DIPERIKSA: Dira Kurniawan Mochtar di Gedung KPK, tadi malam (3/5). (ist)

Jakarta | duta.co – Dira Kurniawan Mochtar, mantan Kepala Loan Work Out (LWO) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), membeberkan penagihan kewajiban obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim. Sebagai LWO BPPN, Dira saat itu bertugas menangani perusahaan tambak Dipasena yang digunakan Sjamsul sebagai salah satu alat membayar kewajibannya kepada pemerintah.

“Saya menceritakan pekerjaan saya, sewaktu menangani Dipasena yang dianggap sebagai salah satu kurang bayarnya pihak Sjamsul Nursalim ke pemerintah,” kata Dira usai diperiksa penyidik di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (3/5) malam.

Dira diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Keterangan Dira mengenai seluk-beluk Dipasena dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung yang telah berstatus tersangka.

Untuk diketahui, salah satu aset yang digunakan Sjamsul untuk melunasi utang, yakni hak tagih BDNI kepada para penambak Dipasena miliknya. Namun dari hak tagih BDNI kepada para penambak sebesar Rp 4,8 triliun, hanya Rp 1,1 triliun yang dapat ditagihkan. Dengan demikian, Sjamsul masih memiliki kewajiban Rp 3,7 triliun.

Dira menuturkan, tugasnya hanya mengurusi masalah aset Dipasena, yang masuk dalam kepemilikan Sjamsul Nursalim yang juga pemilik PT Gajah Tunggal Tbk tersebut. Namun, selama bekerja di BPPN pada 2001 hingga 2002, Dira menyatakan, tidak ada itikad baik Sjamsul untuk menyelesaikan seluruh kewajibannya sebagai obligor BLBI. “Kita tagihkan secara keseluruhan, tapi dari pihak Sjamsul Nursalim tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan,” katanya seperti dikutip dari beritasatu.

Meski masih memiliki kewajiban, Syafruddin sebagai kepala BPPN menerbitkan SKL kepada Sjamsul pada 2004. Dira mengaku tak tahu-menahu mengenai SKL yang diterbitkan Syafruddin. Saat SKL tersebut terbit, Dira sudah tidak bertugas di BPPN. “Tidak, saya tak terkait masalah SKL. Karena saat itu saya sudah tidak di BPPN lagi,” katanya.

Dira yang sempat menjabat direktur BII enggan berkomentar lebih jauh mengenai SKL Sjamsul ini. Dira juga tak ingin menjawab adanya dugaan imbalan yang diberikan Sjamsul kepada Syafruddin atas terbitnya SKL. “Saya nggak tahu. Saya di BPPN sampai 2002,” kata Dira.

Jubir KPK Febri Diansyah mengatakan, Dira diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan pejabat BPPN yang mengurus mengenai Dipasena milik Sjamsul. “Saksi Dira Kurniawan diperiksa hari ini sebagai mantan Kepala Loan Work Out BPPN, yang pada saat itu mendapat tugas menangani BDNl terkait utang petambak Dipasena,” kata Febri.

Seperti diberitakan, KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI untuk Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 lalu. Sebagai Kepala BPPN, Syafruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul. Akibatnya, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp 3,7 triliun.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. hud, bsc

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry