Keterangan foto rmol.id

JAKARTA | duta.co – Komitmen Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI, membuka ‘Hari Aspirasi Rakyat’ setiap hari Selasa, dimanfaatkan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar Front Pembela Islam (FPI).

Sejumlah tokoh TP3, dipimpin Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara dan rombongan, Selasa (30/3) mendatangi Fraksi PKS DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. Mereka diterima di Ruang Fraksi PKS, Gedung Nusantara I DPR. Diskusi pun berlangsung terkait tewasnya enam laskar FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Dr H Jazuli Juwaini MA, Ketua Fraksi PKS DPR, didampingi Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Suryadi Jaya Purnama, dan anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun menyampaikan terimakasih atas kedatangan TP3. “Atas nama pimpinan dan anggota, kami ucapkan selamat datang kepada tamu delegasi pagi ini untuk menyampaikan apa yang perlu disampaikan,” demikian Jazuli.

Fraksi PKS, jelas Jazuli, akan mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh tokoh TP3 6 Laskar FPI. Selanjutnya, aspirasi tersebut akan ditindaklanjuti oleh Fraksi PKS. “Kami Fraksi PKS selalu mendengar seluruh aspirasi anak bangsa. Sengaja saya buka setiap hari Selasa untuk hari aspirasi rakyat. Maka setiap saat kami harus selalu mendengar suara rakyat,” tuturnya.

Tetap Gigih

Tekad kuat Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) ini patut diapresiasi. Apalagi tim ini dipimpim mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua yang tidak diragukan lagi kredibilitasnya.

Berkali-kali Abdullah Hehamahua meminta Presiden Jokowi membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta atau TGPF untuk mengusut kasus 6 laskar FPI yang tewas ditembak mati polisi dalam bentrokan di Tol Jakarta-Cikampek KM 50. Tetapi, sampai detik ini, belum tampak keseriusannya.

“Supaya bangsa kita tidak terpecah terus menerus, kasus penganiayaan dan pembunuhan laskar FPI harus dibentuk tim TGPF atau tim gabungan pencari fakta yang independen,” kata Abdullah di kawasan Senayan, Jakarta.

Menurut Abdullah, Indonesia itu negara hukum. Ciri negara hokum, itu pemimpinnya bersikap negarawan, sementara ciri negara kekuasaan pemimpinnya bersikap penguasa yang sewenang-wenang. “Jadi negara penguasa ya seperti Firaun yang akhirnya kemudian ditelan laut. Oleh karena itu, apa yang terjadi dengan peristiwa tanggal 7 Desember di tol KM 50 itu adalah manifestasi dari negera kekuasaan. Dimana rakyat kecil perlu tahu, bahwa, itu adalah drama ketika dilakukan apa yang disebut rekontruksi seperti itu,” ujarnya.

Untuk itu, Abdullah berharap Jokowi bertanggungjawab layaknya seorang negarawan. Jika tidak, ia khawatir yang akan terjadi ke depannya. “Kalau tidak saya khawatir beberapa puluh tahun yang akan datang HRS menjadi imam solat dari jenazahnya Jokowi,” tandasnya sebagaimana dikutip suara.com. (sumber rmol.id, suara.com)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry