Ustad Bachtiar Nasir (IST)
Ustad Bachtiar Nasir (IST)

KH Ma’ruf Amin Larang Nahdliyin Ikut Aksi 112   

JAKARTA | duta.co – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri membidik Ustad Bachtiar Nasir. Ketua  Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini hendak diperiksa menyangkut dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yayasan Keadilan untuk Semua atau Justice for All.

“Kebetulan (yayasan itu) dipakai untuk menampung sumbangan dari masyarakat dalam Aksi Bela Islam II (411) dan III (212). Insya Allah ini bisa dipertanggungjawabkan oleh pengurus GNPF,” ujar Kapitra Ampera, pengacara Ustad Bachtiar di Kantor Bareskrim Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Gambir, Jakarta, Rabu (8/2) pukul 10.05 WIB.

Bicara terpisah, Direktur Tipideksus Mabes Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, pihaknya  menggandeng Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri dugaan pencucian uang yang menyerempet nama Bachtiar Nasir.

“Kita tahu ada penghimpunan dana dari umat ya. Kita sedang pastikan bahwa (ada) penyimpangan penggunaan dana itu yang kita sedang proses. Kita dalami (temuan awal) dalam pemeriksaan,” tutur Brigjen Agung Setya di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

Menurut jenderal bintang satu ini, pihaknya telah mengantongi banyak bukti namun tidak bisa menyampaikannya kepada media. Pelapor dalam kasus ini disebutnya juga banyak, meski pihak Kapitra Ampera menyebut pelapornya juga seorang anggota polisi.

“Banyak, data dari macam-macam. Dari PPATK juga ada. (Dana itu ke mana saja) ada banyak informasi, nanti kita dalami. (Peran Nasir) nantilah, kita tanyakan dulu kepadanya,” imbuh Agung Setya.

 

Posisi Bachtiar di Yayasan

Kapitra Ampera selaku pengacara Bachtiar Nasir telah mendapat penjelasan dari penyidik bahwa kliennya hendak diperiksa menyangkut Yayasan Keadilan untuk Semua atau Justice for All. Yayasan itu dipakai menampung  sumbangan masyarakat dalam Aksi Bela Islam II (411) dan III (212).

Kapitra menjelaskan, penyidik hendak memeriksa Bachtiar Nasir karena mungkin dalam struktur yayasan itu ada nama kliennya. Tetapi dia akan membuktikan bahwa Natsir tidak ada hubungannya dengan yayasan itu. Hal ini juga bisa dicek di akta pendirian yayasan yang dibuat oleh notaris.

“Dia bukan pendiri, pembina, dan pengawas. Dan dia tidak masuk dalam struktur. (Polisi) menduga ada pengalihan aset yayasan kepada pihak pembina, pengawas,” tambah tim pengacara GNPF MUI tersebut.

Dalam kasus ini, menurut Kapitra, belum ada tersangka  karena laporan polisi baru dibuat Senin (6/2) lalu. Laporan ini, menurut Kapitra, juga merupakan laporan yang dibuat sendiri oleh polisi karena temuan polisi.

“Itu memang dibolehkan dalam UU. Penyidik melakukan penyelidikan. Apalagi ini TPPU. Kita menyambut hangat saja. Selagi sesuai prosedur hukum, kita siap dan patuh dan datang untuk memenuhi panggilan hukum,” tambah Kapitra.

Tentu kliennya nanti akan menjelaskan yayasan ini bergerak dalam bidang apa. Panggilan ini dianggapnya juga sebagai bentuk kesempatan untuk mengklarifikasi.

“Kita tunggu dari penyidik kapan (Bachtiar Nasir akan) dipanggil lagi. Kalau bisa habis Pemilukada (15 Februari) biar suasananya kondusif. Tentunya harus sesuai aturan, surat panggilan harus minimal tiga hari sebelum hari pemanggilan,” imbuhnya.

Untuk diketahui Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah penyidikan dengan nomor sprindik SP.Sidik/109/II/2017. Dit Tipideksus tanggal 6 Februari 2017. Akan tetapi, dalam kasus TPPU ini penyidik masih memanggil Bachtiar Nasir dalam kapasitasnya sebagai saksi.

“Iya benar, (dipanggil) sebagai saksi ya,” kata Kasubdit III TPPU Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Roma Hutajulu melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (7/2) malam.

Pemanggilan Tak Prosedural

Sedianya Bachtiar Nasir dipanggil kemarin untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut. Namun, Bachtir diwakili pengacara Kapitra Ampera. “Saya sudah sama-sama Ustad Bachtiar Nasir. Tapi ketika baca surat panggilan, surat panggilan diantar tanggal 6 pukul 23.34 malam,” tutur Kapitra.

Menurut dia, dalam Undang-Undang mengamanahkan, pasal 227 KUHAP, surat panggilan harus diterima tiga hari sebelum jadwal pemeriksaan “Ini dua hari, maka kita konfirmasi dulu ke penyidik, apakah ini telah memenuhi, tidak menyalahi kalau kita datang,” ucapnya.

Selain itu, kesamaan tanggal diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik) bersama surat pemanggilan, membuat dirinya bertanya-tanya alasan mengenai dipanggilnya Bachtiar. Sprindik terbit tertanggal 6 Februari, sedangkan pemangilan Bachtiar tertanggal 8 Februari.

Penetapan tanggal pemanggilan yang terlalu cepat dikeluhkan Kapitra. “Hari ini enggak datang karena ini panggilannya 6 Februari untuk tanggal 8 Februari. Makanya mau konfirmasi juga, ini penyidikan atau penyelidikan,” ujar Kapitra.

Kapitra menduga ada kekhilafan dari penyidik dalam membuat surat panggilan terhadap kliennya itu. Ia enggan menyebut itu sebagai suatu kejanggalan. “Bukan kejanggalan. Mungkin ada kekhilafan, ada kekeliruan, yang mungkin terlalu bersemangat, sehingga amanah yang terlupakan, khususnya pasal 227 KUHAP,” ucapnya.

Usai bertemu penyidik, Kapitra menyatakan penyidik dapat memahami ketidakhadiran kliennya yang merasa tidak dipanggil secara layak dan patut. Sebab, pemanggilan hanya dua hari sebelum diminta datang.

Dengan dibidiknya Ustad Bachtiar Nasir, berarti sudah tiga personel GNPF MUI yang berurusan dengan kepolisian. Muhammad Rizieq Shihab sudah ditetapkan sebagai tersangka penistaan Pancasila dan pencemaran nama Presiden Pertama RI Ir Soekarno. Jubir Front Pembela Islam (FPI) Munarman sudah jadi tersangka fitnah kepada pecalang Bali. Kini, Bachtiar Nasir dibidik pencucian dana sumbangan Aksi Bela Islam II (412) dan III (212).

PBNU Larang Ikut Aksi 112

Sementara itu, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma’ruf Amin meminta seluruh ulama, khususnya di Banten, agar menjaga umat dari ajaran atau akidah-akidah yang menyimpang. Menurut dia, ajaran atau akidah menyimpang akan mengubah arus cara berpikir dan gerakan yang mengarah ke ekstrem radikal. Baik itu radikal agama maupun radikal sekuler.

Untuk itu, ia meminta para ulama jangan hanya diam di pesantren, tetapi harus bergerak keluar untuk lebih mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Meski begitu, jangan dikonotasikan ulama meninggalkan pesantren. Karena peran di ulama di pesantren tetap penting, untuk mencetak kader atau regenerasi ulama.

“Nahdlatul Ulama itu harus saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi. Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah, Ukhuwah Insaniyah, ditambah satu lagi Ukhuwah Nahdliyyah,” kata KH Ma’ruf Amin saat memaparkan pendapatnya sebagai Keynote Speech  pada “Silaturahim dan Dialog Kebangsaan Ulama, Pengasuh Pondok Pesantren dan Syuriah PCNU se-Banten” di Pesantren An-Nawawi, Tanara, Serang, Rabu (8/2).

Penambahan satu Ukhuwah Nahdliyyah, lanjut dia, jangan sampai ketika seluruh warga NU menjalankan Ukhuwah Islamiyah, Wathoniyyah, dan Insaniyah, justru terpecah-pecah sesama warga atau di internal NU sendiri. Makanya, perlu ditambah Ukhuwah Nahdliyyah.

KH Ma’ruf Amin yang juga ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat tersebut menambahkan, untuk menjaga negara perlu ada kerja sama yang baik antara ulama dan umara. Agak sulit rasanya menjaga negara tanpa adanya kesatuan kekuatan antara ulama dan umara tadi.

Ia memuji peran Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian yang mampu mengendalikan situasi politik nasional beberapa waktu ini, dengan mendekati dan melibatkan para ulama. Kiai Ma’ruf juga mendukung imbauan Kapolda Banten Brigjen Polisi Listyo Sigit Prabowo agar masyarakat Banten tidak ikut aksi 112. “Atas nama Rais Aam PBNU, saya instruksikan warga NU tidak turun aksi 112,” tegasnya.

 

Polda Tetap Melarang

Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan sebelumnya telah melarang aksi jalan kaki (long march) dengan rute Masjid Istiqlal-Bundaran HI-Monas. Larangan ini menanggapi surat pemberitahuan masuk ke Polda Metro Jaya terkait rencana aksi pada 11 Februari 2017.

Menurut Iriawan, larangan ini merujuk pada Undang-undang (UU) nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Memberikan Pendapat di Depan Umum. Aturan itu menegaskan, penyampaian pendapat tidak boleh mengganggu ketertiban umum. Iriawan juga menduga akan ada imbauan agar tak memilih pemimpin nonmuslim dalam aksi tersebut.

Sikap yang sama kembali ditegaskan oleh  Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono. “Polda Metro kembali menegaskan kegiatan turun ke jalan pada 11 Februari adalah dilarang,” ujar Argo kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (8/2).

Ia menyebutkan dalam Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 1998 menyebutkan, penyampaian pendapat di muka umum yang mengganggu ketertiban masyarakat tidak diperbolehkan. “Nanti kalau tetap melakukan kegiatan, kami kenakan Pasal 15 sesuai UU tersebut, kami bisa bubarkan. Kalau masih tetap juga bisa kami kenakan Pasal 16, kami bisa memberikan sanksi,” kata Argo.

Soal pelarangan, menurut mantan Kabid Humas Polda Jawa Timur ini, pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPU DKI Jakarta, Panwaslu, TNI dan Plt Gubernur DKI. “Tanggal 11 Februari tidak diizinkan untuk turun ke jalan. Turun ke jalan tidak diperbolehkan,” kata Argo.

Ia mengaku pihak kepolisian sudah menyiapkan cara bertindak jika nanti aksi tersebut tetap dilaksanakan. Hal itu untuk menghindari terjadi bentrokan.

Namun, ia tidak mempermasalahkan jika ada aksi salat berjemaah di Masjid Istiqlal. “Kalau salat di masjid silakan tapi kalau turun ke jalan tidak diizinkan karena mengganggu ketertiban umum,” katanya.

Untuk langkah antisipasi, pihaknya juga sudah mengomunikasikan dengan para pimpinan Ormas dan Polda lainnya. Hal itu mengingat setiap ada aksi di Jakarta, warga dari daerah lain ikut terlibat.

“Kami komunikasikan ke semua kalau tanggal 11 tidak diberi izin. Semua kami komunikasikan dan kami berharap juga dari FPI mengimbau masyarakat agar tidak turun ke jalan. Jadi kita saling komunikasi dan berharap Pilkada dapat berjalan lancar,” katanya.

Sebelumnya, Sekjen Dewan Syuro FPI DKI Jakarta Novel Chaidir Hasan Bamukmin mengatakan, aksi 11 Februari akan digelar sejak pukul 07.00 hingga siang hari. “Dari jam 7 sampai sebelum zuhur, karena kan kita momennya bukan aksi ibadah lagi,” ujarnya di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Senin malam (6/2).

Ia menyebutkan aksi itu digelar dengan tujuan mengenang dan mengawal kasus dugaan penodaan agama terhadap Surat Al-Maidah Ayat 51. Nantinya, pada aksi itu massa akan melakukan long march dari Bundaran Hotel Indonesia ke Monumen Nasional (Monas).  ful,net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry