Gus Aam Wahib (H Agus Solachul Aam) ditemui sesaat sebelum pergi ke Jakarta.

SURABAYA | duta.co – Kebijakan pemerintah semakin sulit dipahami. Selain lemahnya koordinasi antarinstansi pemerintah, belakangan, beleid Presiden Jokowi juga dinilai keluar dari nalar wong cilik.

“Membingungkan dan meresahkan rakyat kecil,” demikian komentar H Agus Solachul Aam Wahib (Gus Aam) terkait kabar baru kenaikan kembali iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres 64/2020.

“Padahal, kenaikan itu, baru saja dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Saya tak habis pikir, mengapa pemerintah sekarang suka bikin ‘gaduh’? Apakah memang sudah lempar handuk, tak mampu lagi mengemban amanah?” tegas Gus Aam Wahib kepada duta.co, Rabu (13/5/2020).

Seperti diberitakan, MA sudah membantalkan rencana kenaikan iuran BPJS. Dan BPJS Kesehatan mengaku telah menerima keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait pembatalan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Keputusan yang dimaksud tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 7/P/HUM/2020 yang terbit per 1 April 2020 lalu.

Tapi, kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan (lagi) iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II. Adapun untuk kelas III baru akan naik pada 2021. Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 34 sebagaimana dikutip detikcom, Rabu (13/5/2020) berbunyi: Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.

Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.

Perpres menjelaskan ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020. Untuk Januari, Februari, dan Maret 2020, iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu: Kelas I sebesar Rp 160 ribu, Kelas II sebesar Rp 110 ribu, kelas III sebesar Rp 42 ribu.

Membingungkan

Untuk April, Mei, dan Juni 2020, sebesar: Kelas I sebesar Rp 80 ribu, Kelas II sebesar Rp 51 ribu Kelas III sebesar Rp 25,500. “Dalam hal Iuran yang telah dibayarkan oleh Peserta PBPU dan Peserta BP melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), BPJS Kesehatan memperhitungkan kelebihan pembayaran Iuran dengan pembayaran luran bulan berikutnya,” demikian bunyi pasal 34 ayat 9 sebagaimana dikutip detik.com.

Kisah iuran BPJS ini memang panjang. Sebelumnya, pada 2018, Jokowi menandatangani Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran yaitu: Sebesar Rp 25.500 untuk kelas III, Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas II dan Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas I.

Tetapi, setahun kemudian, 2019, Jokowi menandatangani Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Besaran iuran naik, berubah menjadi: Rp 42.000 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. Rp 110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau. Rp 160.000 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

Kenaikan ini digugat oleh seorang pedagang kopi, Kusnan Hadi, melalui Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (1/11). Kuasa hukum penggugat, Muhammad Sholeh, mengatakan, kenaikan iuran ini dianggap memberatkan. Mahkamah Agung (MA) lalu membatalkan Perpres Nomor 75/2019. MA mengembalikan iuran menjadi Sebesar Rp 25.500 untuk kelas III. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas II. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas I.

Tetapi, hari ini, Presiden Jokowi meneken kembali kenaikan BPJS. “Ini membingungkan rakyat kecil,” tegas Gus Aam. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry