Ahmad Rizali, Ketua Presidium Gernas Tastaka.

JAKARTA  – Untuk memperkuat pendidikan dasar bernalar dan kontekstual,  Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) Mahasiswa diluncurkan secara virtual di Jakarta pada 6 September 2020.  Lebih dari 90 orang mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia ikut berperan serta menggerakkan Gernas Tastaka Mahasiswa.

Para mahasiswa dari pendidikan matematika dan ilmu matematika ini akan dilatih menjadi relawan Gernas Tastaka sehingga menguasai kompetensi pembelajaran matematika bernalar,  kontekstual,  sederhana dan memdasar ala Gernas Tastaka.  Selanjutnya,  para mhasiswa akan menggerakkan berbagai pelatihan Gernas Tastaka ke seluruh guru sekolah dasar dan madrasah Ibtidaiyah di Indonesia.

Dhitta Puti Sarasvati, M.Ed, koordinator konten Gernas Tastaka, menyatakan  kegiatan Gernas Tastaka berfokus  meningkatkan kualitas pengajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI) melalui kegiatan Training of Trainers (ToT) bagi guru.

“Guru-guru di berbagai daerah di Indonesia mengikuti ToT mengenai pembelajaran matematika baik secara daring maupun luring selama 30 sampai 36 jam. Setelahnya mereka harus menyebarluaskan fan menggerakkan apa yang dipelajarinya kepada guru lain. ”

Dhitta Puti Sarasvati menambahkan selama ini Gernas Tastaka menyelenggarakan kegiatan untuk relawan guru SD/MI. Namun, mahasiswa khususnya calon guru dari program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Matematika, dan Matematika sangat potensial untuk menjadi bagian dari gerakan ini.

“Kami ingin mengajak teman-teman mahasiswa untuk belajar bersama  lalu ikut mengembangkan berbagai gagasan baru untuk peningkatan kualitasn pendidikan matematika di Indonesia. Saya yakin mahasiswa  punya ide-ide baru yang jauh lebih kreatif dari apa yang kami kembangkan selama ini. Itulah kenapa Gernas  mengajak relawan Mahasiswa,” ujar Dhitta.

Vicko Sagandhika, penggerak Gernas Tastaka Mahasiswa, menuturkan mahasiswa  merupakan sosok yang idealis. Idealisme ini ditunjukkan dengan berbagai cara. Ada yang dengan belajar sungguh-sungguh selama di kampus.

“Bagi mahasiswa dari Fakultas Kependidikan, ini merupakan cara untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang baik. Ada juga mahasiswa yang menunjukkan idealisme dengan berkegiatan di berbagai organisasi baik di dalam maupun luar kampus. Gernas Tastaka merupakan kesempatan untuk mengkombinasikan ilmu pengetahuan yang dipelajari di kelas sekaligus berkarya untuk pendidikan Indonesia dengan cara melakukan gerakan di level nasional. Mahasiswa punya waktu, tenaga, dan intelegensia yang bisa menggerakkan perubahan bagi pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas, “ katanya.

Setelah acara peluncuran ini, 40 orang mahasiswa dari PGSD dan Pendidikan  Matematika dari berbagai daerah di Indonesia  akan dipilih untuk  belajar bersama mengenai pendidikan matematika SD/MI selama 6 minggu, masing-masing 5 jam secara daring. ToT akan diadakan setiap Minggu, mulai   20 September 2020 pk 10.00 – 15.00 WIB.

Devi Heryanti, koordinator fasilitator Gernas Tastaka Mahasiswa menambahkan Gernas Tastaka membutuhkan seseorang yang mempunyai komitmen untuk terus bergabung bersama dan  melakukan gerakan ini.

“Kami akan memberikan ToT yang cukup panjang. ToT secara luring biasanya diadakan selama 36 jam, namun untuk daring kami persingkat menjadi 30 jam. Dulu ketika kami merancang ToT ini kami sempat khawatir bahwa waktunya terlalu panjang. Ternyata, saat diterapkan, 36 jam itu terasa sangat singkat karena prosesnya diisi dengan berbagai kegiatan dan diskusi yang sangat bermakna. ToT secara luring biasanya diadakan secara hands-on, namun saat kami memodifikasinya untuk kebutuhan daring, ternyata peserta menganggap kegiatannya tidak kalah menarik dibandingkan kegiatan selama ToT luring,” imbuhnya.

Gernas Tastaka sendiri merupakan sebuah gerakan bersama masyarakat yang berangkat dari keprihatinan mengenai rendahnya kemampuan matematika siswa Indonesia seperti yang ditunjukkan dalam berbagai studi internasional seperti studi Programme for International Student Assessment (PISA), Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS), serta hasil studi nasional seperti Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI).

Ketiga studi tersebut menunjukkan bahwa performansi siswa Indonesia di bidang Matematika khususnya kemampuan bernalar, sangat rendah. Pada tahun 2018, Program RISE di Indonesia merililis hasil studinya yang menunjukan bahwa kemampuan siswa memecahkan soal matematika sederhana tidak berbeda secara signifikan antara siswa baru masuk sekolah dasar dan yang sudah tamat SMA (Beatty, et al, 2018).

Kondisi ini menggerakkan sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Gernas Tastaka untuk berkontribusi menyelamatkan “kegawatdaruratan” matematika di Indonesia. Gernas Tastaka sendiri fokus untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar matematika di tingkat SD/MI.

Mengenai hal ini Dhitta Puti Sarasvati mengatakan bahwa kemampuan anak-anak Indonesia yang tergambarkan dalam berbagai studi yang telah disebutkan sebelumnya, tidak menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia tidak mampu.

“Anak-anak Indonesia punya kapasitas untuk berkembang dalam berbagai bidang, termasuk matematika, apabila mereka difasilitasi untuk memperoleh pembelajaran matematika yang berkualitas,” ujarnya.

Ahmad Rizali, Ketua Presidium Gernas Tastaka mengatakan  Gernas Tastaka memiliki moto Pendidikan Matematika yang Bernalar, Kontekstual, Sederhana, dan Mendasar. Para penggerak Gernas Tastaka semuanya merupakan relawan, yang biasanya bekerja sebagai guru dari Senin sampai Jumat lalu menyisakan waktu di malam hari atau akhir pekan untuk berbagi dengan guru lainnya.

“Gernas diluncurkan pada 10 November 2018 di Universitas Indonesia. Dalam waktu kurang dari 2 tahun Gernas Tastaka telah menyelenggarakan ToT di 13 Provinsi dan 25 Kabupaten Kota untuk melatih sekitar 900 orang peserta ToT yang sebagian besar adalah guru SD/MI. Merekalah yang ikut menyebarkan gagasan yang dipelajari di Gernas Tastaka kepada guru yang lain maupun kepada siswanya sendiri. Bayangkan bila 1 guru mengajar 30 orang siswa. Bagaimana efeknya, tentu sangat besar. Jika mahasiswa seluruh Indonesia ikut bergerak bersama sama sejak dari kampus,  tentu dampaknya sangat signifikan bagi perubahan pendidikan nasional,” tegasnya.  rls

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry