Ahimsa Denhas Afrizal ,MKom – Dosen Sistem Informasi, Fakultas Teknik
Pada 2015 lalu, saya dari jejakku.co, bersama gandengtangan.org dan rumahsinau.org sebagai tim pemenang Nextdev Telkomsel 2015, melakoni management trip ke Korea Selatan. Trip ini merupakan salah satu bentuk apresiasi kepada para pemenang. Tidak hanya bertujuan untuk jalan-jalan, trip kali ini memiliki misi untuk mengajak para pemenang untuk belajar kepada salah satu macan asia, Korea Selatan.
Bersama dengan Jepang, tentu kita semua tahu bahwa Korea Selatan merupakan salah satu inovator dalam bidang teknologi di Asia. Kita tentu mengenal raksasa digital Samsung yang berani head to head dengan Apple, ataupun LG yang berani menantang Sony di ranah digital maupun perlengkapan elektronik lainnya. Dunia otomotif Korea pun mulai bersaing dengan Jepang dengan Hyundai (kabarnya, brand ini dulu merupakan plesetan dari Honda) dan Daewoo.
Lalu, kenapa Korea dan bukan Jepang? Kedua negara ini memang sama-sama maju, saling bersaing dan kadang masih terdapat sentimen warisan Perang Dunia II, namun rasa-rasanya, Korea lebih mirip dengan Indonesia di masa lalu, dan akan menjadi pembanding yang cukup adil untuk kita.
Sejarah Kemajuan Korea
Pada hari pertama, kami berkesempatan untuk melakukan city tour di Seoul. Layaknya negara maju, Seoul begitu rapi dan teratur. Jalanan disini lebar-lebar, konon juga lebih lebar dari jalanan kota-kota di Jepang. Selanjutnya kami berkesempatan untuk bertemu dengan Duta Besar RI untuk Korea, John Prasetio untuk sharing tentang kemajuan Korea.
Hal yang perlu digarisbawahi dan yang menarik perhatian saya adalah, fakta bahwa kemajuan Korea saat ini bukanlah hal yang sudah ada sejak lama. Korea baru merdeka pada 15 Agustus 1945, hanya lebih cepat dua hari dari Indonesia. Korea pun terus terpuruk dalam perang saudara pada tahun 1950, ,terpisah menjadi Korea Utara dan Selatan, dan secara teknis masih dalam masa perang, sampai saat ini. Pada tahun 1990 an pun perekonomian Indonesia masih lebih bagus dari Korea Selatan. Lantas, apa yang menyebabkan mereka bisa melesat dalam dua dasawarsa terakhir? Mengapa Indonesia tidak bisa menjadi seperti mereka pada saat ini?
Kutukan Negeri Kaya
Indonesia, negeri ini sangat kaya dengan sumberdaya alam, tidak ada yang meragukan itu. Namun jangankan menjadi negara maju, menjadi negara berkembang pun kadang kita masih gagap. Banyak yang berpendapat, justru karena negeri kita kaya inilah, maka masyarakat kita jauh dari makmur. Seperti kata pepatah, ayam mati di lumbung padi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa faktor utama yang menjadi penyebabnya adalah lemahnya sumber daya manusia kita.
“Mangan nggak mangan sing penting kumpul”
Pepatah jawa diatas pasti sering kita dengar. Walaupun Indonesia tidak sama dengan Jawa, namun pepatah yang disarikan dari budaya “Makan nggak makan yang penting kumpul” atau bisa juga ditafsirkan : Tidak masalah nggak berkarya, yang penting bisa kumpul-kumpul, ini seakan menjadi cermin kita semua.
Sir Thomas Stanford Raffles, 200 tahun yang lalu dalam History of Java, telah melihat fenomena di nusantara ini. Dalam buku ini, Raffles dengan cermat menggambarkan budaya masyarakat Jawa, yang pada saat itu juga dipenuhi etnis lain dari penjuru nusantara. Indonesia dikelilingi gunung api, sehingga tanahnya luar biasa subur. Istilahnya kayu ditancapkan pun akan jadi tanaman. Sawah tanpa dirawat pun akan panen dua kali setahun.
Iklim di Indonesia juga paling enak sedunia, saat musim hujan tidak dingin, saat musim kemarau juga tidak panas. Matahari bersinar sepanjang tahun, kekayaan laut juga sangat melimpah. Hal ini justru membuat bangsa kita berada di zona nyaman.
Biasa hidup serba enak, tanpa kerja keraspun bisa tetap hidup. Teknologi tidak berkembang, kemampuan survival dan daya juang pun rendah.
Puncaknya, ketika bangsa-bangsa barat yang di negaranya minim sumber daya alam mulai menjelajah mencari dunia baru datang ke nusantara, kita hanya terbengong-bengong melihat teknologi dan ambisi mereka, lebih parah lagi, banyak juga yang justru berbalik menindas bangsanya sendiri…
Korea Selatan, berbanding terbalik dengan Indonesia, mereka tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah. Membuat bangsa mereka harus jungkir balik mempertahankan hidup. Musim dingin tidak bekerja atau tidak punya tempat tinggal? Bisa mati beku. Korea Selatan mau tidak mau harus mencetak sumber daya manusia handal yang kreatif, dan inovatif.
Saat ini, perekonomian Korea ditopang dengan ekspor peralatan digital, elektronik, dan industri kreatif di bidang kesenian. K-Pop yang saat ini merajai dunia bukanlah keberuntungan yang bisa didapatkan dalam sekejap. Korea mempersiapkan budaya Pop mereka sejak 90an, ketika mereka melihat Jepang berhasil dengan J-Pop.
Budaya kreatif ini disadari memiliki efek domino yang dahsyat. Dari industri musik, bisa merambah ke industri film, fashion, makanan, dan pariwisata. Tidak heran, banyak turis disana yang berasal dari Indonesia dan China, sedikit banyak karena ingin menengok negeri asal drama Korea dan bermimpi bertemu bintang idolanya disana…
Industri digital pun terus berinovasi, dengan menyasar negara berkembang, seperti Indonesia menjadi target market utama mereka
Mengubah Kutukan Menjadi Berkah
God made the country, and man made the town- William Cowper . Quote ini tertulis di Incheon Free Economic Zone, smart city modern dimana masalah perkotaan seperti kriminalitas, kemacetan, transportasi, kebakaran, dan kesehatan dipantau dan terintegrasi dalam satu sistem. Kota ini pada tahun 2002 masih berupa rawa-rawa.
Negeri kita memang masih tertinggal. Namun kutukan itu bisa menjadi ladang berkarya bagi kita, anak-anak muda untuk melakukan perubahan. Indonesia yang penuh masalah ini seharusnya memacu kita untuk berbuat, melakukan sesuatu, dan berusaha memecahkan, daripada hanya diam dan mengutuk keadaan.
Jika kita mampu mengubah mindset dan etos kerja kita, kutukan negeri kaya bisa menjadi berkah yang luar biasa. Ingat, ketika ada masalah, dan masalah itu dialami banyak orang, maka solusi yang kita tawarkan apabila tepat akan menjadi opportunity yang sangat potensial.
Tinggal sekarang, apakah kita yang akan menemukan solusi dan opportunity tersebut dan menjadi raja di negeri sendiri. Atau lagi-lagi, ditemukan oleh bangsa asing dan menjadi keuntungan bagi mereka? *