Tampak wanita Arab sedang mengemudi mobil, mereka bertepuk tangan setelah diperbolehkan menyetir dan mendapatkan SIM. (FT/LaPresse)

RIYADH | duta.co – Tiga tahun lamanya, Kerajaan Arab Saudi menerima rekomendasi Dewan Penasihat Kerajaan agar memperbolehkan perempuan mengemudikan mobil. Tapi, baru sekarang rekomendasi itu dijawab.  Hasilnya, Arab Saudi dalam waktu dekat akan memberikan izin bagi perempuan untuk menyetir mobil sendiri. Pengumuman ini disampaikan resmi Putra Mahkota Pangeran Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz Al Saud, pekan kemarin.

“Bulan Sya’ban mendatang (Mei 2017) akan menjadi bulan khusus bagi wanita Arab Saudi di mana mereka akan dibolehkan untuk mendapatkan lisensi menyetir,” ujar Pangeran Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz Al Saud.

Pemberian lisensi mengemudi mobil secara resmi akan dibuka setelah selesainya data yang diperlukan bagi perempuan di Kerajaan untuk dapat mengendarai mobil untuk pertama kalinya dalam sejarah Arab Saudi.

Muhammad bin Salman menambahkan bahwa ia telah melihat draft keputusan pemerintah yang memungkinkan perempuan untuk mengambil lisensi mengemudi mobil. Menurutnya hal ini telah dibahas dan baru akan diterbitkan dalam keputusan resmi pada bulan Sya’ban mendatang.

Draft sendiri meliputi pendirian sekolah swasta untuk pelatihan mengendarai mobil khusus bagi kaum perempuan sebelum mereka mengajukan SIM. Rencananya draft ini akan kembali dibahas dalam pertemuan pertama pemerintah yang akan dipimpin langsung oleh Raja Salman pada bulan ini.

Seperti pernah diberitakan, kerajaan sudah 3 tahun lalu (2014) menerima rekomendasi dari Dewan Penasihat Kerajaan untuk memperbolehkan perempuan mengemudi. Namun, Pemerintah Arab Saudi tetap mengeluarkan batas-batas jika perempuan ingin mengemudikan mobil di sana.

Pernah dilansir Belfast Telegraph, hanya perempuan yang berusia lebih dari 30 tahun diizinkan untuk mengemudikan mobil, selain itu perempuan juga dilarang mengemudikan mobil melebihi jam 20.00 waktu setempat, serta tidak boleh menggunakan make up selama mengemudi.

Perempuan juga hanya diperbolehkan untuk mengemudikan mobil di dalam kota saja, namun jika harus bepergian ke luar kota atau jarak jauh maka harus didampingi oleh muhrimnya. Dewan pertimbangan kerajaan mengeluarkan rekomendasi ini, karena pertimbangan dari para aktivis perempuan di Arab Saudi.

Arab Saudi menjadi satu-satunya negara yang masih memberlakukan larangan perempuan mengemudi kendaraan. Dulu, sejumlah negara di Timur Tengah pernah menerapkan hal serupa, kemudian berubah oleh perkembangan zaman.

Uni Emirat Arab, misalnya, negara yang kedua itu akhirnya tak lagi mengekang kaum Hawa berada di balik kemudi mobil. Kebijakan yang diterapkan Arab Saudi memang tak sekadar aturan semata. Pemerintah serius mengawal peraturan itu sekali pun bagi sebagian aktivis perempuan regulasi itu tak populis dan diskriminatif. Bahkan, mereka menuding aturan itu tak pernah tertulis secara legal formal.

Apa pun alasan para pejuang perempuan tersebut, tetap saja perempuan harus bersabar untuk tidak mengemudi. Pada Oktober misalnya, 16 wanita dinyatakan bersalah seusai mengikuti kampanye kebebasan perempuan mengemudi. Masing-masing, seperti dikutip Emirates247, mesti membayar denda sebesar 300 riyal (sekira Rp 900 ribu).

Lantas, apa landasan otoritas setempat berkeras melarang kaum hawa menyetir sendiri kendaraan mereka? Itu tidak terlepas dari fatwa Dewan Senior Ulama Negara yang kini dipimpin oleh Raja Abdullah bin Abd al-Azis saat itu.

Pada 7 November 1990/20 Rabiul Awal 1411, lembaga tersebut menyatakan fatwa larangan seorang perempuan mengemudikan mobilnya sendiri. Sejumlah nama tercatat mendukung fatwa ini antara lain Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abd ar-Razzaq Afifi, Syekh bin Abdudullah bin Abdurrahman bin Ghadyan, dan Syekh Shalih bin Muhammad bin Lahidan.

Pelarangan ini merujuk pada sejumlah argumentasi syari’i dan penyikapan atas merebaknya fenomena kerusakan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Di antara dalil tersebut, antara  lain bahwa pembiaran muslimah menyetir sendiri, sangat rentan dengan pelepasan jilbab yang mereka kenakan. Padahal, kewajiban menutup aurat adalah ajaran agama yang utama dan sangat ditekankan.

Ini seperti penegasan surah an-Nur ayat 31. Itu ditekankan antara lain dengan hadis Aisyah RA yang mengisahkan tentang kebiasaan para Muslimah di era Rasulullah SAW yang selalu berusaha menutup aurat. “Jika ada lelaki maka wajah kita tutup dengan cadar, bila telah lewat maka kembali kami buka (muka),” tutur Aisyah.

Selain dalil di atas, kedua lembaga fatwa otoritatif tersebut juga menukilkan dalil tentang larangan bercampurnya lelaki dan perempuan yang bukan mahram. Pemandangan tersebut dikhawatirkan terjadi bila seorang perempuan tetap memaksakan diri mengendarai mobil sendirian. Apalagi, seorang Muslimah dilarang bepergian tanpa didampingi mahramnya. Larangan ini jelas ditegaskan dalam rentetan hadis Rasulullah SAW.

Menurut Sheikh Mohammed al-Nujaimi, bila wanita dibolehkan mengemudi akan bebas meninggalkan rumah sendirian kapan pun mereka suka. Kedua, wanita akan melanggar aturan yang membatasi percampuran jenis kelamin karena berinteraksi dengan mekanik jika mobil mengalami sesuatu atau saat mengisi bensin. Ketiga, Arab Saudi memberlakukan pembatasan interpretasi versi Wahabi Islam Suni, di mana perempuan tidak diizinkan mengajukan SIM, sekali pun untuk waktu tertentu.

Nah, perubahan ini bukan hanya membuat wanita Arab girang, tetapi juga pabrik mobil di seluruh dunia ikut gembira. Pertanda pasar mereka semakin gemuk di Arab. Kalau selama ini di Arab pertahunnya hanya  terjual 400 sampai 1000 unit mobil, ke depan bisa berlipat-lipat. Waallahu’alam bish-shawab. (kiblat,em,rep)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry