Dian Arini., SP., MM. Dosen Tetap Stiesia Surabaya (duta.co/dok)

Beberapa waktu yang lalu Pemerintah mengenalkan kebijakan transformasi ekonomi guna menyelesaikan berbagai tantangan bangsa di bidang perekonomian.Dikutip dari pernyataan bapak Jusuf Kalla mengatakan untuk menjaga momentum positif pertumbuhan ekonomi, kebijakan transformasi ekonomi diperlukan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.

“Untuk mentransformasikan ekonomi kita menjadi lebih maju, diperlukan penguasaan teknologi, modal, skill, serta inti dari transformasi yaitu untuk melahirkan lebih banyak lagi entrepreneur,”.

Dalam setiap proses transformasi ekonomi memiliki risiko yang bisa diselesaikan melalui efisiensi dan pemanfaatan teknologi guna mencapai skala ekonomi ideal bagi masing-masing sektor usaha. Sedang kebijakan transformasi ekonomi itu sendiri terdiri atas lima pilar utama, yaitu optimalisasi pembangunan infrastruktur, penguatan implementasi kebijakan pemerataan ekonomi, dan minimalisasi ketergantungan terhadap modal asing jangka pendek.Dua pilar lainnya adalah efisiensi pasar tenaga kerja dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta konfigurasi investasi untuk mendukung pertumbuhan.

Namun saat ini dampak wabah virus corona atau covid-19 sangat terasa di aspek bisnis dan ekonomi. Dalam waktu yang cukup singkat, pola pemasaran pun berubah terlebih ketika diberlakukan social distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).Pemasar harus putar otak, untuk bisa memasarkan produk atau jasa mereka ke konsumen, sebagai strategi brand bertahan ditengah pandemi virus corona. Para pelaku bisnis optimalkan pemasaran online dan digital branding sebagai sarana komunikasi dengan target konsumennya.

Dampak dari bencana wabah virus corona, memukul banyak sektor bisnis di Indonesia. Beberapa sektor bisnis yang berpotensi mengalami penurunan penjualan seperti bengkel, restoran, salon, spa, properti, hotel, transportasi, penerbangan, mall, dan beberapa sektor bisnis lainnya.Namun ada beberapa sektor bisnis yang berpotensi stabil dan mengalami kenaikan contohnya produk kesehatan yang dibutuhkan saat pandemi, e-commerce, minimarket, toko sembako, apotek, provider internet, jasa penyedia video conference, aplikasi belajar dari rumah, dan lainnya.

Melihat permasalah tersebut, para pelaku bisnis harus dapat menyikapinya dengan cepat dan tepat guna merubah strategi penjualannya. Sehingga diharapkan tidak terjadi penurunan penjualan yang signifikan saat diberlakukannya social distancing.Untuk tetap dapat bertahan di tengah pandemi ini,para pelaku bisnis harus bisa mensiasatinya. Mulai dari fokus ke pemasaran digital melalui website yang dijadikan e-commerce, social media, search engine, penjualan melalui marketplace dan bentuk tim reseller untuk menjual produknya.sehingga ditengah pandemi virus corona ini ada ancaman sekaligus peluang.

Bagi pemasar, tentunya harus dapat menangkap peluang ini menjadi hal yang mutlak. Terlebih, saat ini korban PHK atas dampak pandemi ini sudah mencapai lebih dari satu juta orang. Solusinya bagi korban PHK adalah dengan mencari alternatif lain dengan menjadi reseller atau penjual dari produk-produk yang dibutuhkan saat masa pandemi ini.Sementara bagi pemasar, mereka dapat melakukan aksi sosial dengan membuka pola peluang usaha seperti membuka kerjasama reseller, dropship atau lainnya untuk menjual produknya secara masif kepada masyarakat.Dalam masa pandemi virus corona ini, pemasar harus cepat beradaptasi seiring dengan diberlakukannya social distancing. Karena sudah pasti sangat mempengaruhi perubahan besar dalam tren perilaku konsumen dalam berbelanja.

Pemerintah sendiri telah menetapkan masa bencana darurat covid-19 hingga 29 Mei 2020 mendatang. Tentunya, para pemasar perlu menyikapinya dengan membuat strategi yang tepat, baik saat masa pandemi berlangsung maupun setelah pandemi berakhir.Strategi bisnis dalam memasarkan produk di tengah wabah covid-19 yang dapat dilakukan diantaranya adalah Produk elektronikdan juga bisnis ritel misalnya. Mereka dapat membuka layanan belanja dari rumah dan membuka layanan pesan delivery untuk dioptimalkan dengan memanfaatkan jaringan ritel modern dan marketplace.

Lalu bagaimana cara mengevaluasi bisnis kita di masa pandemi ini? Semua sektor saat ini sedang dihadapi krisis ekonomi akibat pandemic COVID-19. Ada 3 faktor krusial yang perlu diperhatikan untuk kesuksesan bisnis dimana proses bisnis dimulai dari kecermatan para pelaku bisnis dalam melihat peluang, yang didukung oleh sumber daya dan diseimbangkan dengan kerjasama oleh tim. Dimasa krisis seperti ini, evaluasi diperlukan bagi pelaku bisnis supaya sinergitas tiga hal diatas tetap terjaga.

Namun disini yang juga harus diperhatikan adalah akan Kebutuhan pasar, dimana penurunan pelanggan itu dapat dipengaruhi juga oleh Permintaan pasar (market demand) dan ukuran pasar (market structure and size) yang turun tajam, memerlukan proses evaluasi untuk disesuaikan, seperti: apakah harus melakukan penghentian produksi jika ada varian produk yang mengalami penurunan penjualan. Atau apakah perlu menambah atau mengubah ke produk tertentu yang tetap dibutuhkan pelanggan (seperti; kebutuhan pokok, kesehatan, Pendidikan dan kebutuhan kantor untuk bekerja dirumah).

Kemudian yang tidak kalah penting adalah mengevaluasi hubungan pelanggan (customer relation) dimana yang sebelumnya hanya dilakukan dengan mengadakan event, gathering, membagikan brosur, memasang spanduk atau baliho bisa diperluas lagi dengan membuat blog, menggunakan media social (facebook, twitter, Instagram) atau memasang iklan di google adwords untuk promosi bisnis. Setelah semua dilakukan yang terpenting adalah evaluasi.

Evaluasi saluran distribusi (channels distribution), evaluasi sumber daya dan evaluasi asset.sehingga harapannya ditengah dampak covid-19 para pelaku bisnis dapat memanfaatkan peluang bisnis dengan optimal dan mendapatkan hasil yang maksimal. (*)