Kampus Biru Universitas Brawijaya.

MALANG | duta.co – Universitas Brawijaya (UB) kukuhkan tiga profesor baru, Sabtu (20/03/2021). Pertama, Prof. Dr. Ir. Nurul Isnaini, MP sebagai profesor dalam bidang Ilmu Manajemen Reproduksi Ternak. Kedua, Prof. Dr. Ir. Muhammad Halim Natsir, S.Pt, MP, sebagai Profesor bidang Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pengolahan Pakan Unggas. Ketiga, Prof. Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS, sebagai Profesor bidang Ilmu Hama Pasca Panen.

Prof Nurul Isnaini sendiri mengangkat judul “Strategi Teknologi Reproduksi untuk Menghasilkan Kelahiran Kembar pada Kerbau”. Menurutnya, peran ternak kerbau yang sangat penting bagi masyarakat tersebut sayangnya belum didukung dengan pola pemeliharaan yang baik, karena masih dilakukan secara tradisional.

“Sistem pemeliharaan yang masih tradisional ini kemudian menyebabkan tidak optimalnya performa produksi dan reproduksi pada kerbau,” ungkap Prof Nurul.

Menurutnya, populasi kerbau di Indonesia cenderung mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan), populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2011 adalah 1,31 juta ekor, sedangkan tahun 2020 yaitu 1,18 ekor, maka terjadi penurunan sebesar 9,92%. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas kerbau adalah dengan menghasilkan kelahiran kembar.

Ia menjelaskan, melalui strategi kelahiran kembar diharapkan akan dapat mengakselerasi pertumbuhan populasi kerbau. Selain itu, penggunaan induk unggul diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas ternak kerbau.

Pada kondisi normal, imbuh dia, sebenarnya kerbau hanya bisa menghasilkan satu ekor anak pada setiap periode kebuntingan. Akan tetapi, kelahiran kembar memungkinkan untuk terjadi secara alami namun dengan frekuensi yang sangat rendah (hanya 0,14%).

“Strategi kelahiran kembar pada kerbau dapat dilakukan dengan tiga metode. Pertama dengan tahapan antara lain induksi superovulasi dan inseminasi buatan (IS-IB). Metode kedua dengan tahapan induksi superovulasi, inseminasi buatan, dan transfer embrio (IS-IB-TE). Sedangkan metode ketiga dengan tahapan maturasi oosit in vitro, fertilisasi in vitro, dan transfer embrio (MOIV-FIV-TE),” beber dia.

Namun, ia mengatakan, ada beberapa resiko yang perlu diperhatikan pada penerapan strategi ini yaitu tingginya risiko distokia, bobot lahir dan pertambahan bobot badan anak yang rendah, serta terjadinya sindrom freemartin pada anak betina.

Ke depannya, Ia berharap adanya pengembangan teknologi deteksi birahi dan kebuntingan dini. “Pengembangan teknologi kloning pada jenis ternak kerbau yang memiliki nilai sosial budaya dan ekonomi tinggi seperti Tedong Saleko di Toraja juga perlu untuk dieksplorasi pada masa-masa mendatang,” pungkasnya.

Prof. Dr. Muhammad Halim Natsir, SPt., MP dalam pidato pengukuhannya menyampaikan, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu kembali ke alam. Natural Growth Promoter (NGP) merupakan imbuhan pakan alami yang dapat meningkatkan produktivitas dan kesehatan ayam dan menghasilkan produk yang ASUH. NGP antara lain dapat berupa acidifier, fitobiotik, probiotik, prebiotik, enzim dan kombinasi di antara jenis tersebut.

Ia menjelaskan, NGP sejak tahun 20019 telah banyak beredar di pasaran dalam rangka untuk menggantikan AGP. Namun banyak produk NGP yang ada dipasaran tidak mampu meningkatkan produktivitas dan kesehatan ayam yang dipelihara oleh peternak. Salah satu penyebabnya dikarenakan pemilihan teknologi produksi yang tidak tepat.

Oleh karena itu, kata dia, penting memilih teknologi produksi imbuhan pakan yang tepat dan konsep formulasi pakan di era industri 4.0 dalam rangka mendukung produktivitas ayam. NGP dapat diproduksi dengan menggunakan teknologi nano enkapsulasi double coating karena terbukti efektif untuk mengganti AGP.

“Formulasi pakan dalam konsep smart farming akan menggunakan platform yang dikoneksikan dengan penggunaan teknologi maju mengabungkan data sistem sensor, ketersediaan dan sebaran bahan pakan, imbuhan pakan, data ayam dan kandang serta didukung oleh nutrigenomik dapat meningkatkan kualitas pakan yang sesuai dengan kondisi ayam di peternakan, sehingga produktivitas dan kesehatan ayam meningkat,” paparnya.

Sedangkan Prof. Dr. Ludji Pantja Astuti, MS mengangkat tentang Improvisasi Pengelolaan Hama Gudang Terpadu pada Beras dalam Simpanan. Pasalnya, penyimpanan beras menjadi salah satu hal yang patut diperhatikan dengan serius. Setidaknya, selama berada dalam gudang penyimpanan, beras mengalami kerusakan sebanyak 40 persen dari berat awal.

“Hal yang menjadi masalah dominan dalam penyimpanan beras adalah serangan klas serangga dalam ordo Coleoptera dan Lepidoptera,” ungkap Prof Ludji.

Menurutnya, suhu gudang berpengaruh dalam pertumbuhan hama. Kondisi gudang dengan suhu lebih rendah dari 20 derajat Celcius atau lebih tinggi dari 35 derajat Celcius dengan kelembaban kurang dari 60 persen dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama gudang.

Ia menjelaskan, beras yang semakin padat dan keras akan semakin menghambat pertumbuhan hama. Kandungan fenol dan mineral yang rendah akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan hama.

“Pemahaman terhadap implementasi Pengelolaan Hama Gudang Terpadu (PHGT) masih belum memadai. Hasil penelitian masih berskala peneliti, fumigasi berjadwal dan belum mengikuti perkembangan ilmu yang lain”, imbuhnya.

Improvisasi PHGT, menurut Ludji, dapat dilakukan dengan memperhatikan kodisi wilayah, waktu serta kearifan lokal. Kehadiran serangga hama dapat dideteksi lebih dulu dengan berbagai teknik pengamatan, mempertahankan kondisi gudang pada suhu dan kelembaban udara tertentu, pengemasan dengan bahan yang kuat dan menyimpan beras berkualitas baik dengan kadar air 12 persen dapat dilakukan untuk menghambat pertumbuhan serangga hama yang menyerang beras.

Selain itu, imbuhnya, penguasaan terhadap hama gudang menjadi penting bagi seorang manager gudang beras, untuk mengamankan persediaan dari serangan hama. Dibutuhkan juga sosialisasi informasi yang benar dan peningkatan kerjasama ilmuwan dalam penelitian hama gudang, dengan memanfaatkan teknologi informasi dan perkembangan ilmu serta perilaku masyarakat untuk improvisasi PHGT dan mempertahankan kualitas beras.

“Dengan meminimalkan aplikasi insektisida sintetis menuju lingkungan yang sehat dan aman serta berperan aktif mewujudkan ketahanan pangan dalam kehidupan berkelanjutan”, pungkasnya. (dah)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry