Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umrah mengaku heran dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2015. (FT/DUTA.CO)

JAKARTA | duta.co — Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umrah mengaku heran dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2015 yang mengatur bisnis umrah. Regulasi ini dinilai sangat memberatkan investasi di sektor umrah.

Bayangkan, untuk mendapat izin, pengusaha travel umrah harus menyiapkan 13 (tiga belas) dokumen yang diurus dari kelurahan, kecamatan, propinsi hingga ke kantor pusat Kementerian Agama. SK terakhir (IZIN PPIU) diterbitkan dan ditandatangani oleh Menteri Agama.

“Sehingga praktis butuh 2,5 tahun untuk mendapat izin bisnis umrah dari Kementerian Agama. Luar biasa rumit, padahal di sini ada puliuhan triliun rupiah uang beredar, “ kata Mustolih Siradj, Ketua Komnas Haji dan Umrah kepada duta.co, dalam rilisnya Kamis (09/11/2017).

Masih menurut Mustolih, PMA ini bertentangan dengan semangat pemerintah. Saat ini, pemerintah sedang melakukan deregulasi besar-besaran, menyusul kesulitan keuangan untuk membiayai pembangunan maupun belanja rutin aparatur negara dan segala kebutuhan terkait. Apalagi pada disaat yang sama daya beli masyarakat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sedang mengalami gejala penurunan.

“Salah satu stimulus yang tengah dicanangkan pemerintah adalah dengan memangkas prosedur perizinan yang rumit dan berbelit-belit pada sektor investasi agar lebih cepat, sederhana dan efesien dengan melakukan deregulasi melalui paket-paket kebijakan ekonomi. Sedikit-sedikit iklim dan kemudahan investasi memunculkan optimisme dengan kemudahan dan pemangkasan izin berinvestasi,” jelasnya.

Sayangnya, lanjut Mustolih, itu tidak tampak di sektor bisnis umrah. Padahal, sektor ini tidak bisa diremehkan mengingat dalam rentang satu musim umrah (satu tahun ada 8 bulan, 4 bulan sisanya musim haji) peredaran uang jemaah umrah mencapai puluhan triliunan rupiah.

“Melihat data jamaah umrah pada tahun 2015 mencapai 717.000 orang, pada tahun 2016  mengalami kenaikan sebanyak 818 orang jamaah. Jika rata-rata biaya umrah Rp 25 juta maka perputaran uang jamaah 20 triliun-an per musim umrah. Ini angka yang luar biasa besar. Banyak yang meyakini bisnis umrah salah satu sektor yang tahan krisis,” tambahnya.

Ironisnya, saat ini izin untuk penyelenggaraan bisnis umrah yang diatur oleh Kementerian Agama melalui instrumen Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah semakin sangat rumit, berbelit-belit, harus melalui birokrasi yang panjang, tidak efesien, tidak efektif dan sistem yang sudah ketinggalan zaman karena masih menggunakan sistem manual, dari meja pejabat ke pejabat lainnya.

“Padahal birokrasi saat ini dituntut cepat dan efektif melayani kebutuhan masyarakat. Wajar bila Indonesia masih dianggap sebagai negara yang kurang ramah terhadap investasi dan mendapatkan indeks kemudahan investasi  (ease of doing business/EODB) masih berada diurutan ke-72 dari 191 negara berdasarkan catatan yang dikeluarkan Bank Dunia,” jelasnya.

Bayangkan, lanjut Mustolih, untuk mendapatkan izin umrah sedikitnya membutuhkan waktu 2,5 tahun. Aturan ini tentu tidak masuk akal, tidak kompatibel dan harus dirombak total. Sulit untuk mencari dasar logika yang masuk akal (ratio legis) terhadap aturan tersebut. Sebab urusan penyelenggraan umrah bukan hanya semata-mata ibadah, tetapi dalam penyelenggaraannya aspek ekonomi sangat dominan.

“Saat ini hanya ada 800-an PPIU yang memiliki izin, itupun 80 persen tersentral berdomisili di wilayah Jabodetabek. Kendalanya tidak lain karena untuk mengurus izin umrah dari daerah harus bolak-balik ke Jakarta yang pasti memakan biaya, waktu, tenaga dan fikiran yang tidak sedikit. Padahal saat ini kita memasuki era digital yang semuanya bisa diringkas dan dipercepat dengan sistem online,” ujarnya.

Hal-hal yang memberatkan dan menghambat investasi binis umrah dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 antara lain sebagai berikut:
Pertama, untuk mendapatkan izin Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus masyarakat harus menyiapkan 13 (tiga belas) dokumen yang diurus dari level kelurahan, kecamatan, propinsi hingga ke kantor pusat Kementerian Agama. SK terakhir (IZIN PPIU) diterbitkan dan ditandatangani oleh Menteri Agama.

Kedua, memiliki bukti telah melakukan operasional sebagai Biro Perjalanan Wisata (BPW) paling singkat 2 (dua) tahun. Ketiga, memiliki laporan keuangan perusahaan 1 (satu) tahun terakhir dan telah diaudit akuntan publik yang terdaftar dengan opini minimal WDP (Wajar Dengan Pengecualian)

Keempat, apabila nantinya akan membuka kantor cabang di luar wilayah domisil harus mengajukan izin kepada kantor wilayah Kementerian Agama setempat. Kelima, kewajiban PPIU yang sudah mendapatkan izin membuat laporan penyelenggaraan perjalanan umrah, meliputi rencana perjalanan umrah, pemberangkatan, dan pemulangan meliputi bimbingan ibadah umrah, data keberangkatan dan kepulangan Jamaah, penerimaan dan pengeluaran visa Jemaahyang disampaikan kepada Direktur Jenderal paling lambat 15 (lima belas) hari setelah Jemaah tiba di Tanah Air.

Selain itu, PPIU wajib menyampaikan laporan akhir tahun penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah dan Kepala Kanwil setempat paling lambat 1 (satu) bulan sebelum musim umrah berikutnya. Dan, keenam, semua dokumen-dokumen tersebut harus tersedia dan diurus secara manual.

Seharusnya dengan gencarnya program-program paket kebijakan ekonomi yang dilancarkan oleh Presiden Joko Widodo, Peraturan Menteri Agama (PMA) ini segera dirombak agar binis umrah makin menggeliat dan memberikan dampak yang positif kepada kesejahteraan  masyarakat, pelaku usaha, iklim investasi yang kondusif dan memberikan nilai tambah atau pemasukan kepada negara.

Terlebih saat ini Arab Saudi sebagai negara yang menjadi tempat pelaksanaan ibadah umrah sedang giat memberikan stimulus agar makin banyak warga negara berpenduduk mayortas muslim datang berkunjung melalui Visi Arab Saudi 2030 dengan menggenjot sektor wisata, utamanya umrah.

Panjangnya jalur birokrasi yang harus ditempuh untuk mengurus izin PPIU bukan saja membuat investor tidak bersemangat dan investasi mengalami stagnasi, tetapi dapat memicu dampak negatif lain misalnya dalam menciptakan penguatan good corporate governance di pemerintahan karena menstimulasi adanya oknum untuk melakukan pungli atau investor yang ingin izinnya ceat diproses tetapi dengan menggunakan cara-cara instan tetapi melawan hukum.

“Sebagai langkah konkret, kami akan menyurati Presiden Republik Indonesia agar memanggil Menteri Agama merevisi dan merombak PMA tersebut agar izin bisnis umrah (mendirikan PPIU) lebih simpel, sederhana dan cepat tidak harus menunggu 2,5 tahun baru bisa buka bisnis umrah selain itu harus ada modernisasi sistem perizinan,” tegasnya.

“Kami akan menyampaikan surat kepada Menko Perekonomian, Komisi VIII DPR RI, Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU) dan Menteri Agama. Diharapkan dengan deregulasi dengan memangkas aturan yang tidak relevan, investasi dan iklim bisnis pada sektor umrah lebih bergairah. Apa untung (benefit) yang diperoleh pemerintah (Kementerian Agama) dengan mempersulit izin bisnis umrah?’’ tanya Mustolih Siradj. (mk)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry