Agus Wahyudi, S.Sos., M.Pd – Dosen PGSD, FKIP

PERNAHKAH kita menyadari bahwa setiap hari, dari bangun tidur hingga kembali beristirahat, kita selalu berinteraksi dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI)?

Teknologi AI telah menyelipkan diri dalam setiap sendi kehidupan sehari-hari kita dengan begitu kompleks. AI telah menemukan jalannya ke dalam berbagai aspek kehidupan modern, membentuk peradaban dan cara kita hidup dan berkembang biak.

Mengapa begitu gelisahnya ketika kita hendak berangkat namun gawai kita tertinggal? Atau seberapa menyebalkannya ketika listrik dan internet mati, walau hanya satu jam saja?

Info Lebih Lengkap Buka Website Resmi Unusa

Salah satu jawabannya adalah karena kita sudah terbiasa dan sangat ‘menggantungkan diri kita’ dengan adanya kecanggihan deep learning, seperti yang nampak pada speech recognition. Kita dapat memberi perintah kepada Google Assistant, Siri, Cortana, dan Alexa untuk melakukan apa yang kita inginkan.

Sejarah Singkat dan Cikal Bakal AI

AI sudah dikenal sejak lama, dimulai dari peradaban Yunani kuno. Meskipun saat itu belum ada istilah resmi, namun cikal bakalnya sudah ada. Misalnya, Hephaestus (Vulcan) adalah seorang pandai besi yang terkenal dengan banyak karya.

Dalam cerita-cerita Yunani, Hephaestus memiliki kemampuan untuk menciptakan berbagai karya seni dan alat dengan kecanggihan yang luar biasa pada masa itu.

Selain itu, terdapat juga legenda tentang makhluk bernama Talos, yang merupakan salah satu contoh awal dalam mitologi Yunani yang menyinggung tentang gagasan robot cerdas. Talos adalah patung besar dari perunggu yang dihidupkan oleh para dewa untuk menjaga pulau Kreta.

Dia memiliki kemampuan untuk bergerak dan berjalan secara mandiri, serta melindungi wilayahnya dari potensi ancaman.

Meskipun konsep Hephaestus dan Talos dalam mitologi Yunani lebih bersifat mitos dan legenda, hal tersebut menunjukkan bahwa manusia sejak zaman kuno telah mengeksplorasi ide tentang kecerdasan buatan dan makhluk buatan yang mampu melakukan tugas-tugas tertentu.

Pada 1206, Badiuzzaman Abu al-‘Iz bin Ismail bin ar-Razaz al-Jazari mengembangkan robot humanoid pertama yang bisa diprogram dan bekerja secara mekanis. Al-Jazari sendiri membaca banyak buku tentang matematika dan fisika, termasuk risalah-risalah karya para ilmuwan Yunani kuno.

Dari berbagai bahan bacaan itu, ia jatuh hati pada kajian tentang automata. Dalam bahasa Yunani, kata itu berasal dari “automatos” yang artinya ‘berlaku atas kehendak sendiri’ atau ‘bergerak sendiri’.

Al-Jazari juga menciptakan robot gajah penunjuk waktu. Benda ini kemudian dikenal sebagai “jam gajah” (the elephant clock).

AI lantas berkembang cukup signifikan pada pertengahan abad 20. Pada tahun 1956, misalnya, ilmuwan bidang komputer, John McCarthy, menciptakan suatu bahasa pemrograman tingkat tinggi yang disebut LISt Processing (LISP).

Pada masa inilah istilah “artificial intelligence” pertama kali diperkenalkan oleh John McCarthy, Marvin Lee Minsky, Herbert Alexander Simon, Allen Newell, dan Edward Albert Feigenbaum pada pertemuan di Dartmouth.

McCarthy sendiri mendefinisikan artificial intelligence sebagai aktivitas yang dilakukan manusia untuk membuat sebuah teknologi agar memiliki fungsi dan perilaku seperti halnya manusia.

Definisi ini telah menjadi dasar bagi pengembangan dan pemahaman tentang kecerdasan buatan dalam dunia ilmu komputer. */bersambung

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry