PROTES TRUMP: Aksi memprotes kebijakan Donald Trump soal menolak pengungsi/pendatang dari tujuh negara mayoritas muslim merambat ke Jakarta, di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (5/2). (IST)
PROTES TRUMP: Aksi memprotes kebijakan Donald Trump soal menolak pengungsi/pendatang dari tujuh negara mayoritas muslim merambat ke Jakarta, di Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (5/2). (IST)

WASHINGTON | duta.co – Pengadilan banding Amerika Serikat (AS) menolak gugatan banding pemerintahan Donald Trump soal larangan muslim masuk AS.

Sebelumnya, hakim federal Amerika Serikat James Robart membatalkan kebijakan larangan imigrasi Presiden Donald Trump di seantero Amerika. Pembatalan sementara itu menjadi reaksi paling keras atas kebijakan larangan imigrasi Trump yang baru ditetapkan pekan lalu.

Kebijakan Trump itu melarang kedatangan warga tujuh negara berpenduduk mayoritas muslim ke Neeri Paman Sam tersebut. Tujuh negara itu adalah Suriah, Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan dan Yaman.

“Permintaan banding untuk putusan segera atas dasar pertimbangan penuh terhadap mosi darurat ditolak,” tulis putusan Pengadilan Banding AS ke-9, demikian dikutip dari independent.co.uk, Minggu (5/2).

Pemerintahan Presiden Donald Trump memang mengajukan banding atas perintah pengadilan federal yang membatalkan keputusannya yang dinilai kontroversial di dunia. Banding itu dilakukan melalui the 9th US Circuit Court of Appeals, atas nama Trump, Menteri Keamanan Dalam Negeri John Kelly, dan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson.

Trump sendiri bersumpah untuk membatalkan putusan hakim, federal tersebut. Dia menuding putusan itu membuat negaranya jauh dari penegakkan hukum dan bisa membuat orang yang berbahaya dengan mudah masuk ke AS.

“Hakim membuka negara kita untuk teroris potensial dan lain-lain yang tidak memiliki kepentingan terbaik di hati. Orang jahat akan sangat senang!” tulis Trump di Twitter.

Dokumen yang dimasukkan melalui pengadilan banding itu berjudul “memerintah pelarangan dan tindak pencegahan atas perintah eksekutif 27 Januari 2017 untuk melindungi bangsa dari masuknya teroris asing ke Amerika Serikat”.

Departemen Kehakiman menyebut dokumen itu diajukan untuk mempertanyakan pembatalan guna menghormati perintah eksekutif dari sang presiden. Di mana dalam pernyataannya sempat tercantum kata ‘keterlaluan’ terhadap pemerintah sebelum akhirnya dihilangkan.

Koran the Daily Mail melaporkan, Sabtu (4/2), setelah Robart mengumumkan keputusannya, pihak Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan kembali menerima visa dari tujuh negara muslim yang sebelumnya dilarang oleh Trump.

“Keputusan ini membatalkan perintah eksekutif mulai saat ini, tak seorang pun boleh berada di atas hukum, tidak pula seorang presiden,” kata Jaksa Agung Bob Ferguson menanggapi keputusan hakim federal itu.

Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer dalam pernyataannya menyesalkan keputusan Departemen Kehakiman tersebut, dan menyebut langkah itu ‘keterlaluan’.

Robart yang sebelumnya ditunjuk pada masa Presiden George W Bush, menyampaikan keputusan itu setelah negara bagian Washington dan Minnesota menyerukan penangguhan pemberlakuan larangan imigrasi Trump.

Kebijakan Trump itu pekan lalu langsung menuai protes dan unjuk rasa di seantero negeri dan membuat kekacauan di banyak bandara karena sejumlah pendatang ditangkap.

 

60.000 Visa Diberlakukan

Sementara itu, Deplu AS , Sabtu (4/2), mengembalikan keabsahan visa AS milik para warga negara asing yang sebelumnya dicabut di bawah perintah eksekutif Presiden Donald Trump. Deplu AS menyatakan, para warga negara yang dimasukkan dalam daftar larangan perjalanan namun sudah memiliki visa AS, sekarang sudah boleh memasuki AS.

Langkah Deplu itu muncul setelah hakim federal James Robart di Seattle, negara bagian Washington, pada Jumat memutuskan menolak perintah eksekutif Presiden Trump menyangkut larangan perjalanan. Karena itu, larangan tersebut langsung ditangguhkan di seluruh wilayah AS.

Sebelumnya, sekitar 60 ribu visa AS yang dimiliki para warga dari tujuh negara berpenduduk mayoritas muslim, yang masuk dalam daftar larangan perjalanan, untuk sementara dicabut berdasarkan perintah yang ditandatangani Trump pada Januari. Ketujuh negara itu adalah Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman.icu, dlm, ntr, xin

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry