MODERASI. Ning Ita didampingi Soegeng Rijadi Prajitno dan Bambang Sunaryadi (kemeja batik) saat FGD moderasi beragama. (DUTA.CO/YUSUF W)

MOJOKERTO | duta.co – Pemkot Mojokerto melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) Pembinaan dan Penguatan Moderasi Beragama Bagi Tenaga Pendidik/Guru Pendidikan Agama Kota Mojokerto Tahun 2023 di Sabha Mandala Madya, kantor Pemkot Mojokerto, Rabu (18/10/2023).

Hadir dalam acara tersebut antara lain Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari, Plt Kepala Bakesbangpol Kota Mojokerto Soegeng Rijadi Prajitno SH, dan perwakilan dari Kemenag Kota Mojokerto Bambang Sunaryadi serta 75 orang sebagai peserta.

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang akrab disapa Ning Ita mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari Perpres No. 58 Tahun 2023 terkait dengan pelaksanaan moderasi beragama di Kota Mojokerto, khususnya generasi penerus bangsa yang berada di bawah tanggung jawab sebagai guru agama.

“Panjenengan ini tugasnya luar biasa, mulia sekaligus berat kalau dilihat dari substansinya,” ujar Ning Ita di hadapan peserta FGD.

Kalau dilihat dari urusannya, lanjutnya, urusannya cuma satu, yakni urusan pendidikan agama. Tapi, kalau dinilai dari substansinya, justru berat. “Karena keberhasilan atau kegagalan untuk mencetak generasi bangsa ke depan, itu berada di pundak panjenengan. Itu kacamata saya. Karena melalui pendidikan dini inilah kita bisa menanamkan pondasi, penguatan karakter keagamaan, budaya, dan dasar negara,” tandasnya.

Tantangannya di era digitalisasi ini yakni arus derasnya informasi tidak bisa dibendung. “Kita bisa tahu segala informasi secara real time di belahan dunia manapun. Inilah derasnya arus informasi di era digitalisasi,” katanya.

Tantangannya di era digital ini, di era derasnya arus teknologi informasi yang sangat terbuka ini, ada dampak positif namun tantangannya ada pada dampak negatifnya.

“Bagaimana kita menjadi pengawas dan pengendali, khususnya untuk anak-anak didik kita sebagai calon generasi penerus bangsa terhadap dampak negatif arus keterbukaan informasi yang sedemikian hebatnya,” tegasnya.

Kemudian Ning Ita mencontohkan, di tahun politik yang sedang menghangat ini bahwa isu sara dijadikan komoditas. “Politik identitas digaungkan secara masif melalui sosial media. Ini tantangan,” katanya.

Menurutnya, di era digitalisasi ini hampir tidak ada anak didik yang tidak pegang gadget. “Apakah anak-anak kita ketika pegang gadget didampingi seratus persen? Ketika tidak didampingi, sangat mungkin mengakses politik identitas atau isu sara yang dikemas dalam game yang sangat menarik,” tuturnya.

Di Indonesia, termasuk kota Mojokerto, ada enam agama, sehingga ada enam perbedaan agama yang dianut. “Dan ini semua saudara. Kita tidak boleh menganggap berbeda karena menyangkut keyakinan. Hal demikian harus ditanamkan sejak dini,” pintanya.

Namun demikian, lanjutnya, saat ini isu-isu terkait perbedaan beragama sudah tereleminir. Namun, bukan berarti harus lengah. “Kita harus jaga kerukunan di antara semuanya. Harus terus digaungkan kepada anak-anak kita untuk terus menjaga persaudaraan meskipun berbeda-beda,” harapnya.

Yang terakhir, Ning Ita mengatakan, meskipun tugas guru agama berat secara substasi namun jika dilakukan dengan ikhlas akan diberikan kemudahan oleh Tuhan.

“Terimakasih sudah konsisten mendidik anak bangsa, menyiapkan calon pemimpin bangsa ke depan yang memiliki karakter Pancasila, yang memiliki pondasi keagamaan yang kuat, sehingga kita yakin ke depan akan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang jauh berkualitas dibandingkan kita hari ini,” pungkasnya. (ywd)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry