PENGUMPULAN: Salah seorang petugas sampah sedang melakukan kegiatan pengumpulan sampah di TPS di Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Jumat (15/5/2020) Duta/Sita

GRESIK | duta.co – Desa-desa di Gresik ternyata masih menerapkan system open burning  atau proses pembakaran dalam pengolahan sampahnya. Padahal dengan penanganan yang tidak maksimal selain menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan.

Seperti di Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, warganya masih melakukan pembuangan sampah secara tradisonal. Sampah dibuang dengan ditumpuk di tong yang telah disediakan di pinggir jalan raya, lalu tim gerak pembersihan sampah mengambil secara rutin, kemudian dikumpulkan lalu dibakar.

“Cara itu sang sangat menggangu. Terkesan amburadul. Karena ketika dilakukan pembakaran menimbulkan polusi. Saya sering batuk-batuk.” aku Sita, salah satu warga desa Bambe, Kecamatan Driyorejo, Gresik, Jumat (15/5/2020).

Padahal lanjut Sita, cara tersebut sudah tidak direkomendasi lagi oleh Pemerintah karena tidak memenuhi syarat teknis suatu tempat pembuangan sementara (TPS) sampah karena sangat potensial dalam mencemari lingkungan.

“Selain itu para petugas juga mengeluhkan dalam menangani sampah basah yang belum bisa di atasi secara sempurna. Termasuk pempers dan kresek yang dirasa sulit untuk diolah,” tegasnya.

Sementara, Ketua TPS Arifin, menginginkan agar tidak menimbulkan polusi proses pembakaran seharusnya tidak dilakukan di masing-masing desa, melainkan ke tempat pembuangan akhir (TPA).

“Tapi itu belum bisa kita lakukan, karena kami masih menunggu petugas penyuluh yang bisa memberikan solusi terbaik bagi kami. Karena sebagai petugas kami juga tidak ingin pengolahan sampah ini justru berdampak tidak baik bagi warga,” tegasnya.

Direktur Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi mengingatkan berdasasrkan sebuah penelitian, sampah menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca. Maka dari itu, pembuangan sampah di tempat pembuangan sampah harus diperhatikan.

“Sebab, sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik. Proses itu menghasilkan gas metana (CH4). Sampah yang dibakar juga akan menghasilkan gas karbondioksida (CO2). Gas CH4 mempunyai kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2,” jelasnya.

Untuk itu Prigi berharap ada upaya dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab} Gresik lebih tidah hanya mengdorongmasyarakatnya  untuk melakukan pemilahan tapi tempat pengolahan sampah sementara terpadu (TPST) reduce, reuse, rechycle (3 R).

“Akhirnya Surat Edaran  Bupati No. 660/1282/347.75/2019 tentang Pengurangan dan Penangan Sampah hanya jadi macan kertas tanpa realisasi yang jelas,” tegasnya. st