Penyiksaan muslim Uigur tetap harus disuarakan. (FT/Harianterbit)

“Pembelaan terhadap muslim Uigur yang tertindas, bagaimanapun juga harus terus digaungkan. Kita tidak boleh menutup mata bahwa etnis Uigur diperlakukan secara semena-mena oleh pemerintah Cina.”

Oleh: Hersubeno Arief

DALAM sepekan terakhir berita seputar etnis muslim Uigur di Cina menjadi perbincangan paling panas, di media. Apalagi di media sosial.

Dipicu oleh pemberitaan The Wall Street Journal (WSJ) edisi Rabu (11/12) dengan  judul How China Persuaded One Muslim Nation to Keep Silent on Xinjiang Camps.

WSJ memaparkan China menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam tersebut setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu.

Berita tersebut segera menyedot perhatian dan membuat geger karena laman CNN Indonesia menurunkannya dengan judul bombastis “Media Asing: China Suap Ormas Islam RI Agar Diam soal Uighur.”

Kosa kata “Suap” itulah yang tampaknya membuat geger. Apalagi yang disebut mendapat “suap” adalah ormas Islam sekelas Muhammadiyah, NU, dan bahkan Majelis Ulama Indonesia.

CNN Indonesia kemudian mengubah judul beritanya mendekati judul asli. “Media Asing: China Rayu Ormas Islam RI Agar Diam soal Uighur.”

Muhammadiyah, NU, dan MUI segera membantah mereka menerima suap dari pemerintah Cina. Mereka mengakui bahwa benar pernah diundang ke Urumqi ibukota Xinjiang dan dibawa ke kamp-kamp etnis Uigur.

Di kamp tersebut mereka dipameri tempat yang mereka sebut sebagai balai latihan ketrampilan (vokasi) untuk menghindarkan etnis Uigur dari gerakan ekstrim dan radikal.

Bukan hanya tokoh ulama dan Ormas Islam yang diundang pemerintah Cina. Sejumlah akademisi dan puluhan wartawan Indonesia juga diundang ke Xinjiang pada akhir bulan Februari lalu.

Menurut laporan WSJ sikap Muhammadiyah, NU dan MUI terhadap Cina berubah total pasca kunjungan tersebut. Namun hal itu dibantah keras oleh pimpinan Muhammadiyah, NU, dan MUI.

Para pimpinan Ormas dan MUI menyatakan sikap mereka terhadap masalah etnis Uigur tak pernah berubah, sekalipun mereka diundang ke Xinjiang. Mereka tetap mengecam keras penindasan muslim Uigur.

Yang paling kebakaran jenggot dengan munculnya berita tersebut adalah pemerintah Cina. Mereka bergerak cepat.

Melalui Kedubes Cina di Jakarta, mereka segera melakukan operasi media. Membuat berbagai counter pemberitaan.

Wangxin seorang wartawan Radio Internasional Cina membuat sebuah artikel cukup panjang berjudul : “Menyibak Kebenaran tentang Xinjiang dari Laporan Miring Media Barat.”

Artikel yang diterbitkan di laman detik.com edisi  Rabu (11/12) secara terbuka menuding negara Barat, khususnya AS berada di balik operasi-operasi pembentukan opini negatif terhadap pemerintah Cina.

“Seiring dengan maraknya konflik antara AS dengan Tiongkok, mulai dari perang dagang, penekanan AS terhadap perusahaan teknologi tinggi Tiongkok Huawei, hingga ‘RUU HAM Hong Kong’ yang belum lama ini diluluskan. Pihak AS selalu menentang dan melawan Tiongkok, begitu juga dengan media-media barat yang selalu memberitakan berita yang bertentangan dengan Tiongkok,” tulis Wangxin.

Dua hari kemudian, Jumat (13/12) Duta Besar Cina di Jakarta Xiao Qian muncul dalam wawancara panjang di laman detik.com. Judulnya : Blak blakan Duta Besar RRC Xiao Qian. “Ketimbang AS, Dubes RRC Sebut China Sobat Sejati Dunia Muslim.”

Ketimbang Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat China (RRC) lebih bersahabat terhadap negara-negara muslim di dunia, termasuk Indonesia. Indikasinya, kata Dubes RRC untuk Indonesia China selalu berada dalam satu barisan dengan negara-negara muslim seperti Indonesia dalam menghadapi isu konflik di Timur Tengah.

“Justru kita lihat AS dalam hubungannya antara Palestina dan Israel selalu memihak Israel dan berseberangan dengan negara Arab. Juga banyak membuat kekacauan di Irak, Suriah, Libya dan Afghanistan. Justru China adalah sahabat sejati dunia muslim.”

Dilihat dari konten maupun timingnya. Baik artikel dan wawancara tersebut adalah artikel berbayar (sponsored content). Mereka tampaknya menyadari adanya operasi media yang sedang dilakukan oleh AS terhadap Cina.

Tanpa basa-basi mereka dengan tegas menuding AS berada di balik operasi media menghancurkan kredibilitas Cina di dunia internasional. Khusus untuk Indonesia menjadi sangat penting untuk dimenangkan opininya.

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar. Belum lagi adanya kepentingan investasi Cina di Indonesia yang sangat besar.

Cina adalah isu yang sangat sensitif di Indonesia. Sangat mudah mendorong isu negatif Cina di Indonesia.

Jangan sampai hanya Menjadi  Proxy

Bukan hanya kali ini Cina kebakaran jenggot akibat pemberitaan media  tentang etnis Uigur.

Pada akhir November lalu konsorsium jurnalis investigasi  internasional (ICIJ) bekerjasama dengan 17 media partner memuat bocoran dokumen yang sangat sensitif.

Melalui bocoran dokumen tersebut dapat diketahui bagaimana Cina memperlakukan kurang lebih 1 juta pria Uigur yang dimasukkan ke dalam kamp pendidikan ulang (re-edukasi).

Dokumen-dokumen rahasia itu mengungkapkan cara pengelola kamp memantau dan mengendalikan setiap aspek kehidupan tahanan.

Cina menyadari bocornya dokumen, maupun pemberitaan itu bisa membahayakan posisinya di mata internasional,  sekaligus senjata bagi AS yang kini tengah menjalani Perang Dagang dengan Cina.

Bukan tidak mungkin AS akan menjadikan isu etnis Uigur menjadi medan “perang tempur” kedua setelah Hongkong.

Cina menuding AS melalui ribuan agen intelijennya berhasil membuat destabilitas di Hongkong. Kota yang menjadi pintu masuk utama investasi asing ke Cina itu dilanda aksi unjukrasa besar-besaran sejak 9 Juni lalu.

Unjukrasa yang sudah berlangsung selama lebih dari 6 bulan itu berhasil melumpuhkan Hongkong. Kerugian Cina secara material luar biasa besar.

Jika AS berhasil menggalang opini publik internasional dan medorong eskalasi perlawanan di Xinjiang, maka akan menciptakan destabilitas politik baru yang kian menekan pemerintah di Cina.

Sangat mungkin AS melalui operasi intelijennya mendorong para jihadis dari negara-negara Islam masuk ke Xinjiang, seperti mereka mendorong konflik  Suriah di Timur Tengah. Uigur akan menjadi agenda komunitas internasional.

Pemerintah AS sebagaimana pengakuan Hillary Clinton berada di balik terbentuknya Islamic State of Iraqi and Suriah (ISIS). Monster ciptaan AS itu dibentuk untuk mendorong konflik berkepanjangan di Suriah dan menciptakan destabilitas di kawasan Timur Tengah.

Peta persaingan politik global antar-negara adidaya yang sedang memperebutkan supremasi dunia inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang isu etnis muslim Uigur.

Indonesia, khususnya umat Islam harus mulai bisa memilah, mana yang menjadi kepentingan terhadap pembelaan terhadap sesama umat Islam, dan mana yang menjadi kepentingan politik global.

Pembelaan terhadap muslim Uigur yang tertindas, bagaimanapun juga harus terus digaungkan. Kita tidak boleh menutup mata bahwa etnis Uigur diperlakukan secara semena-mena oleh pemerintah Cina.

Komitmen itu harus terus dipegang teguh, bukan hanya karena atas nama solidaritas muslim, tetapi sebagai bentuk komitmen atas hak asasi manusia.

Yang harus disadari, kita perlu waspada jangan sampai ribut-ribut sendiri antar elemen Anak bangsa. Hanya menjadi proxy dalam Perang Dagang dan  perebutan supremasi global antara Cina dan AS.

Jangan sampai seperti bunyi pepatah “ Gajah Lawan gajah, pelanduk mati di tengah”. end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry