PONTIANAK | duta.co – Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) IKIP-PGRI Kalbar, Muhammad Nurdin, angkat bicara terkait video pernyataan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, berkenaan aturan pengeras suara di masjid dan musala, yang sebagian orang menanggap kontroversi.

Menurut Nurdin, setelah mendengar secara seksama video Menag seusai bersilaturahmi dengan perwakilan dari lintas agama dan suku, di Balai Serindit, Komplek Gubernuran Riau pada Rabu, 23 Februari 2022, mestinya, tidak ada hal yang perlu kita pertentangkan.

“Setelah saya melihat dan mendengar isi video,  menurut saya tidak ada yang kontroversi. Tidak ada yang perlu dipersoalkan. Menag Gus Yaqut menjelaskan soal pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Menag bagian dari pemerintah, hal yang wajar pemerintah untuk mengatur itu dan menjelaskannya ke publik,” kata Nurdin, di Pontianak, Jumat (25/02/2022).

Dalam pernyataan Menag, aturan tersebut diterbitkan semata-mata untuk membuat masyarakat semakin harmonis. Maka, kata Nurdin, tujuan surat edaran itu sangatlah baik.

“Ada sebagian pihak yang menganggap aturan ini seolah-olah melarang pengeras suara masjid dan musala. Padahal tidak. Artinya, orang yang menganggap seperti itu, pasti belum baca isi surat edarannya. Atau kalau sudah baca, barangkali gagal paham,”

“Pada keterangan Menag dalam video, tegas pernyataannya bahwa tidak melarang penggunaan toa atau pengeras suara di masjid dan musala. Melainkan perlu kita atur volumenya,” kata mantan Ketua PC PMII Kota Pontianak ini.

Adapun perihal lain yang dianggap kontroversi, yakni saat Menag mencontohkan suara toa yang mengganggu, mencontohkan salah satunya dengan suara anjing.

Dalam hal ini, Nurdin menyebutkan, bahwa pada keterangan Menag dalam video, setidaknya ada dua percontohan. Pertama, muslim yang hidup di lingkungan nonmuslim, menyalakan pengeras suara dengan kencang lima kali dalam sehari. Kedua, tetangga yang semuanya memelihara anjing, dan pada waktu bersamaan menggonggong.

Jangan Ambil Kesimpulan Sepihak

Kata Nurdin, percontohan ini sama sekali tidak memiliki unsur menyamakan apalagi penistaan, sebagaimana anggapan sebagian orang. Di mana percontohan itu seolah menyamakan azan dengan suara anjing.

“Mana unsur menyamakannya? Gus Yaqut dalam menyontohkan, tidak ada menyebut azan. Kok, bisa-bisanya ada kesimpulan menyamakan azan dengan suara anjing. Itu kan ada dua percontohan. Dua percontohan itu hal yang biasa karena bisa menggangu oleh banyak orang. Jadi wajar mengambil percontohan itu dong! Menyontohkan atau istilahnya tamtsil dengan menyamakan atau tasybih, itu hal yang berbeda,” kata Nurdin.

“Jangan simpulkan ke hal yang tidak nyambung. Jadinya, buat keruh dan bisa memprovokasi. Ini bahaya. Malah, yang membuat kesimpulan seperti itu sebetulnya yang bisa kita anggap menista agama,” ujar Nurdin.

Nurdin mengatakan, pengaturan penggunaan pengeras suara berupa Surat Edaran Nomor 05 Tahun 2022 sebetulnya hal yang biasa. Di beberapa negara seperti Arab Saudi, Turki, Suriah, Malaysia, dan Mesir, aturan serupa juga ada.

Bahkan, kata politisi muda Partai Golkar ini, aturan penggunaan pengeras suara telah ada sejak zaman Orde Baru. Instruksi Dirjen Bina Masyarakat Islam Kemenag nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla.

“Aturan seperti ini sudah ada sejak lama, zaman Orde Baru sudah ada. Bahkan sebelum SE ini terbit, aturan itu masih berlaku. Kalau ada yang ribut sekarang, entah dulu ke mana, kok anteng-anteng saja?” kata Nurdin.

Kendati demikian, Nurdin mengajak semua pihak untuk bersikap arif. Dalam hal ini, ia meminta untuk mengedepankan tabayyun.

“Mari kita jaga persatuan. Jangan mengambil kesimpulan sendiri, kedepankan tabayyun. Perbanyak literasi, sehingga tidak mudah terprovokasi,” tuturnya. (mjh)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry