,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry