Konsul Jenderal RI Jeddah, Eko Hartono dan Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih menunjukkan MoU untuk peningkatan pendidikan, Rabu (26/10/2022). DUTA/ist

SURABAYA | duta.co – Universitas Airlangga (Unair) diajak untuk bisa ‘menampung’ anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)  yang ada di Jeddah dan Makkah, Saudi Arabia.

Hal itu tertuang dalam salah satu MoU antara Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah dengan Unair, Rabu (26/10/2022). Kerjasama langsung ditandatangani Konsul Jenderal RI Jeddah, Eko Hartono dan Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih.

Eko Hartono mengatakan anak-anak PMI di dua kota di Saudi Arabia itu menjadi sebuah persoalan yang harus melibatkan banyak pihak. Karena anak-anak itu harus bisa menempuh pendidikan hingga level tertinggi baik di Saudi Arabia maupun di Indonesia. “Agar nantinya mereka bisa lebih baik hidupnya dari kedua orang tuanya,” kata Eko.

Saat ini ada 1.140 siswa Indonesia di Jeddah dan 350 siswa Indonesia di Makkah mulai dari TK hingga SMA. Setiap tahun, banyak yang lulus SMA dan masih sedikit yang meneruskan ke perguruan tinggi.

“Mereka sangat membutuhkan motivasi untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, baik itu di Indonesia maupun di Saudi. Kami tidak ingin mereka hanya sampai di pendidikan menengah, ” jelasnya.

Diakui Eko, pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan para PMI di sana. Karena sejak pandemi Covid-19, PMI di Saudi banyak yang hidup di kesusahan dan masih belum bisa pulih seperti sedia kala. “Bagi kami pendidikanlah pintu untuk mengentaskan kondisi itu sehingga ke depan anak-anak PMI ini bisa bekerja lebih baik dari orang tuanya,” tukasnya.

Kepala Sekolah Indonesia di Jeddah, Sutikno juga mengaku sebenarnya banyak anak-anak PMI ini yang ingin menempuh sekolah tinggi. Mereka juga ingin bisa kuliah di Indonesia apalagi di daerah yang dekat dengan kampung halaman keluarganya.

Namun, sampai saat ini anak-anak PMI itu terkendala Nomor Induk Kependudukan (NIK). “Karena orang tua mereka itu di Saudi semua dan anak-anak itu lahir dan besar di sana, akhirnya tidak mengurus Kartu Keluarga di Indonesia. Jadinya lupa kalau NIK itu penting terutama saat hendak kuliah. Mereka tidak bisa mendaftar UTBK (ujian tulis berbasis komputer,red). Dan itu jumlahnya tidak sedikit,” jelas Sutikno.

Sutikno berharap Unair bisa memberikan solusi bagi anak-anak PMI ini agar bisa kuliah walau belum memiliki NIK. “Semoga ada jalan keluar dari Unair bagi anak-anak ini,” tutur Sutikno.

Selain itu, dalam perbincangan kedua belah pihak juga membahas masalah kerjasama lain. Misalnya adanya kuliah kerja nyata (KKN) internasional ke Saudi Arabia dari Unair. Terutama KKN untuk praktik mengajar anak-anak PMI di sana.

“Tidak harus bisa mengajar tentunya. Karena kami tahu Unair bukan jurusan keguruan. Tapi, punya ilmu yang bisa disharing. Karena kami di sana sangat membutuhkan. Tenaga guru kami itu ya dari para istri-istri pekerja di sana yang juga minim ilmu tentang mengajar,” kata Sutikno.

Rektor Unair, Prof Nasih menyambut baik kerjasama ini. Diakuinya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk kemajuan pendidikan anak-anak Indonesia di manapun berada. “Kita tindaklanjuti semua ini agar tidak hanya di atas kertas,” tuturnya.

Selain dengan Unair, kerjasama ini juga dilakukan dengan enam universitas di Indonesia, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Malang (UM), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Negeri Surabaya (UNESA). ril/end