Tampak Mendikbud Muhajir Effendy memimpin tahlil saat ziarah di makam KH Hasyim Muzadi didampingi KH Muhammad Cholil Nafis. (FT/DUTA.CO/IST)

SURABAYA | duta.co – Berita Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy memimpin tahlil di makam KH Hasyim Muzadi Rabu (25/10/2017) menjadi viral. Meski bukan pertama kali Muhajir ziarah makam kiai, tetapi, kali ini menyita perhatian nahdliyin.

“Santri-santri Pondok Pesantren Al-Hikam sangat mengapresiasi keilmuan Mendikbud. Di samping menguasai sejarah kiai, ternyata, Muhajir juga fasih memimpin tahlil. Luar biasa, karena kalau tidak biasa, sulit memimpin tahlil,” demikian disampaikan salah seorang nahdliyin yang mengaku terkagum setelah menyimak dan memotret kegiatan Menteri Muhajir di makam Kiai Hasyim kepada duta.co, Kamis (26/10/2017).

Menurutnya, memimpin tahlil itu, ada urut-urutannya, tidak sekedar membaca bagian-bagian Alquran. Termasuk wasilah (fatihah) untuk memulainya. Ini semua dilakukan dengan runtut oleh Muhajir. “Tidak salah, kalau ada yang mengatakan dia itu santri tulen, mbah-mbahnya ternyata nahdliyin dan masih mempertahankan budaya haul,” tambahnya.

Seperti yang terjadi dalam Halaqah Nasional Ulama Pesantren dan Cendekiawan Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara di Pesantren Al-Hikam Depok Jawa Barat, Rabu (25/10/2017). Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Jawa Timur itu mengingatkan pentingnya saling menghormati dalam beragama, apalagi sesama umat Islam.

Masih menurut Muhajir, para ulama organisasi Islam mainstream seperti NU dan Muhammadiyah sebenarnya sudah memberi contoh yang baik dan bijak dalam merawat ukhuwah dan persatuan di Indonesia. Sekedar contoh, Muhajir menyebut sosok Kiai Ahmad Shidiq, Jember (Rais Am Syuriah PBNU) dan Pak AR Fachruddin (Ketua PP Muhammadiyah), betapa keduanya memiliki rasa saling menghormati.

Suatu ketika, katanya, kedua tokoh ini salat subuh bersama. Pak AR (panggilan AR Fachruddin) langsung mempersilakan Kiai Ahmad Shidiq menjadi imam. Sebagai makmum, Pak AR sami’na wa atho’na. Begitu Kiai Ahmad Shidiq qunut sesuai ajaran NU, Pak AR pun angkat tangan, qunut.

Sebaliknya, bila Pak AR yang jadi imam salat subuh, Kiai Ahmad Shiddiq tidak menolak tradisi Muhammadiyah. Kiai Ahmad Shidiq ikhlas tidak menggunakan qunut. Di sini ada pelajaran penting.

“Yang sama jangan dicari perbedaanya. Yang beda dicarikan persamaanya,” kata Muhajir dalam halaqah hasil kerjasama Pesantren Al-Hikam dan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia ini.

Bicara soal NU, Muhajir mengaku leluhurnya juga NU. Bahkan, menurut dia, mbah-mbahnya masih ada silsilah dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Jangan kaget kalau Muhajir ternyata masih sambung dengan Ki Ageng Basyariyah (Ki Bagus Harun) yang makamnya di Desa Sewulan, Kec. Dagangan, Madiun. Gus Dur sendiri, wakila merupakan generasi ketujuh dari Ki Ageng Basyariyah.

Karenanya, budaya ziarah sudah melekat pada diri Muhajir. Bahkan, ia termasuk salah satu tokoh Muhammadiyah yang biasa ziarah ke makam KH Ahmad Dahlan. “Anak saya sekolah di Sabilillah (sekolah NU-Red) Malang. Sekolah ini full day school yang didirikan Kiai Tolhah Hasan,” katanya.

Kiai Tolhah Hasan adalah ulama NU yang mantan Rektor Unisma dan Menteri Agama RI saat Gus Dur menjadi Presiden RI. Maka, tidak berlebihan apa yang disampaikan KH Muhammad Cholil Nafis ketika mengomentari tahlil Muhajir.

“Saya temani beliau, dia yang memimpin tahlil. Dan ternyata bacaan beliau juga keras, dari tawasul Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas sampai akhir tahlil,” kata Kiai Cholil yang didapuk memimpin doa saat mendampingi Muhajir ziarah dan tahlil di makam KH Hasyim Muzadi. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry