Drs Abdul Kholiq, mantan anggota Fraksi PDI-P Jombang. (FT/IST)

JOMBANG | duta.co – Di media sosial nahdliyin berseliweran narasi yang tertulis atas nama Arbania Fitriani, mengaku mantan kader PKS dari UI, sebagai “note” pribadi di facebook. Narasi itu sebenarnya sudah lama. Tanggal 7 Oktober 2019 sudah termuat  nublitar.or.id dengan tajuk ‘Pengakuan Kader, Cara Menghancurkan NKRI’. (https://nublitar.or.id/pengakuan-kader-pks-cara-menghancurkan-nkri/)

“Hari ini Jumat (21/1/22), sudah dua kali masuk grup medsos saya. Lucunya, yang mengirimkan kader senior NU. Lalu, ada yang menerjemahkan bahwa, ini (narasi) untuk penguatan internal NU dalam membela NKRI. Kok bodoh sekali! Kita warga NU sudah mereka anggap seperti kebo atau kethek ketulup, dlongap-dlongop, plonga-plongo. Miris membacanya,” demikian Drs Abdul Kholiq, mantan anggota Fraksi PDI-P Jombang kepada duta.co, Jumat (21/1/22).

Menurut Cak Khoiliq, panggilan akrabnya, memupuk nasionalisme, memperkuat NKRI di kalangan nahdliyin, itu tidak harus menjelek-jelek komunitas lain. Apalagi sampai menuduh yang tidak-tidak, jauh dari nalar.

“Narasi itu jutsru akan mempercepat kebesaran PKS, ini bukan memperkuat nasionalisme kita dalam menjaga NKRI. Kalimat ‘PKS Mengancurkan NKRI’ ini sudah tidak nalar. Mengapa? Karena PKS ini parpol yang legal, ada pengakuan resmi negara, masak gak paham?” jelasnya.

Bagaimana dengan testimoni atau pengakuan kader PKS ‘CARA MENGHANCURKAN NKRI’? “Pertama, ini jagat politik. Tidak menutup kemungkinan ada yang membayar. Hasilnya, dia dapat uang, kita dapat limbah. Kedua, kalau benar PKS itu menghacurkan NKRI, lalu di mana kuping (telinga) intelijen kita? Ketiga, faktanya, banyak sekali kawan-kawan (politisi NU) yang berada di PKS. Bahkan ada dzurriyah Mbah Hasyim, muassis NU,” tegasnya.

Membaca narasi Arbania Fitriani ini, memang unik. Ia mengawalinya dengan kalimat membius dan kental ‘skenario’. “Pertama-tama, saya menuliskan pengalaman saya ini tidak untuk menjatuhkan atau menjelek-jelekkan salah satu partai besar di Indonesia. Saya hanya ingin berbagi pengalaman untuk menjadi bahan renungan para pembaca agar dapat lebih mengenal PKS dari dalam,” tulisnya.

Lalu, tambahnya, tulisan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengenal PKS secara objektif, agar rakyat Indonesia mengetahui apakah PKS benar-benar mengusung kepentingan rakyat Indonesia atau justru sedang mengkhianati masyarakat dan para kadernya sendiri dengan sentimen keagamaan serta jargon sebagai partai bersih. Sayangnya, banyak masyarakat dan orang-orang di dalam tubuh PKS ini pun tidak menyadarinya.

“Bagian tersebut akan saya jelaskan secara singkat di akhir cerita saya, dan sekarang saya ingin berbagi dulu kepada para pembaca mengenai sistem pengkaderan PKS yang sangat canggih dan sistematis sehingga dalam waktu singkat membuatnya menjadi partai besar,” tambahnya.

Saya, demikian Arbania, waktu mahasiswa adalah kader PKS mulai dari ‘amsirriyah sampai ke ‘am jahriyah. Mulai dari saya masih sembunyi-sembunyi dalam berdakwah, sampai ke fase dakwah secara terang-terangan, sejak PKS masih bernama PK sampai kemudian menjadi PKS.

Mana Bisa PKS Gerus Budaya NU

Bagian terakhir Arbania menulis: Kembali pada agenda PKS sebagai perpanjangan tangan dari Kerajaan Saudi, tujuan utamanya adalah agar kekuasaan Arab bisa mencapai Indonesia, mengingat satu-satunya sumber devisa Arab adalah minyak yang diperkirakan akan habis pada 2050 dan melalui jamaah haji.

“Indonesia adalah negara yang sangat kaya sumber daya alam dan merupakan umat muslim terbesar di dunia. Bahkan jika seluruh umat muslim di Timur Tengah disatukan, umat muslim Indonesia masih jauh lebih banyak. Untuk itu, agar dapat bertahan secara ekonomi, Arab Saudi harus bisa merebut Indonesia dan cara yang paling jitu adalah melalui invasi kebudayaan,” jelasnya.

Lalu, tulisnya lagi, “Islam dibuat menjadi satu dengan kebudayaan Arab, sehingga budaya Arab akan dianggap Islam oleh masyarakat Indonesia yang relatif masih kurang terdidik dan secara emosional masih sangat fanatik terhadap agama.”

“Ketika kebudayaan lokal sudah bisa mereka hilangkan dan kebudayaan Arab yang ia samarkan sebagai Islam dapat berkuasa, maka orang-orang akan menjadi begitu fanatik buta bahkan fundamentalis dan tidak bisa lagi mengapresiasi agama lain dan budaya lokal. Lalu, bila kebudayaan Nusantara sudah sampai musyrik atau bid’ah, saat itulah NKRI akan bubar,” jelasnya.

Nah, narasi Arbania Fitriani ini, jelas Abdul Kholiq, amat sulit kita nalar, kecuali bagi orang yang stres atau berkepentingan politik. “Saya tidak tahu bagaimana pengkaderan PKS, karena bukan orang PKS. Tetapi, mana bisa budaya lokal (NU) tergerus PKS? Justru sekarang PKS yang rajin tahlilan, istighotsah, solawatan, barzanjian. Hanya kebo atau kethek ketulup yang percaya tulisan itu. Karenanya, kita berharap gaya politik seperti itu berhenti, kuno. Hebatnya, PKS tidak terusik menjawabnya,” pungkas Cak Kholiq panggilan akrabnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry