Mahbub Djunaidi. Keterangan gambar @pr_alkhawarizmi

SURABAYA | duta.co – Saat ini sedang viral pengusulan Ketua Umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Mahbub Junaidi sebagai Pahlawan Nasional. Wacana ini diendorse oleh Pengurus Koordinator Cabang PMII Jawa Timur (PKC PMII Jatim).

Mahbub Junaidi adalah sastrawan, jurnalis dan penulis yang mendapat julukan sebagai pendekar pena. Bukan saja pendiri PMII, tetapi juga Ketua Umum pertama PMII sekaligus pembangun narasi dan pengukir sejarah awal PMII.

Seperti kita tahu, PMII terus berkesinambungan hingga saat ini. Organisasi ini telah melahirkan banyak stok sumber daya manusia (SDM) kepemimpinan nasional maupun daerah. PMII seakan menjadi ‘pabrik’ pemimpin negara, maka, wajar sekali bila Pengurus PMII saat ini bertekad kuat memperjuangkan Mahbub Junaidi sebagai Pahlawan Nasional.

Terkait ramainya wacana pengusulan Ketua Umum pertama PMII sebagai Pahlawan Nasional, Pengamat Sosial Politik Firman Syah Ali setuju, juga mengusulkan tokoh utama pendiri GMNI juga menjadi Pahlawan Nasional. GMNI adalah organisasi yang berwatak nasionalis dan berasaskan marhaenisme.

Cak Firman (tengah) bersama tokoh HMI dan GMNI (almarhum Martono, kanan)

“Saya setuju sekali dengan pengusulan tokoh utama sejarah awal PMII sebagai Pahlawan Nasional, bahkan bukan hanya tokoh utama sejarah awal PMII, saya juga usul tokoh utama sejarah awal Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) juga menjadi pahlawan nasional,” ucap Ketua Umum Pengurus Provinsi Indonesia Karate Do (INKADO) Jatim ini, Senin (21/11/22).

Menurut, tiga organisasi mahasiswa ini menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa. “Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GMNI dan PMII adalah tiga organisasi yang melahirkan banyak pemimpin bangsa di berbagai sektor, baik pusat maupun daerah. Tiga ormas ini sudah menjadi pabrik pemimpin bangsa, maka wajar jika tokoh utama sejarah awal ketiga organisasi ini menjadi pahlawan nasional,” lanjut tokoh olahraga Jatim ini.

“Tokoh utama sejarah awal HMI (Lafran Pane red.) telah diangkat sebagai pahlawan nasional beberapa waktu lalu, waktu itu Menteri Sosialnya kebetulan alumni PMII, yaitu Ibu Khofifah Indar Parawansa, sekarang tibalah saatnya tokoh utama sejarah awal PMII dan GMNI juga diangkat sebagai Pahlawan Nasional, mengingat kontribusi besar ketiga komponen utama kekuatan mahasiswa Indonesia terhadap bangsa dan negara. Selamat berjuang untuk pahlawan kita, terus semangat dan jangan kasih kendor,” pungkas Pengurus Harian Pengurus Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (PH PWLP Ma’arif NU) Jatim ini.

Bung Karno pun Kagum

Tidak berlebihan, kalau Mahbub Djunaidi menjadi pahlawan nasional. Lelaki yang lahir di Jakarta pada 22 Juli 1933 itu sangat layak memperoleh anugerah tersebut. Ia terkenal sebagai wartawan-sastrawan, agamawan, organisatoris, kolumnis, politikus, serta predikat baik lainnya. Ini bukan predikat main-main, karena ia memang seorang yang memiliki talenta luar biasa. Kritik-kritik sosial dalam tulisannya begitu tajam, begitu dalam.

Kepiawaiannya dalam menulis, membuat ia jejuluk pendekar pena. Bahkan bahkan Bung Karno pun terkesan dengannya. Kebiasaan menulis telah ia lakukan sejak duduk di bangku SMP. Bahkan di masa itu, cerpennya berjudul ‘Tanah Mati’ (Kisah, sebuah majalah kumpulan cerita pendek bermutu), memancing banyak komentar, termasuk penilaian pengelolanya HB Jassin, sang legendaris paus sastra Indonesia itu.

HB Jassin juga sangat kagum dengan tulisan Mahbub muda. Baginya, Mahbub mampu memandang persoalan dari seginya yang kocak. Elaborasi antara humor dan satire (cemooh kocak) dengan unsur kritik.

Gaya tulisannya ringan dan menyenangkan, seolah-olah main-main, padahal persoalannya begitu serius. Keberaniannya menyuarakan kebenaran dan membela wong cilik tak perlu kita ragukan. Sampai-sampai ia jejuluk si ‘burung parkit’ di kandang macan. Ia banyak menulis, memberi perhatian dan pembelaan kepada kaum miskin. Termasuk kepada anak-anak pedagang asongan dan para pengemis cilik di persimpangan-persimpangan jalan.

Mahbub kita kenal sebagai pribadi yang ringan ceria, kocak berolok. Baginya semua orang tak ada bedanya, tidak bermartabat lebih tinggi dan lebih rendah, hanya karena jabatan dan pekerjaannya. Lapisan pergaulannya sangat luas, dan semua ia sapa dengan Anda, dengan saudara, dengan Bung.

Dalam salah satu tulisannya di harian Duta Masyarakat, Mahbub mengemukakan pendapatnya bahwa Pancasila mempunyai kedudukan lebih sublim ketimbang Declaration of Independence susunan Thomas Jefferson yang menjadi pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat tanggal 4 Juli 1776, maupun dengan Manifesto Komunis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels tahun 1847.

Tulisan itu terbaca Bung Karno, karena tulisan itu pula, Bung Karno takjub kepadanya. Di luar kegiatan tulis menulis, Mahbub pernah bergabung dengan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) selagi masih duduk di SMA. Pada tahun 1960, ia terpilih menjadi ketua umum pertama PMII. Selama menjadi ketua umum PMII, Mahbub berusaha dengan sungguh-sungguh menjadikan PMII wadah pembentukan kader, sebagaimana amanat kepadanya oleh Musyawarah NU seluruh Indonesia.

Salah satu cara membentuk jiwa dan menempa semangat kader adalah melalui lagu-lagu, khususnya lagu mars organisasi. Dia sendiri menyusun lirik lagu mars PMII, lagu yang sampai kini berkumandang setiap memulai acara penting PMII, hingga sekarang. Jasanya tidak bisa kita lupakan. Dan, semoga semangat juangnya terus menginspirasi generasi ke depan. (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry