– Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MH

SURABAYA | duta.co – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MH  mengaku prihatin melihat para penegak hukum di negeri ini. Setelah menyaksikan otot-ototan sidang online Habib Rizieq Shihab, kini ada adegan saling lempar soal pemblokiran rekening orang-orang FPI antara Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Polisi.

“Dholim lagi. Ironisnya, semua diam, membisu. Bagaikan ‘tersumpal’ jabatan. Hati mereka sudah mati. Betapa kasihan mereka yang terdholimi, rekening dibekukan, kebutuhan harian tak terbeli. Sementara kita diam saja melihat mereka kelaparan, kesulitan berobat. Seakan yang dekat penguasa, tertawa, sibuk menghitung uang,” demikian disampaikan Gus Yasin, alumni PP Tebuireng, Jombang kepada duta.co, Kamis (25/3/21) dengan nada keras.

Seperti kita saksikan, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae di depan anggota DPR RI, menjelaskan, alasan pihaknya menyampaikan langkah pemblokiran 92 rekening yang terafiliasi dengan Front Pembela Islam (FPI) kepada publik.

Dian menuturkan langkah tersebut dilakukan untuk mengedukasi dan meluruskan informasi yang sudah beredar luas di media sosial sehingga perlu diluruskan agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.

“Memblokir rekening terorisme dan tindak kejahatan lain biasa dilakukan namun tidak ada reaksi dari yang diblokir namun ini (kasus 92 rekening FPI) di-blow up di media sosial sehingga menimbulkan kebingungan sehingga kami jelaskan apa yang terjadi,” kata Dian Ediana dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/3/2021).

Dia mengatakan PPATK tidak pernah menguraikan terkait substansi dalam kasus tersebut, seperti jumlah uang dan tujuan transfer dari 92 rekening tersebut saat disampaikan kepada publik.

Dian Ediana menjelaskan PPATK hanya menyampaikan nomor rekening saja tanpa menyampaikan informasi rinci. “PPATK tidak sedikit pun menguraikan substansinya, yang kami sampaikan hanya angka rekening, tapi tidak pernah disampaikan terkait berapa jumlah uang, kepada siapa mentransfer,” ujarnya.

Menurutnya, PPATK melakukan analisis transaksi keuangan berdasarkan UU nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Dia mengatakan berdasarkan kedua UU tersebut memberikan kewenangan kepada PPATK untuk penangguhan transaksi maksimal 20 hari sehingga saat ini seluruh proses sudah berpindah ke pihak kepolisian untuk menyelidiki lebih lanjut apakah mengandung tindak pidana atau tidak.

“Jadi semenjak itu kami tidak lagi memberikan informasi apa pun bahkan permintaan sangat banyak mengenai status rekening seperti apa,” jelasnya.

Menurut Gus Yasin, penjelasan Dian ini sangat tidak masuk akal. Sampai sekarang (Kamis 25/3/21), bukan lagi 20 hari. Sudah berbulan bulan rekening itu dibekukan. “Mestinya kalau tidak ada kaitan dengan tindakan terorisme, dibuka. Apalagi kepolisian sudah menegaskan bukan mereka yang memblokirnya. Kok saling lempar? Ini masalah hidup orang,” tegasnya.

Sudah Sejak 3 Bulan Lalu

Anggota DPR yang juga Wakil Ketua MPR RI, Dr H Hidayat Nur Wahid, sudah mewanti-wanti, dan meminta agar pemblokiran rekening Front Pembela Islam (FPI) dan keluarga HRS sejumlah pihak terafiliasi dengan FPI tidak dilakukan secara serampangan. Harus tetap mengedepankan bahwa Indonesia sebagai negara hukum yang mengedepankan keadilan.

“Konstitusi menjamin bahwa Indonesia adalah negara hukum, dan juga menjamin hak asasi terkait hak mempertahankan kehidupan dan pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana disebut dalam Pasal 28A dan Pasal 28C,” demikian HNW melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (12/01/2021).

HNW menuturkan bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, maka sudah semestinya bahwa setiap tindakan pemerintah, termasuk memblokir suatu organisasi atau seseorang, tidak dilakukan seenaknya tanpa mekanisme yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.

“Kita juga sudah memiliki beberapa instrumen hukum terkait pemblokiran rekening yang harus dipegang bersama-sama,” ujarnya sambil menyebut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mempertanyakan apakah mekanisme pemblokiran sudah melewati proses yang dibenarkan melalui penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sebagaimana disebutkan oleh UU No. 9 Tahun 2013. “Hal tersebut merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pemblokiran tidak dilakukan secara sewenang-wenang,” pungkasnya.

Sama. Gus Yasin juga menyebut adanya kedholiman yang nyata dilakukan PPATK. “Coba Anda lihat kasus Jiwasraya dan Asabri, mana ada pemblokiran rekening. Publik melihat PPATK ini sudah kelewatan. Mestinya DPR rekomendasikan pemecatan, rakyat semakin was-was,” jelasnya. (mky,kabar24.bisnis.com)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry