Nur Hidaayah, S.Kep.,Ns.,M.Kes – Dosen Keperawatan Jiwa, Program Studi S1 Keperawatan dan Ners, FKK

SEDIH rasanya apabila melihat anak yang semula periang menjadi anak yang murung, penyendiri, tidak ingin bermain dengan teman dan tidak bersemangat untuk bersekolah. Maka orang tua perlu khawatir jika anak menjadi korban bullying.

Bullying merupakan bentuk perilaku anak yang tidak menyenangkan biasanya berupa candaan yang menyakitkan, kekerasan fisik, maupun bentuk psikis seperti pengucilan (tidak menghiraukan) serta mendiamkan anak yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

Anak yang mendapatkan perilaku bullying dapat memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan mental, emosional, dan fisik mereka. Anak yang sering mendapatkan bullying biasanya menurun kepercayaan dirinya, bertingkah laku pasif dan penakut serta cenderung menjadikannya korban bullying yang lemah dan tak mampu melapor saat mengalami bullying.

Anak dapat melakukan bullying karena banyak faktor. Di antaranya :

1. Meniru, anak dapat melakukan bullying karena meniru perilaku teman, meniru tontonan di sosial media, atau meniru games yang menunjukkan perilaku kasar sehingga anak mempraktekkan kepada temannya.

2. Anak ingin mencari perhatian, anak yang sering menyaksikan orang tuanya bertengkar lebih berisiko menjadi pelaku bullying karena anak merasa kurang kasih sayang dan ingin mendapatkan perhatian yang lebih. Dengan demikian anak melakukan bullying karena ingin menarik perhatian dari lingkungan sekitar.

3. Alasan kesenangan, gaya parenting orang tua yang cenderung membiarkan anak dapat berdampak anak kurang empati sehingga anak senang menyakiti orang lain.

Gaya pengasuhan otoritatif besar manfaatnya bagi anak yakni mereka mampu membangun kepercayaan diri, mengerti kondisi dan memahami orang lain melalui rasa empati, menghormati dan menghargai perbedaan satu sama lain sehingga menjadi langkah awal untuk mencegah anak menjadi pelaku maupun korban dari bullying.

Menurut Baumrind terdapat beberapa jenis parenting utama yaitu :

1. Otoriter, Gaya Parenting sering digambarkan dengan aturan yang ketat, hukuman yang berat, tanpa ada ruang untuk interpretasi, kompromi atau diskusi.

2. Permisif, kebalikan dari pola asuh otoriter, orang tua dengan gaya parenting permisif membiarkan anak melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa ada aturan atau batasan yang mungkin dapat membuat anak kecewa atau kesal.

3. Otoritatif, merupakan parenting yang menggabungkan rasa kasih sayang dengan batasan atau aturan yang jelas, menciptakan lingkungan yang mendukung dan mengajarkan anak tentang empati, menghormati, dan menghargai perbedaan.

Komunikasi terbuka merupakan salah satu ciri khas dari gaya parenting otoritatif. Orang tua perlu membangun kepercayaan anak supaya anak dapat berbagi pengalaman, perasaan, dan masalah yang dihadapinya termasuk tentang bullying.

Mendengarkan anak dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi saat anak bercerita, dan memberikan pemahaman tentang perasaan senang, sedih, marah atau bahagia bisa mempengaruhi tindakan seseorang dapat mengajarkan anak tentang pentingnya empati dan saling menghargai.

Rasa empati pada anak juga dapat di bangun dengan mengajarkan pada anak untuk menghargai perbedaan dan kesamaan di dunia. Setiap individu memiliki keunikan dan kualitas yang berbeda-beda, dan hal ini lah yang membuat kita semua istimewa.

Melibatkan anak dalam diskusi bahwa setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda dan hal tersebut harus dihormati, menyampaikan kepada anak bahwa perbedaan merupakan hal yang normal, dan memperkenalkan anak tentang keberagaman Budaya dan latar belakang sosial dapat membuka wawasan anak tentang dunia yang luas.

Orang tua juga dapat mengajarkan empati dengan memberikan contoh perilaku yang baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Membantu orang lain saat memerlukan bantuan, mendengarkan orang lain dengan seksama, bersikap ramah, dan selalu menggunakan kata bantu tolong, terimakasih dan maaf saat memerlukan bantuan orang lain.

Melalui contoh perilaku anak akan belajar tentang cara berinteraksi dengan sopan dan bijaksana. Jika terdapat konflik, kita dapat melibatkan anak dalam diskusi tentang cara menghadapi masalah tanpa adanya kekerasan.

Pendekatan ini akan membantu akan membantu mereka menghindari perilaku bullying dan menjadikan mereka lebih paham tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan yang baik.

Rasa kepercayaan diri pada anak, dapat menjadi pondasi yang kuat untuk mencegah anak dari bullying. Orang tua dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dengan memberikan pujian dan mengapresiasi saat anak mencapai hal baru, membantu anak saat bersosialisasi dengan teman sebaya, memberikan kesibukan yang sesuai dengan kegemaran anak yang dapat dibanggakan.

Melalui hal ini, anak dapat memiliki kepercayaan diri yang tinggi sehingga anak dapat menghadapi tekanan sosial dan dapat berinteraksi dengan lingkungan yang lebih aktif dan percaya diri dan tidak mudah memanipulasi orang lain dengan berperilaku bully.

Orang tua dapat memberikan penjelasan terhadap batas-batas yang harus dijaga saat berinteraksi dengan orang lain karena hal ini juga menjadi bagian dari parenting otoritatif. Mengajarkan anak menghargai privasi dengan meminta izin terlebih dahulu saat meminjam barang orang lain, memberikan panduan menggunakan teknologi dengan bijak dengan tidak mengejek atau menyakiti orang lain melalui media sosial, menghentikan aktivitas permainan kasar apabila teman anak sudah merasa tidak nyaman dan memberikan konsekuensi apabila anak melakukan bullying.

Terakhir, memberikan dukungan emosional kepada anak. Menunjukkan kepada mereka bahwa kita sebagai orang tua akan selalu ada untuk mendukung, memahami, dan mencintai mereka. Anak yang memiliki rasa percaya diri dan dukungan yang kuat dari orang tua, akan lebih mampu menghadapi tekanan sosial dan memilih untuk menolak perilaku bullying.

Orang tua memiliki peran kuat dalam mencegah bullying pada anak dengan melakukan gaya pengasuhan otoritatif. Namun, perlu diingat bahwa setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda, dan perlu waktu untuk membentuk pola pikir dan perilaku yang baik dalam diri mereka.

Melalui komunikasi, contoh perilaku, batasan yang jelas, dan dukungan emosional kita dapat membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang empatik, peduli, dan menghindari perilaku bullying dalam kehidupan mereka. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry