Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (kanan) dan Ketua MA Muhammad Syarifuddin. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Bukan cuma penguji tesis yang memberikan apresiasi terhadap Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, usai menjalani sidang S2 pada Program Studi Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, Senin (25/7/2022).

Kini, beredar di media sosial, pujian dari Prof Dr Nazaruddin Sjamsuddin, MA tentang kegigihan LaNyalla dalam menempuh pendidikan formal. LaNyalla, ternyata, tidak tergiur dengan gelar kehormatan. Padahal, sebagai Ketua DPD RI sudah on the track untuk mendapatkannya.

“Ya! Saya juga membaca di medsos komentar beliau (Prof Dr Nazaruddin red.). Menurutnya, sikap Pak LaNyalla ini bisa menjadi titik balik bagi pemburu gelar kehomatan yang sedang marak. Ini, sekaligus akan mendorong munculnya sikap malu menyandang gelar kehormatan,” demikian Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH kepada duta.co, Selasa (26/7/22).

Seperti kita baca di medsos, ada catatan atas nama Prof Dr Nazaruddin Sjamsuddin, Guru Besar Universitas Indonesia (UI). Menurutnya, LaNyalla memang beda. Dia tidak mau mencari atau diberi gelar kehormatan. Padahal dalam situasi dan posisi sekarang beliau sudah on the track untuk mendapatkannya. Cukup Gelar S-2, yang sampai saat ini belum ada embel-embel kehormatan. Bisa-bisa ini akan menjadi titik balik bagi perburuan gelar kehormatan yang sedang marak sekarang ini.

LaNyala mmg beda. Ga mau mencari atau diberi gelar kehormatan. Pdhl dlm situasi dan posisi skrg beliau sdh on the track utk mendapatkannya. Cukup Gelar S-2 saja, yg smp saat ini belum ada embel2 kehormatan. Bisa2 ini akan menjadi titik balik bagi perburuan gelar2 kehomatan yg sdg marak skrg ini,” tulisnya.

Mungkin ini akan mendorong munculnya sikap malu menyandang gelar kehormatan. Sy ingat dulu di th 1984 prnah Mendikbud Nugroho Notosusanto punya rencana utk mengeluarkan larangan menggunakan gelar ilmiah kehormatan. Sy ditunjuk utk memimpin tim perumusannya. Tp idea tdk dilanjutkan stlh beliau alm. Klo idea itu jalan, sy kira tdk akan muncul situasi spt skrg. Krn itu sy salut sm LaNyala yg tdk mau mengambil jalan pintas. Bravo LaNyala,” punngkasnya.

Sampai berita ini terunggah, duta.co belum mendapat jawaban dari Prof Dr Nazaruddin Sjamsuddin. Tetapi, substansi catatannya sejalan dengan apresiasi para penguji S2 LaNyalla yang bertajuk ‘Pengajuan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Jalur Non Partai Politik Sebagai Penguatan Demokrasi’.

Tesis ini mendapat apresiasi para dosen penguji, yakni Dr Rosa Ristawati, SH, L.LM, Dr Sukardi, SH, MH dan Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono, SE, MSi. Hadir pula dosen pembimbing LaNyalla, Dr Suparto Wijoyo, SH, M.Hum dan Dr Radian Salman, SH, L.LM.

Menurut LaNyalla, sistem Demokrasi Pancasila yang dibangun para pendiri bangsa, dimana nilai-nilainya menjadi grondslag bangsa ini, membuka peluang kepada siapapun untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden. Inilah yang kemudian diberangus oleh Mahkamah Konstitusi dengan menolak gugatan ambang batas 20%.

Penguji Dr Rosa Ristawati, SH, L.LM memberi apresiasi gagasan yang diangkat LaNyalla dalam tesis kali ini. Calon independen dalam sistem presidensial menjadi alternatif bagus, di samping kerumitan yang kuncinya ada pada Amandemen konstitusi. “Jadi saya kira perlu ditambahkan hal tersebut,” puji Rosa.

Di Indonesia, Rosa melanjutkan, ada fenomena yang disebutnya ekor jubah. Suara partai politik akan melonjak naik jika memiliki figur kepemimpinan yang kuat. “Padahal partainya tak kuat. Nah, dalam posisi ini, calon independen bisa menjadi alternatif, karena pemilih melihat figur capres,” tambah Rosa serius.

Sementara Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono, SE, MSi juga mengapresiasi tesis LaNyalla. Secara umum Nafik menilai tesis LaNyalla sudah sangat komprehensif dalam membahas dinamika ketatanegaraan di Republik ini.

“Saya kira perlu ditambahkan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia. Secara umum ini bagus, tapi ujungnya harus demi kesejahteraan rakyat. Kita sarankan setelah lulus langsung daftar S3,” imbuhnya.

Ketua tim penguji, Dr Sukardi, SH, MH menegaskan jika tesis LaNyalla diterima oleh para dosen penguji. Mendengar hal itu, dosen pembimbing LaNyalla, Dr Suparto Wijoyo, SH, M.Hum langsung memberi ucapan selamat kepada LaNyalla.

“Selanjutnya, jika ingin mengajukan S3, maka tesis ini diteruskan saja dengan tema ‘pengajuan calon independen untuk penguatan demokrasi demi kesejahteraan rakyat’. Itu kelanjutan dari tesis ini,” ujar Suparto.

Sementara Dr Radian Salman, SH, L.LM lebih ingin mendengarkan heroisme perjuangan LaNyalla dalam memperjuangkan Capres independen. Senada dengan Suparto, Radian pun menyarankan agar LaNyalla meneruskan S3. “Agustus 2022 ini yudisium dan wisuda pada bulan September 2022. Segera daftarkan S3, ikut edisi September 2022 atau Februari 2023,” saran Radian.

Gus Yasien, panggilan akrab Tjetjep Mohammad Yasien, SH, MH memberikan catatan menarik dari tesis LaNyalla. Menurut pengacara senior ini, tesis berjudul ‘Pengajuan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Jalur Non Partai Politik Sebagai Penguatan Demokrasi’ ini bakal membuka mata publik, betapa kehancuran ekonomi, politik, hukum di negeri ini bermula dari hancurnya konstitusi.

“Ketika rakyat sudah dibuat miskin, maka, mereka tidak akan mampu berpikir soal konstitusi. Ini kondisi sekarang. Mereka hanya butuh BLT (Bantuan Langsung Tunai) karena sudah menjadi urusan perut. Padahal, sejatinya, semua itu gara-gara konstitusi kita yang tidak berpihak pada rakyat. Maka, sekarang, rakyat harus bangkit, ikuti gerak perjuangan Bang LaNyalla, kembalikan kedaulatan rakyat,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry