JAKARTA | duta.co – Pengacara Hotma Sitompul mengaku pernah ditugaskan untuk mengurus surat-surat terkait pelaksanaan proyek e-KTP oleh Kemendagri. Dia menyurati seluruh pihak terkait agar pelaksanaan proyek berjalan lancar.

“Isi suratnya menjelaskan bahwa ini sudah terjadi lelang, sudah akan segera dilakukan pelaksanaannya supaya tidak terjadi gangguan dalam pelaksanaan proyek e-KTP,” kata Hotma saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (8/5/2017).

Surat di antaranya dikirimkan ke KPK, Mabes Polri, dan Polda Metro Jaya. Selain surat menyurat, Hotma juga diminta mengurus terkait konferensi pers.

Menurut Hotma, pihaknya mendapat kuasa dari Kemendagri saat pejabat Kemendagri saat itu Irman, Sugiharto, termasuk Chairuman Harahap datang ke kantornya. Hanya saja, secara resmi, kuasa diberikan oleh Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).  “Apakah bapak menerima sejumlah kompensasi dari Pak Sugiharto?” tanya jaksa Abdul Basir.

“Kami terima honor. USD 400 ribu dan Rp 150 juta,” ujar Hotma.

Hotma mengatakan, yang menerima uang tersebut stafnya yang bernama Mario sehingga ia tak bisa memastikan apakah uang tersebut ditransfer atau diberikan secara tunai.  “Yang terima Mario, lawyer kita, seingat saya dikasih cash. Saya tidak tahu (siapa orang yang kasih),” tutur Hotma.

Dalam proses review juga dilakukan aanwijzing atau penjelasan-penjelasan lebih jauh terkait proyek atau proses tender itu sendiri.

Terkait pengembalian uang ke KPK, mantan Deputi di BPKP Imam Bastari menegaskan tak pernah menerima apapun terkait proyek e-KTP. “Apakah pernah menerima uang atau sesuatu dari Kemendagri?” tanya jaksa.

“Saya katakan tidak ada, hubungan kerja saya sebatas profesional,” jawab Hotma.

Dalam kasus ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Sementara Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. net

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry