Endang Sulistiyani, M.Kom – Dosen Program Studi S1 Sistem Informasi, FEBTD

PERKEMBANGAN UMKM sebagai critical engine perekonomian bangsa mulai menjadi nyata. Berdasarkan Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) pada 2021, jumlah pelaku UMKM di Indonesia sebanyak 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07 %.

Tidak hanya itu, UMKM juga mampu menyerap 97 % dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,4 % dari total investasi di Indonesia.

Namun, kabar bahagia tersebut masih diiringi dengan kabar tidak menyenangkan. Apa itu? Rendahnya literasi keuangan pelaku UMKM. Berdasarkan data OJK, tingkat literasi keuangan di Indonesia baru mencapai sekitar 38,03 persen pada 2019.

Survey lain menyatakan sekitar 90% UMKM di Indonesia yang tidak bertahan lebih dari 5 Tahun karena tidak memahami akuntansi. Bagi UMKM, persoalan literasi dan pengelolalan keuangan sering kali terabaikan.

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Vice President of Seller Experience Tokopedia Puput Hidayat dalam konferensi pers acara ”Konferensi Maju Digital untuk Pegiat UMKM” mengungkapkan bahwa masih ada sejumlah pelaku UMKM menganggap hasil penjualan sebagai pemasukan semata dan kurang terbiasa menyisihkan sebagian untuk modal atau investasi kegiatan promosi.

Permasalahan umum lain yang dihadapi pelaku UMKM adalah penguasaan teknologi. Meskipun kecanggihan teknologi menawarkan berbagai kemudahan, masih terdapat sejumlah UMKM yang merasa terintimidasi dengan hadirnya teknologi digital. Pencatatan keuangan seringkali dilakukan secara manual yang rentan dengan kerusakan dan ketidakakuratan data.

Di sisi lain Bapak Presiden meminta agar ada 30 juta UMKM yang go digital di 2024 mendatang. Sementara itu, Rizky Arief Dwi pendiri UMKM parfum ”HMNS”, mengungkapkan bahwa pengelolaan keuangan yang baik membuat UMKM terus berinovasi menghasilkan produk baru. UMKM juga bisa memanfaatkan aneka perangkat lunak pengelola keuangan.

Manajemen keuangan mikro pada bisnis UMKM dapat diterapkan dengan cara memisahkan uang pribadi dan usaha, membuat pencatatan arus kas, membuat rencana penggunaan uang, mengontrol arus usaha, dan menerapkan disiplin pada diri sendiri untuk menjalankan hal-hal tersebut. Hal ini dilakukan agar para pelaku usaha dapat mengelola keuangan dengan baik serta meninjau ulang sumber pemasukan dan pengeluaran dalam usahanya.

Lantar apa solusi untuk rendahnya literasi keuangan pelaku UMKM di era digital? Digitalisasi manajemen keuangan UMKM adalah jawabannya.

Program Pengabdian Kepada Masyarakat dosen menjadi media mengaktualiasikan solusi ini. Terdapat dua fokus pada inisiatif ini. Pertama adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan manajemen keuangan seperti melalui pelatihan penyusunan laporan raba lugi dan pentingnya pemisahan keuangan pribadi dan usaha.

Kedua adalah pemanfaatan kecanggihan teknologi untuk membantu proses manajemen keuangan. Salah satunya adalah penggunaan SIKAS (Sistem Informasi KAS). Sebuah sistem informasi untuk melakukan pencatatan pendapatan dan pengeluaran serta penyusunan laporan rekapitulasi kas.

Melalui program ini, diharapkan rendahnya tingkat literasi keuangan pelaku UMK dapat ditingkatkan. Tidak hanya itu, pemanfaatan teknologi secara menyeluruh dalam pengelolaan usaha dan penguasaan teknologi juga dapat diwujudkan. Akhirnya, literasi keuangan di era digital harus meliputi dua aspek, yaitu literasi keuangan dan literasi digital. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry