SANDAR : Sejumlah kapal tradisional yang dipakai nelayan di Paciran sedang sandar di pantai. (ardi/duta.co)

LAMONGAN | duta.co – Lain dulu lain sekarang. Nelayan dulu kebanyakan mengandalkan feeling yang terasah karena kebiasaan yang didapatkan dari nenek moyang untuk menentukan arah, musim panen ikan dan sejenisnya.

Kini dengan kemajuan teknologi yang terus berkembang, nelayan selain dibekali keahlian dari nenek moyang ketika melaut juga dilengkapi dengan perangkat Global Positioning System (GPS) dan fish finder meski nelayan tradisional sekalipun.

GPS adalah sistem untuk menentukan posisi di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan sinyal satelit. Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Meski sama-sama GPS, keduanya memiliki fungsi yang berbeda jika dipasang di kendaraan.

Fungsi pokok GPS menentukan posisi lintang dan bujur kapal, kecepatan kapal, jarak tempuh kapal, memperkirakan jarak waktu datang di pelabuhan tujuan, sisa waktu tempuh, menyimpan posisi kapal yang diinginkan, menentukan jejak pelayaran dalam bentuk peta, dan membuat bagan panduan bernavigasi

GPS dapat memberikan informasi posisi dengan ketelitian bervariasi dari beberapa millimeter (orde nol) sampai dengan puluhan meter. Beberapa kemampuan GPS antara lain dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat, murah, dimana saja di bumi ini tanpa tergantung cuaca.

Salah satu nelayan Paciran Abdulrokim (68) mengatakan keahlian nelayan tidak hanya mengandalkan bakat alam, tapi juga perlengkapan teknologi. Sebelumnya para nelayan di Paciran, Brondong Lamonga dan sekitarnya saat mencari ikan di tengah laut hanya mengandalkan navigasi atau pemandu arah dengan berpatokan pada alam seperti melihat posisi gunung, matahari dan penanggalan.

” Kini bekal kami bertambah yakni menggunakan GPS. Selama tiga tahun ini, semua nelayan disini dilengkapi dengan piranti GPS. Lebih mudah untuk mengetahui arah dan kecepatan angin, termasuk lokasi dimana banyak ikan berkumpul,” ujar Abdulrokim (68) menceritakan suka duka sebagai nelayan.

Abdulrokim menambahkan fungsi dari alat GPS tersebut sangat bermanfaat bagi nelayan radisional yang menggunakan perahu kayu ukuran kecil dan sedang. Pastinya dengan membawa GPS, sudah mengetahui kemana tujuan melaut, tidak asal berangkat ke laut yang sangat luas. Dengan alat GPS ini bisa dijadikan pedoman nelayan menentukan lokasi tempat berkumpulnya ikan

“Nelayan juga bisa menaruh wuwu serta jaring di lokasi tersebut. Tenu saja sangat membantu nelayan, dan hasil yang kami peroleh bertambah banyak. Jauh lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, termasuk ada rajungan, ikan pari, ikan nus, dan cumi-cumi,” ungkapnya.

Soal komunikasi sesama nelayan ketika melaut, Abdulrokim nelayan dengan tiga anak tersebut mengungkapkan selama ini cara kita berkomunikasi antar nelayan apabila ada kendala perahu rusak, ada yang sakit atau informasi lainnya cukup dengan melambaikan bendera atau memasang jangkar sebagai tanda.

” Dan karena sesama nelayan sudah paham, pertolongan dari nelayan lainnya akan datang. Terkadang juga dari kapal yang kebetulan mengetahui keberadaan kita. Ada yang dikasih bahan bakar dan juga diantar sampai ke daratan,” tuturnya.

Namun, kata Abdulrokim, persoalan dan kendala yang dirasakan nelayan hingga kini yaitu berkaitan dengan sulitnya jaringan sinyal telepon seluler pada saat di tengah laut mencari ikan. Pasalnya jauhnya jarak perahu dengan daratan terdekat menyebabkan jangkauan jaringan sinyal semua operator seluler tidak terjangkau.

” Sebagian nelayan ada yang membawa ponsel dan ada yang tidak. Sementara dari daratan 10 mil ke arah laut semua operator jaringan seluler sudah tidak ada sinyal yang menjangkau. Padahal bagi nelayan ponsel bisa juga alat untuk mengisi waktu senggang menunggu umpan, disela tebar jarring dan membunuh kebosanan lainnya,” imbuhnya.

Pria yang akrab disapa Dulrokim itu menuturkan, sedangkan nelayan yang melaut untuk mencari ikan hingga 35 mil keatas, kadang sampai terlihat pulau Bawean.

” Sinyal baru ada kalau ada kapal yang kebetulan lewat berpapasan. Selama ini nelayan kesulitan menggunakan telepon seluler, untuk saat ini hanya menggunakan GPS untuk mengetahui perkiraan cuaca,” terangnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, nelayan Paciran umumnya mencari ikan berangkat pada pukul 22.00 malam, kemudian pulang pukul 08.00 pagi. Selama ini penangkapan nelayan mencari rajungan kisaran 30 hingga 50 kilogram.

” Kalau nelayan yang di wilayah Brondong dan Blimbing ketika melaut bisa sampai berhari-hari bahkan sampai seminggu. Sedangkan kami nelayan Paciran dan Weru hanya satu hari lamanya,” tuturnya.

Satu perahu nelayan, sambung dia, ada yang membawa 500 hingga 700 wuwu dan juga jaring. Pendapatan nelayan menggunakan GPS memang bertambah, namun masa pandemi ini nelayan sangat kesulitan untuk penjualan.

Abdulrokim berharap, semua nelayan khususnya kawasan terpencil seperti di Paciran ini saat melaut mencari ikan di tengah bisa memanfatkan telepon selulernya untuk saling bertukar informasi antar nelayan, keluarga, dan juga tengkulak.

” Kalau bisa dibangunlah infrastruktur telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) khusus yang bisa menjangkau sampai tengah laut. Tujuannya agar para nelayan bisa menggunakan telepon selulernya untuk keperluan komunikasi lainnya, sehingga ketika sandar di pantai sudah jelas ada yang membelinya termasuk harga produk ikan,” tandasnya.

Terapkan GPS dan Fish Finder

BERTAMBAH : Penggunaan GPS dan Fish Finder meningkatkan perolehan tangkapan ikan para nelayan. (dok/duta.co)

Maksimalisasi pemanfaatkan GPS juga dilakukan nelayan di Probolinggo. Bahkan Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Probolinggo memberikan pelatihan penggunaan GPS dan fish finder kepada nelayan Dringu Kecamatan Dringu dan Desa Klaseman Kecamatan Gending.

Kepala Diskan Kabupaten Probolinggo Dedy Isfandi mengatakan pelatihan penggunaan GPS dan fish finder ini sangat penting agar masyarakat nelayan tidak gaptek terhadap teknologi yang ada.

Fish Finder adаlаh perangkat elektronik уаng bekerja dеngаn cara memancarkan gelombang ultrasonik dan menangkap kembali pantulannya. Gelombang ini yang akan memberikan gambaran dimana perairan tersebut ada tampak ikan atau tidak.

“Pelatihan penggunaan GPS itu agar nelayan tangkap tidak ketinggalan pengetahuan dan teknologi di bidang pelayaran. Pelatihan menggunakan GPS juga untuk keselamatan pelayaran dan meningkatkan hasil tangkapan nelayan melalui penguasaan informasi yang telah dipetakan melalui GPS,” katanya.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Diskan Kabupaten Probolinggo Wahid Noor Azis mengungkapkan pelatihan ini dimaksudkan supaya masyarakat nelayan mengenal salah satu alat penerima sinyal satelit adalah GPS. Fungsi GPS untuk nelayan merupakan perangkat navigasi berbasis satelit.

“Dеngаn alat іnі nelayan bіѕа mengetahui koordinat lintang bujur, arah dan kecepatan. GPS ѕаngаt bermanfaat untuk nelayan demi mengetahui posisi saat dі laut, menentukan rute perjalanan dan menandai tempat penting seperti tempat уаng banyak ikan,” ungkapnya.

Wahid menerangkan dеngаn GPS ini tentunya аkаn bіѕа menghemat BBM karena rute bіѕа ditentukan, sehingga kemungkinan untuk salah arah ѕаngаt kecil. Dеngаn bantuan sonar dan satelit, nelayan tіdаk perlu berputar-putar mencari lokasi ikan. “Dеngаn demikian, mеrеkа dараt menghemat bahan bakar,” terangnya.

Menurut Wahid, fish finder merupakan alat bantu nelayan untuk mencari ikan. Selama ini nelayan masih menggunakan cara-cara tradisional untuk mencari ikan dan cara tradisional sudah mulai banyak ditinggalkan. Fish finder merupakan alat modern terdiri dаrі display berupa monitor dan tranducher. Dimana posisi tranducher terpasang di bawah kapal atau ada уаng dicemplungkan kе laut.

“Fungsi dari tranducher memindai keberadaan ikan dі laut dan hasilnya аkаn ditampilkan kе layar atau monitor Dеngаn fish finder іnі nelayan bіѕа mengetahui informasi keberadaan ikan, topografi bаwаh laut dan kedalaman laut,” tegasnya.

Lebih lanjut Wahid menambahkan dеngаn alat іnі nelayan lebih mudah dalam mencari ikan sehingga bіѕа meningkatkan hasil penangkapan ikan.

Wahid mengharapkan masyarakat nelayan mulai menggunakan teknologi modern dalam melakukan penangkapan ikan sehingga dapat mengirit BBM dan dapat meningkatkan hasil tangkapan karena ikan yang ditangkap bisa lebih pasti.

Jawa Timur (Jatim) adalah salah satu propinsi yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang terdiri dari ikan pelagis dan ikan demersal. Dengan menggunakan metode surplus produksi, potensi lestari ikan (MSY) di wilayah Selatan Jatim periode 2009-2013 adalah sebesar 219.189,453 ton.

Pandemi Covid-19 Jawa Timur tak berpengaruh signifikan pada ekspor perikanan. Pasalnya, ekspor perikanan Jatim selama tahun 2020 sebesar 31 ribu ton ekspor ikan dengan nilai 164.239.000 dollar AS.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim, Gunawan Saleh mengatakan, ekspor paling banyak dari Jatim adalah udang dan tuna.

“Ekspor kita paling banyak selama tahun 2020 adalah udang. Kita ekspor sebanyak 5.228 ton udang, dengan nilai 51.584.000 dollar AS. Sedangkan terbanyak kedua untuk eskpor dari Jatim adalah komoditas ikan tuna. Selama tahun 2020 lalu, ekspor tuna Jatim mencapai 3.749 ton dengan nilai 22.100.000 dollar AS,” katanya.

Hasil laut dan perikanan Jatim paling bangak dipasok untuk negara-negara eropa untuk udang. Sedangkan, tuna kebanyakan diekspor ke China dan Jepang.

“Selama masa pandemi, udang melejit ekspornya. Karena India tidak bisa ekspor. Nah, kita ketiban untungnya,” ujarnya.

Jika biasanya petambak udang masih banyak persyaratan untuk ekspor, selama pandemi, justru eksportir jemput bola mencari udang hingga ke petambak. Ukuran yang biasanya diminta harus ukuran jumbo saja, saat ini semua ukuran tak jadi masalah. Bahkan, mereka kerap bayar di muka.

“Selama ada penerbangan kita langsung kirim. Jadi, udang menjadi primadona dan sangat menguntungkan hari-hari ini di pasar global,” tukasnya. Imm/ard

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry