– KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Singosari Malang, Jawa Timur (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – KH Luthfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Al Murtadla Singosari Malang, Jawa Timur menilai niatan pemerintah membuat sertifikasi wawasan kebangsaan bagi para kiai, Dai sebagai penceramah agama sangat berlebihan. “Para kiai, Dai, penceramah agama itu tidak butuh lembar ijazah maupun sertifikat. Sama sekali tidak butuh. Kenapa? Karena semua itu tidak mempengaruhi kehidupan mereka,” jelas Gus Luthfi panggilan akrabnya kepada duta.co, Kamis (3/6/2021).

Menurut Gus Luthfi, yang dibutuhkan para kiai, Dai yang sehari-harinya berperan sebagai penceramah agama adalah kedalaman ilmu. Ini yang dibutuhkan masyarakat. ”Justru yang dibutuhkan adalah kedalaman ilmu serta keteladanan prilakunya. Di sini masyarakat merasa terbimbing dan terayomi dengan kehadiran seorang kiai,” jelas santri ulama kharismatik, As-Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani ini.

Seperti diberitakan, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, dengan alasan penguatan moderasi beragama, maka, para Dai dan penceramah agama akan disertifikasi wawasan kebangsaannya. Yaqut mengatakan, sertifikasi ini terkait dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah.

Apalagi, katanya, jaringan stakeholders dari Kementerian Agama yang berasal dari organisasi ke masyarakat agama dan lembaga dakwah cukup luas, dan perlu berkontribusi dalam memecahkan problematika ‘what’.  “Salah satunya dengan melakukan bimbingan kepada para Dai dengan menggandeng peran Ormas Islam dan lembaga dakwah,” ungkap Yaqut dalam Rapat Kerja dengan DPR RI Komisi VIII seperti dkutip tribunnews.com.

Fasilitas pembinaan ini, kata Yaqut, untuk meningkatkan kompetensi para Dai dalam menjawab dan merespon isu-isu aktual dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan slogan Hubbul Wathon Minal Iman.  “Pelaksanaan bimbingan teknis kepada para Dai juga sejalan dengan upaya penguatan moderasi beragama yang dicanangkan dalam RPJMN 2020-2024,” paparnya.

Saat ini, Yaqut mengatakan bahwa moderasi beragama telah menjadi bagian dari arah kebijakan dan strategi pemerintah menuju revolusi mental dan pembangunan kebudayaan. Nantinya, bimbingan teknis akan diselenggarakan oleh Ditjen Bimas Islam baik di tingkat pusat maupun di tingkat instansi vertikal dengan menggandeng peran serta organisasi masyarakat Islam setempat.  “Para Dai yang sudah mengikuti Bimtek akan memperoleh sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Kementerian Agama,” jelasnya.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad, kepada republika.co.id  mempertanyakan siapa target dari sertifikasi ini dan apa manfaat yang diterima oleh penceramah dan Dai yang disertifikasi. “Kalau sertifikasi ini untuk para aparatur sipil negara (ASN), bolehlah. Tapi, kalau untuk yang lain, seperti penceramah dari ormas atau freelance, apa jangkauannya? Itu tidak ada hubungan kerja dengan Kemenag,” ujarnya.

Ia mempertanyakan manfaat lebih lanjut yang bisa diterima penceramah yang memiliki sertifikat wawasan kebangsaan ini. Jika sertifikasi ini bisa menjamin gaji para penceramah, ia pun mempersilakan Kementerian Agama (Kemenag) melanjutkan agenda ini.

Prof Dadang menyebut selama ini para penceramah di luar lingkungan PNS atau Kemenag bekerja secara mandiri tanpa campur tangan dari pemerintah. “Kalau sertifikasi ini untuk penceramah yang ada di Kantor Urusan Agama (KUA) atau penyuluh resmi di bawah pemerintah, silakan sertifikasi. Itu hak pemerintah,” katanya.

Sama dengan Prof Dadang, Gus Luthfi juga menyebut keberadaan sertifikat tidak memiliki arti bagi para Dai. Karena mereka bukan pegawai negeri. “Mereka ini hanya butuh Ridho Allah swt dan kecintaan dari Rasulullah saw.,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry