SURABAYA | duta.co – Suhu politik kian gerah. Munculnya Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Capres 2024, membuat jagat politik semakin panas. Apalagi menyaksikan sejumlah acara Anies yang cukup ‘menggoda’ lawan politiknya.

Minggu (30/10) ia bertemu dengan mantan gubernur dua periode Jawa Barat, Ahmad Heryawan di kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jalan TB Simatupang, Jakarta. Pertemuan ini merupakan bagian dari kegiatan pelatihan relawan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang terinisiasi Bidang Kesejahteraan Sosial DPP PKS.

Ironisnya, Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto ikut merespons pertemuan Bakal Capres Partai NasDem dengan Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan (Aher) tersebut.

Hasto mengaku sebenarnya tak ingin menanggapi lebih jauh terkait pertemuan antar-keduanya tersebut. Dia hanya berpesan bahwa politik dalam negeri harus mempunyai makna bagi masyarakat, bukan semata diisi manuver yang tidak berorientasi dengan kepentingan bangsa.

“Namanya pertemuan pertemuan ini kalau kita tanggapi penuh dengan berita kita hanya dengan tanggapan,” kata Hasto di kantor Sekolah Partai PDIP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (30/10/2022), seperti dilaporkan Jurnalis Kompas TV, Putri Oktaviani.

“Sementara politik ini kan harus punya makna bagi kehidupan rakyat jadi politik jangan diisi dengan berbagai manuver-manuver yang tidak berorientasi pada kemajuan bangsa dan negara itu harapan dari PDIP,” katanya.

Dia lantas membandingkan dengan partainya yang disebut memiliki sejumlah kegiatan dari kekuatan kader yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. Adapun kegiatannya, di antaranya menggelar pekan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga gerakan mencintai lingkungan.

Bikin Kaget Warganet

Tidak terduga, ternyata, komentar Hasto Kristiyanto ini mendapat tanggapan dari wargenet. “Beda rmh tangga, bro. Mestinya tidak usah ikut komentar. Apalagi belum tahu apa yang mereka bahas,” demikian Fahmi, salah seorang santri di Surabaya yang terkirim kepada redaksi duta.co.

Apalagi, faktanya, dalam pertemuan Anies-Aher itu, juga dibahas tentang kesejahteraan rakyat. Hanya sudut pandangnya yang berbeda. Anies –Aher tengah menyorot lemahnya pendidikan kita. Dalam sambutannya, Ahmad Heryawan mengatakan bahwa negara hadir untuk mewujudkan keamanan dan kesejahteraan sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945.

Keamanan merupakan hasil dari tidak adanya rasa takut, sementara kesejahteraan diindkasikan dari tidak adanya rasa lapar. Menurut Kang Aher, panggilan akrab Wakil Ketua Majelis Syuro PKS tersebut, jalan negara menuju kesejahteraan masih cukup jauh karena adanya persoalan yang belum terselesaikan baik dari hasil pembangunan saat ini yang berdampak pada masalah sosial maupun dari masalah eksternal.

“Ada 17 persen dari 88 juta kepala keluarga yang masih masuk kelompok pra sejahtera. Mengapa ini terjadi, karena salah satunya adalah rendahnya pendidikan. Dari 17 persen tersebut, 50 persen di antaranya lulusan sekolah dasar. Inillah persoalannya,” ungkap Aher.

Menurutnya, meningkatkan kualitas sumber daya manusia harus melalui pendidikan dan kesehatan. Mengutip dari UNESCO, pendidikan yang baik minimal SLTA dan S1. Jika pendidkan sudah merata dan bisa mencapai indeks 0,94, maka bisa mendekati angka kesejahteraan.

“Apalagi jika ditopang dengan kesehatan dasar yang prima. Di Jawa Barat, posyandu berperan dalam membangun kesehatan dasar. Kita lakukan baik lewat pemerintah melalui APBD mapun melalui relawan-relawan kita di lapangan. Kita menjadi masyarakat sipil yang menjadi mitra negara dalam membangun Indonesia yang lebih baik.”

Aher mengatakan, meski pembangunan diukur dari pertumbuhan ekonomi makro, namun dampaknya harus bisa juga untuk sampai pada level mikro.

“Kesejahteraan masyarakat pada level yang paling bawah juga (harus) terdampak (dari pembangunan).”

Anies yang hadir dalam kapasitasnya sebagai pendiri gerakan Indonesia Mengajar menegaskan bahwa, masalah utama pendidikan di Indonesia adalah guru. Mereka yang berprestasi di kampus tidak berminat menjadi guru dan lebih memilih profesi lain. Apalagi menjadi guru di daerah-daerah pedalaman dan terpencil.

“Padahal sebenarnya mereka ini mau menjadi guru, yang tidak mau adalah menjadi guru seumur hidup. (Maka) kami tawarkan mereka insentif non material. Kami tidak pernah menawari mereka rupiah, karena mereka pasti akan membandingkannya dengan di kota. Kami tawarkan apakah mereka mau punya bekas yang akan terus diingat seumur hidup oleh anak-anak di pedalaman ini. Sesuatu yang mulia harus diturunkan dengan sesuatu yang rasional,” ungkapnya.

Pengalaman Baru

Anies mengatakan bahwa ada dua pendekatan ketika melakukan aktifitas sosial, yaitu program dan gerakan. Sifat program adalah pelakunya hanya terbatas pada mereka yang terlibat di dalamnya, sedangkan gerakan lebih melibatkan sebanyak mungkin masyarakat.

“Hampir semua kegiatan kita bersifat program sehingga orang-orang yang berada di luar program hanya akan menjadi penonton. Republik ini tidak dibangun dengan program, tapi dengan gerakan. Misalnya, saat awal merdeka, ada 95 persen penduduk Indonesia yang buta huruf. Pemerintah lalu membuat gerakan untuk memberantas buta huruf dengan mengajak masyarakat yang bisa membaca untuk mengajar mereka yang buta huruf.  Bung Karno tahun 1948 mengajak masyarakat yang melek huruf di alun-alun Yogyakarta untuk mengajar.”

Dalam bahasa terkini, tutur Anies, gerakan adalah kolaborasi. Ketika mendorong gerakan seperti Indonesia Mengajar, maka harus ada pesan yang membuat orang terpancing untuk ikut memikirkan sehingga berujung pada keterlibatan.

“Indonesia Mengajar menawarkan pengalaman baru yang akan didapat oleh mereka yang terlibat. Bukan menceritakan adanya suatu masalah untuk diselesaikan, melainkan apa yang mereka dapatkan jika berpartisipasi dalam gerakan ini.”

Keunggulan sebuah gerakan bukan hanya menyelesaikan masalah, tapi mengajak sebanyak mungkin orang untuk ikut menyelesaikan masalah.

“Kalau hanya program, efek tularnya kecil. Birokrasi terbiasa program, menyusun anggaran sendiri, dan rakyat hanya diminta untuk bayar pajak saja. Begitu birokrasi terlatih untuk berkolaborasi, masyarakat itu datang membawa ide, gagasan, terobosan.”

Menurut Anies, pendidikan itu adalah tentang siapa dapat apa. Siapa dididik apa hari ini, besok akan duduk di mana. “Pendidikan adalah instrument untuk membentuk masyarakat yang adil di masa akan datang,” pungkasnya. (net,mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry