Ilustrasi gambar rmol.id

“Mengikuti analisis tim spiritual Ki Ismoyo, memang ngeri-ngeri sedap.. Selain mereka itu akademisi yang selalu mengedepankan strategi otak, di penghujung analisis supernaturalnya selalu meng-cross-check dengan sumber al-Qur’an dan al-Hadits.”

Oleh: Choirul Anam*

DESEMBER, adalah bulan penutup tahun. Tapi Desember tahun kembar (angka) 2020 ini, rupanya tak akan ditutup semeriah tahun sebelumnya. Pasalnya, selain faktor pandemi Covid-19 yang masih terus mengganas, juga karena banyak peristiwa aneh dan kebijakan kontroversial penguasa yang,  justru membuat masyarakat, semakin terbelah, saling curiga dan bergejolak tiada henti.

Berbagai kontroversial kebijakan dan keanehan peristiwa yang terjadi sepanjang  tahun 2020 -–terutama pada dua bulan terakhir (November-Desember) ini, dalam pandangan supernatural para tokoh spitual, justru akan menjadi picu peledak dan bahkan penentu bagi berakhir atau tidaknya suatu orde. “Rentetan peristiwa aneh dan kebijakan semaugue yang telah dan akan terjadi di seputar angka 2020 ini, kata Ki Ismoyo alias Prabu Depro, juga telah menjadi kehendak langit bagi membuka jalan terjadinya “Goro-Goro” di bumi pertiwi”.

Wow…bagaimana penalarannya Ki? “Begini, hukum sebab akibat itu selalu konsisten bergerak di jalur atau aturan kodrat dan iradat Sang Pencipta. Terjadinya berbagai gejolak masyarakat sebagaimana kita saksikan saat ini, itu semua bertumpu pada sebab kebijakan penguasa yang melenceng dari jalur dan ketentuan-Nya. Tangan-tangan kekuasaan telah membuat kerusakan berat di muka bumi, dan para penguasa pun tak pernah mau berusaha untuk menghentikan, mengubah atau memperbaikinya kembali,” ujarnya.

Meski telah diingatkan berkali-kali, lanjut Ki Ismoyo, mereka (para penguasa zalim) tetap saja kukuh dan bahkan semakin mempertontonkan kezalimannya. Mereka sangat mencintai dan menikmati kekuasaan, tetapi lupa dan bahkan tak pernah ingat lagi bahwa di atas kekuasaannya itu, masih ada Yang Maha Kuasa mengawasinya.

Nah, karena sifat arogan dan takabur telah melilit hati mereka, maka, langkah-langkah aneh dan kebijakan kontroversial terus diproduksi semaunya sendiri. Mereka (para penguasa zalim) itu tidak menyadari, bahwa akibat dari perbuatannya itu, justru melahirkan gejolak rakyat tiada henti. Bahkan telah pula menggiring kekecewaan dan kepedihan masyarakat menuju titik kulminasi sejarah  guna mengakhiri kesewenang-wenangan.

Pendeknya, “semua gejolak yang tiada henti itu, disebabkan lantaran kezaliman penguasa yang kian menjadi-jadi. Ibarat orang menikmati pesta tutup tahun, sekaligus menyambut kedatangan tahun baru, dianggap akan berlangsung selamanya. Mereka lupa dan tak sadar bahwa setiap pesta pasti berakhir,” ujar Ki Ismoyo menggambarkan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara di penghujung tahun 2020.

Lebih gamblang lagi, lanjut Ki Ismoyo, ketika melihat rentetan peristiwa sepanjang tahun 2020—terutama dalam dua bulan penutup (November-Desember), nampak sekali tanda-tanda kepastiannya. Dan bahkan telah memasuki ranah futurologi masyarakat Jawa: “wong Jowo kari separo, wong Cino lan Londo kari sak jodo”. Ungkapan cerita rakyat ini, akan segera membuktikan kebenarannya di seputar angka 2020 ini,” ujar Ki Ismoyo mengutip wejangan Eyang Semar Sabdo Palon dan Bapak Soekarno (Bung Karno) melalui ritual ghaibnya.

Believe it or Not! Berbagai fenomena yang tampak, lanjut Ki Ismoyo, bukan hanya berupa peristiwa politik kenegaraan atau tragedi hukum dan kemanusiaan saja. “Tapi tanda-tanda alam seperti peringatan BMKG dan BNPB mengenai gelombang tinggi di sejumlah perairan wilayah Indonesia, juga harus diwaspadai”.

“Bahkan gunung-gunung berapi dan angin topan maupun puting beliung pun, kini sudah mulai marah terhadap maraknya kerusakan dan ketidak-adilan di negeri ini,” ujarnya sembari mewanti-wanti: “bahwa ini masa, masuk zaman akhir, dan begitulah dawuh Bapak Soekarno, Prisiden RI pertama.”

Mengikuti analisis tim spiritual Ki Ismoyo, memang ngeri-ngeri sedap. Selain mereka ini terdiri akademisi (bahkan ada yang Dr, Magister, Ir dan juga pakar) yang selalu mengedepankan strategi otak, juga di penghujung analisis supernaturalnya selalu meng-cross-check dengan sumber tak terbantahkan kebenarannya, yakni al-Qur’an dan al-Hadits.

“Selama tiga tahun terakhir kami mengunjungi pusara para leluhur nusantara, baik di Jawa maupun luar Jawa. Pusara para raja, tokoh-tokoh pemersatu seperi Eyang Gajah Mada, tokoh bangsa seperti Bapak Soekarno, para pandita, dan para wali maupun para kiai sakti, hasil akhir petuah-petuah beliau itu, secara tidak terasa mendorong kami harus membuka kitab suci dan sabda Nabi. Sehingga, kami pun semakin yakin apa yang dituturkan para leluhur telah sesuai dengan skenario langit”, ujar Ki Ismoyo.

Contoh, mengenai fenomena zaman edan misalnya, dan dawuh Bapak Soekarno yang, berkali-kali, menyebut “revolusi…revolusi…revolusi”, Ki Ismoyo dan tim lelakunya sepakat memaknai sebagai zaman akhir, sebagaimana pernah disinyalir Kanjeng Nabi Muhammad SAW, yang kemudian diriwayatkan Imam Tabrani sbb: ”Akan datang di akhir zaman, para penguasa zalim, para pembantunya (menteri-menterinya) fasik, para hakim menjadi pengkhianat hukum, dan para ahli hukum Islam/fuqaha’/ulama menjadi pendusta. Barang siapa di antara kalian mendapati zaman itu, maka sungguh kalian jangan menjadi pengikutnya”.

Hadits lain, lanjut Ki Ismoyo, juga mengabarkan akan munculnya banyak penguasa zalim sesudah periode kenabian, sebagaimana diriwayatkan Imam Turmidzi, Nasai dan Hakim. Isi pokoknya: “siapa saja yang mengikuti mereka (para pemimpin zalim—red), lalu membenarkan dan mendukung kezalimannya, maka ia tidak diakui sebagai umat Muhammad dan Nabi pun tidak berkenan mengakui sebagai golongannya”.

Dan manusia macam itu (mereka yang mengikuti, membenarkan dan mendukung penguasa zalim—red) kelak di padang mahsyar, akan sangat kehausan tapi tidak bakalan bisa menemui Nabi di telaganya,”kata Ki Ismoyo sambil mempersilakan tamunya melihat sendiri kenyataan yang dipertontonkan saat ini. Ada banyak orang mengaku ulama atau kiai, tapi justru berada di lingkaran penguasa dan mendukung kezalimannya.

Lalu mengenai fenomena pemimpin zalim atau penguasa diktator-otoriter. Tim lelaku Ki Ismoyo setelah menceritakan pesan-pesan leluhur nusantara dan kewajiban merawat sejumlah pusaka yang irrasional, lantas meminta para tamunya untuk mengikuti dan meyakini kebenaran soal pemimpin/penguasa zalim yang telah digambarkan secara detail oleh Allah SWT baik mengenai perilaku, kesombongan maupun kebijakannya, di dalam kitab suci al-Qur’an. Dan bahkan telah pula dilengkapi contoh kongkret dan kisah nyata berupa sosok Raja Fir’aun  dalam Surat al-Qashash (beberapa kisah—red) ayat (38-43).

 “Cobalah baca ayat-ayat suci itu lalu renungkan kandungan maknanya. Pasti secara nalar (reflek) akan meng-compare dengan apa yang terjadi saat ini”, kata Ki Ismoyo memberi analogi perbandingan. “Betapa kejam dan biadabnya Fir’aun menangkapi dan membunuhi rakyat sendiri yang dianggap kritis. Karena diduga menggangu kedudukan dan kekuasaannya, mereka (kelompok kritis) itu lalu ditangkap, dipenjara bahkan ada yang dibunuh secara sewenang-wenang tanpa prosedur, proses keadilan hukum,” tambah Ki Ismoyo yang Magister Manajemen tapi pernah lama belajar di pesantren.

Kisah kekejaman Fir’aun memang mengerikan. Selain biadab, sombong, juga sewenang-wenang. Mungkin zaman now, bisa dikategorikan suka melakukan extrajudicial kllings—langsung di bunuh dor..dor..dor—tanpa due process and fair trial. “Begitu pula keangkuhan dan kesombongannya”, ujar Ki Ismoyo.

Ketika Allah SWT mengutus Musa (as) untuk mengingatkan bahwa di atas kedaulatannya masih ada Yang Maha Kuasa mengawasinya, apa kata Fir’aun? Penguasa sombong ini langsung mengejek Musa dan berseru: ”Wahai para pembesar kaumku. Aku tidak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku …”  Coba, betapa sombongnya Fir’aun hingga menganggap dirinya  tuhan.

Lalu ia mengejek Musa dengan memanggil tokoh konglomerat bernama Haman: “Maka bakarkanlah tanah liat untukku wahai Haman (untuk membuat batu bata), kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa dia (Musa) termasuk pendusta (QS,28 :38)”. Begitulah tuhan Fir’aun mengejek Tuhannya Musa.

Mungkin zaman now, konglomerat Haman yang kemudian membangun menara tinggi menjulang ke langit agar tuhan Fir’aun bisa melihat Tuhannya Musa, bisa dikonotasikan oligarki kapitalis atau sembilan naga merah, bagaimana pandangan Ki smoyo?

“Ya… itu persepsi orang setelah memahami beberapa hadits dan kandungan al-Qur’an. Bahwa sejak 15 abad yang silam, Kanjeng Nabi SAW sudah mengabarkan akan adanya pemimpin/penguasa zalim yang juga disokong banyak orang pinter (pakar ataupun ulama/kiai). Dan ciri-ciri penguasa zalim itu, oleh Allah SWT disimbolkan pada Fir’aun,”ujar Ki Ismoyo sembari menambahkan: “pesan leluhur nusantara juga mengarah pada ketentuan langit itu”.

Artinya, ketentuan langit sudah mendarat di bumi. Misal, dalam surat al-Qashash ayat (41), Allah berfirman: ”Dan Kam jadikan mereka para pemimpin yang mengajak (manusia) ke neraka dan pada hari Kiamat mereka tidak akan mendapat pertolongan (dari-Nya).”

Nah, jadi, kesombongan, kebrutalan dan kebiadaban Fir’aun, yang sudah berkali-kali diperingatkan Musa agar mengubah perilakunya tapi malah tambah ugal-ugalan mmpertontonkan kezaliman itu, kata Ki Ismoyo, sudah sepengetahuan dan kehendak Tuhan untuk dijadikan contoh bagi manusia bahwa, pada suatu masa,  akan muncul penguasa zalim atau fir’aun-fr’aun kecil semacam itu.”.

Namun, betapa pun hebat dan kokoh-kuatnya kekuasaan Fir’aun, mungkin zaman now bisa dibilang penguasa super power, toh pada akhirnya jatuh juga. Bahkan kejatuhannya bukan hanya pedih di dunia saja, melainkan juga di akhirat kelak pasti dilempar ke neraka. “Muslim, mukmin, wajib percaya kisah nyata itu. Bahwa sehebat apapun penguasa zalim pasti akan tumbang juga,” kata Ki Ismoyo sambil menunjuk ayat sebelumnya.

Allah telah menegaskan dalam surat al-Qashash ayat (40): “Maka Kami siksa dia (Fir’aun) dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam laut. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang zalim.”

Bah, berarti kejatuhan Fir’aun itu bukan oleh Musa (as). Karena pemahaman seperti itu bisa menjurus pada perbuatan syirik. Tapi Fir’aun jatuh dan disiksa oleh Sang Pencipta sendiri karena kelakuannya menyimpang dari sunnatullah yang telah digariskan-Nya.

Sedangkan Musa (as) sebagai contoh perjuangan yang tak kenal lelah dan putus asa. Sampai kemudian Musa dan kaumnya dikejar Fir’aun dan bala tentaranya dengan persenjataan lengkap hingga pada bibir laut dan tak bisa lagi berbuat apa-apa, kecuali pasrah. “Saat kondisi tidak berdaya atau terjepit itulah, datang pertolongan Allah SWT. Artinya, berjuang seperti Musa (as) itulah yang seharusnya ditempuh untuk melawan kezaliman,”ujar Ki Ismoyo memberi gambaran para tamunya.

Fir’aun masa kini pasti tumbang, percayalah! Tapi kapan? “Kayaknya tidak lama lagi. Karena telah banyak dipertontonkan kejadian aneh, kebijakan sewenang-wenang, dan tragedi hukum maupun kemanusiaan yang mengerikan,” pungkas Ki Ismoyo sambil minta pamit pergi menuju Perdikan Makadipura—tempat pertapa Eyang Mada (begitu Ki Ismoyo menyebut Gajah Mada) menempa diri.

Ki Ismoyo juga sempat menyinggung beberapa tanda yang menjadi proses kejatuhan Fir’aun masa kini, di antaranya terbunuhnya 6 laskar FPI, ketidak-adilan kepada HRS dan penangkapan beberapa tokoh kelompok kritis KAMI. Bagaimana jalan ceritanya, akan dilanjut Ki Ismoyo pada edisi berikutnya.

*Choirul Anam, adalah Pendiri dan Penasehat PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah). Pembina GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Jawa Timur.

 

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry