Bimbingan Advokasi tentang Partisipasi Perempuan dihadiri oleh Darmantono (tengah) selaku Kepala Dinsos PPPA Kabupaten Nganjuk
NGANJUK | duta.co – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) menyelenggarakan Bimbingan Advokasi tentang Partisipasi Perempuan di Bidang Politik, Hukum, Sosial, dan Ekonomi. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinsos PPPA Kabupaten Nganjuk, Darmantono di Ruang Aula Dinsos PPPA, Rabu (1/11/2023).
Menurut Darmantono, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memberikan wawasan dan pengetahuan perempuan tentang kesetaraan gender, serta mendorong para perempuan untuk berani tampil di depan publik. Oleh sebab itu perempuan dengan keahlian dan kemampuannya diharapkan akan dapat mengisi ruang publik.
“Saat ini perempuan mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan, dan perempuan mempunyai tempat dan peran sama seperti kaum laki-laki,” terangnya.
Oleh sebab itu, masih kata Darmantono, partisipasi perempuan dalam pembangunan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Dan kaum perempuan juga dapat berperan lebih dan berpartisipasi lebih dalam bidang Hukum, Politik, Sosial dan Ekonomi.
“Sebagai contoh, advokasi diberikan Dinas Sosial PPPA terhadap perempuan salahsatunya yakni melalui program Sapa Mama,” imbuh Darmantono.
Maka dari itu pihaknya berharap agar terus digencarkan di semua desa/kelurahan di Kabupaten Nganjuk. Hal ini penting guna meningkatkan pengetahuan perempuan, anak, dan kaum marginal untuk mendapatkan haknya sebagai individu dan warga negara yang memiliki kedudukan yang setara.
“Dengan begitu akan  terwujud keadilan dan kesetaraan gender,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan oleh  One Widyawati, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Kesetaraan Gender Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, dan di era emansipasi seperti sekarang, perempuan acapkali dianggap sebagai Kelompok Kelas Kedua, sehingga mereka tidak memperoleh persamaan hak dengan laki-laki.
“Selain itu perempuan dinilai hanya terfokus melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan urusan domestik rumah tangga,” ujarnya.
Dan seiring berjalannya waktu, perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan. Oleh karena itu hadirnya Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia (HAM) Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (3), One Widyawati menjelaskan, bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin telah dilarang oleh hukum. Aturan hukum lainnya harus meniadakan diskriminasi dalam setiap aspek kehidupan, sosial, politik, ekonomi, budaya dan hukum.
Dan juga UU No 7 tahun 1984 tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Misalnya, dalam hak dalam ketenagakerjaan,  setiap perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-laki.
Diantara hak ini meliputi kesempatan yang sama dari proses seleksi, fasilitas kerja, tunjangan, dan hingga hak untuk menerima upah yang setara serta menjadi pemimpin. Oleh karena itu, kehadiran perempuan di segala bidang publik mulai bermunculan dan diakui, serta perempuan mempunyai peran dan tempat yang sama.
“Misalnya, keterwakilan perempuan dikancah parlemen juga diperhitungkan saat ini,” tandasnya.
Keterwakilan perempuan dalam mengisi kursi wakil rakyat dapat terpenuhi 30% bisa berkesempatan duduk dilembaga legislatif. Sehingga, perempuan juga dapat menjadi wakil rakyat dan duduk di kursi parlementer.
“Aspirasi dalam menyuarakan suara perempuaan dan akan menjadi lebih terbuka karena pengalaman perempuan berbeda dengan laki-laki,” pungkasnya. (emy/fiky/deka)