Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA (FT/rmol.id)

JAKARTA | duta.co – Kasus penusukan terhadap tokoh agama (Ali jabber) serta penistaan terhadap rumah ibadah (mushola) sebagaimana menimpa Musholla Darussalam di Pasar Kemis, Tangerang, membuat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA prihatin.

Wakil rakyat diminta bergerak. “Ini perlu diusut tuntas, DPR harus menggunakan kewenangannya terkait pengawasan, memastikan apa yang sebenarnya terjadi dan siapa dalang di balik peristiwa itu. Hukum harus tegak, kejahatan seperti ini harus dihentikan. Negara wajib hadir melindungi seluruh tumpah darah dan rakyat Indonesia, termasuk para tokoh agama dan simbol agama seperti masjid dan mushola,” demikian Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (1/10).

Anggota Komisi VIII, DPR RI ini kemudian mendorong pembentukan panitia kerja pada Komisi VIII DPR RI yang membidangi urusan kegamaan. Menurutnya, kekerasan yang menyasar para ulama dan perusakan masjid sudah semakin meresahkan umat dan masyarakat.

“Uniknya, hampir semua kasus berujung kepada opini atau kesimpulan bahwa pelakunya gila atau depresi. Maka, DPR penting menggunakan kewenangannya. Harus dihentikan. Bahkan, saat bangsa Indonesia tengah memperingati peristiwa G30S/PKI, masih saja pelecehan terjadi,” jelas lelaki yang sering dipanggil HNW ini.

Di sisi lain, ia menyoroti analisis kontroversial Menteri Agama bahwa radikalisme menyebar antara lain melalui masjid, dilakukan oleh penghafal Alquran yang mahir berbahasa Arab dan good-looking.

“Padahal, faktanya, yang terjadi justru adalah Masjid di Dago dan Musholla di Tangerang dirusak secara radikal oleh orang yang tidak hapal Al Quran, tidak pintar bahasa Arab dan tidak good looking. Begitu juga sasarannya, Syaikh Ali Jaber penceramah moderat, tidak radikal, penghapal Alquran, mahir bahasa Arab, dan good looking yang justru menjadi korban teror dan radikalisme,” ujarnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, mengatakan, bahwa peristiwa-peristiwa itu merupakan bukti nyata perlu adanya UU  yang bersifat lex specialis sebagai Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, dan karenanya RUU-nya penting untuk segera dibahas dan disahkan.

“DPR dan Pemerintah harusnya responsif dengan kasus-kasus pelanggaran hukum yang meresahkan masyarakat dan kini marak terjadi, seperti pengrusakan rumah ibadah dan penusukan Ulama, Maka, DPR dan Pemerintah harus segera membahas dan mengesahkan RUU itu,” tuturnya.

HNW juga mengingatkan bahwa sambil menunggu pembahasan RUU, Komisi VIII DPR RI bisa juga segera membentuk Panja sebagai realisasi dari fungsi pengawasan DPR RI terhadap kinerja pemerintah dalam hal melindungi ulama dan rumah ibadah.

“Ini adalah  salah satu tupoksi utama dari Komisi VIII, yakni melakukan pengawasan terhadap urusan keagamaan di Indonesia,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry