SIDOARJO | duta.co – Ini peringatan dan catatan bagi warga Sidoarjo atau lainnya bila bepergian ke Surabaya, khususnya pengendara mobil, harus berhati-hati bagi pelanggar parkir yang biasa meremehkan larangan parkir di area dilarang parkir, atau ada tanda mobil diderek.
Hal ini disampaikan M. Lazim, pengemudi mobil Grand Livina L 1782 KY warga Sidoarjo yang terkena gembok petugas Dishub Kota Surabaya. Pasalnya, karena tidak ada tempat parkir dan harus mengantarkan saudara perempuan (kakak) warga Jember yang sakit kontrol di RSUD Dokter Soetomo Surabaya.
Kegiatan ini sesuai dengan Perda Kota Surabaya No. 3 Tahun 2018 pada kendaraan yang parkir sembarangan dan melanggar rambu larangan. Bagi kendaraan yang melanggar diwajibkan untuk membayar denda Rp.500.000,- sebagai prosedur pembukaan gembok.
Diceritakan M. Lazim kepada wartawan, Jumat, (5/8/22), ia masuk rumah sakit mengantar kakak yang sedang dan menurunkan di depan pintu rawat jalan onkologi. “Namun, kemudian mobil saya bawa turun mau parkir ternyata penuh, akhirnya saya tanya petugas disarankan ke lapangan Hoky ternyata penuh juga,” ujarnya.
“Saya bingung cari tempat parkir kemudian harus putar lagi sejauh satu kilo lebih untuk kembali ke posisi pintu masuk rumah sakit lagi, karena banyak mobil yan berjajar di tepi jalan maka saya langsung ikut parkir disitu, karena kakak saya yang sakit butuh bantuan saya di dalam untuk proses pendaftaran dulu didalam RS,” terang M. Lazim.
“Terus terang saya tidak tahu kalau ada rambu tanda larangan parkir atau derek warna kuning, karena tertutup mobil lain parkir. Saya tidak fokus karena antar saudara sakit tahu-tahu mobil sudah digembok petugas Dishub Kota Surabaya,” ungkap M. Lazim.
Lebih jauh, M. Lazim menceritakan bagaimana caranya gembok tersebut bisa dibuka. “Jam 1 siang kalau gak salah lebih 5 menit, saya mencoba lagi menghubungi call center untuk meminta bantuannya proses buka borgol/gemboknya itu,” ceritanya.
“Sama petugas lewat telepon saya disarankan transfer Rp500.000 sesuai nomer rekening yang ditempel di stiker kaca mobil saya, nomer rekeningnya 00111**, itu nomer rekening dishub,” terangnya.
“Setelah dilakukan transfer, masuknya ke bank Jatim, sehingga saya agak kesulitan. Saya juga masih gagap untuk proses transfer kesulitan, rekening saya di BCA dan akhirnya setelah selesai transfer saya disarankan, kalau sudah transfer tolong kami dihubungi lagi pak, biar kami mengirim petugas untuk buka gemboknya,” ucap M. Lazim menirukan petugas call center kepada duta.co saat ditemui di rumahnya di Sidoarjo.
M. Lazim melanjutkan, ia merasa menyesal karena telah melanggar rambu larangan (marka), namun itu semua dikarenakan ketidaktahuannya terhadap rambu tersebut.
“Yang sangat saya sayangkan, kakak saya jauh-jauh dari Jember datang ke Surabaya tujuannya mencari pengobatan yang harganya ringan. Karena kebetulan di Jember obatnya tidak ada, menggunakan jasa BPJS. Kalau seperti ini kan gak jadi ringan malah jadi bengkak biayanya. Padahal saya harus mengantarkan kakak perempuan saya dalam keadaan sakit, hendak berobat (kontrol penyakit dalam dan terlebih ini mobil rental,” keluh M. Lazim.
Ternyata, lanjutnya, menurut cerita orang di sekitar situ, memang banyak yang terkena denda akibat melanggar rambu. “Saya sudah transfer, saya disuruh menunggu sampai 2 jam lamanya, sampai habis ashar petugas baru datang. Dan itupun saya telpon 2 sampai 3 kali,” keluhnya.
“Cuma yang saya sayangkan kok seperti itu layanan publik Dishub. Mengapa sudah dibayar kok seolah-olah seperti diabaikan. Sudah dapat uang kesannya gampang, santai (menyepelekan) kesannya seperti itu tanpa ada perhatian servis yang memuaskan, sehingga yang terjadi kakak saya yang sakit itu tadi ikut menunggu di trotoar sampai kepanasan. Intinya saya sangat kecewa sekali dengan denda yang begitu besar tetapi pelayanan sangat tidak memuaskan dan mengecewakan,” keluhnya lagi.
M. Lazim berharap, rambu-rambu yang dendanya besar seperti itu jangan diletakkan di dekat RS, yang notabenenya orang yang masuk ke RS adalah orang yang sedang kesusahan dan menderita.
“Masa ditambah penderitaan dengan peraturan Dishub yang begitu luar biasa nilainya Rp500.000 yang menurut saya sungguh fantastis. Dan semuanya saya serahkan pada Allah, biar Gusti Allah saja yang mengadilli,” pungkas M. Lazim.
Terkait hal ini, hingga berita dimuat, wartawan masih belum bisa mengkonfirmasi pihak Dishub Pemkot Surabaya maupun Dishub Propinsi. (loe)