SURABAYA I duta.co – Dalisme Kepengurusan Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel (MASA) sepertinya tidak segera selesai. Meski penggugat dan para tergugat sudah melakukan mediasi di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya hingga empat kali, tetapi tidak menemui solusi.

Kuasa hukum penggugat dari Lembaga Penyuluh dan Bantuan Hukum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Jatim tetap berharap ada upaya perdamaian meski pada sidang berikutnya sudah memasuki pokok perkara. Menurut salah satu anggota LPBHNU Jatim, M Romli, selaku kuasa hukum penggugat, DR H Achmad Wahyuddin SH MH, menduga para tergugat Muhammad Zeid, Achmad Hood, Mochammad Zainal Abidin, Muhammad Aboe Bakar SH, Agus Arisutino (Notaris di Surabaya) sebagai tergugat I, II, III, IV dan V. Dan Kementerian Hukum dan HAM (turut tergugat I) bersama Kantor Pertanahan Kota Surabaya II (turut tergugat II), telah merekayasa kehadiran daftar rapat Pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja dengan merekayasa kehadiran daftar rapat Pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel dalam penerbitan Akta Nomor 14, tertanggal 16 Januari 2020.

Romli menjelaskan, pihak yang diwakilinya yakni Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel telah mengajukan gugatan di PN Surabaya untuk menyelesaikan dualisme ini. Dan pihaknya telah melakukan mediasi dengan para tergugat yang dimediatori majelis hakim PN Surabaya hingga empat kali mediasi, serta mengajukan sembilan poin damai, tetapi belum ada tanggapan dari pihak Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja.

“Setelah kami sampaikan beberapa poin perdamaian tetapi dari para tergugat tidak ada jawaban,” kata Romli.

Romli menjelaskan, dualisme Kepengurusan Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel sudah terjadi sejak lama, dengan munculnya akta baru padahal pihak yang diwakilinya telah mengantongi akta pendirian yang dibuat Notaris Retno Dewi Kartika SH MKn dan telah disahkan sebagaimana Surat Kemenkumham sebagaimana Nomor SK AHU-0017289.AH.01.04 tahun 2018, dan telah diubah melalui Akta Nomor 19 tentang Berita Acara Rapat Gabungan Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel pada 24 September 2019.

“Yang sangat disayangkan adanya pembuatan – pembuatan akta baru dan pengurus baru tanpa adanya musyawarah dan tanpa pembicaraan terlebih dahulu,” tegas Romli.

Dalam gugatannya pihak penggugat memohon kepada majelis hakim PN Surabaya, agar mencabut dan membatalkan Akta Nomor 51 tanggal 24 Oktober, tentang pernyataan keputusan rapat Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel yang dibuat Notaris Iyen Suhesti SH, menyatakan tidak sah dan batal demi hukum Akta Nomor 14, tanggal 16 Januari 2020, tentang perubahan anggara dasar Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel yang dibuat Notaris Agus Ari Sutikno SH (Notaris Surabaya), menyatakan batal dan tidak sah Akta Nomor 2, tanggal 7 April 2020, tentang perubahan Pengurus Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja yang dibuat Notaris Agus Ari Sutikno SH (Notaris Surabaya). Dan menyatakan batal dan tidak sah Akta Nomor AHU-000131.AH.01.04 tahun 2020 atas nama Yayasan Masjid Agung Suna Ampel Soerabaja. Serta menyatakan tidak dan batal demi hukum Hak Milik SHM Nomor 1208 Surat Ukur Nomor 194/Ampel/2001, tanggal 15 Agustus 2001, luas 18.470 M2, alamat Kelurahan Ampel tertulis Yayasan Masjid Agung Sunan Ampel Soerabaja.

Selain mengajukan gugatan di PN Surabaya. Pihak penggugat juga telah mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kepada Menteri Hukum dan HAM. Penggugat memohon agar Majelis Hakim PTUN Jakarta membatalkan Akta Nomor AHU-000131.AH.01.04 tahun 2020 atas nama Yayasan Masjid Agung Suna Ampel Soerabaja yang diterbitkan Menteri Hukum dan HAM. (zi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry