JAKARTA | duta.co – Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional perlu direvisi agar dapat mengatasi dampak learning loss, atau kemunduran dalam proses belajar siswa akibat pandemi Covid-19, serta mengakomodir perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan dan teknologi.

“Pendidikan kita sedang memasuki kondisi gawat darurat. Kita tidak bisa berdalih bahwa negara-negara lain juga mengalami penurunan akibat pandemi. Persoalannya, kondisi kita sudah di bawah sebelum pandemi, kemudian makin terpuruk sesudah dihantam pandemi ini,” terang Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Prof Totok Amin Soefijanto.

Kajian Akademik Kemendikbudristek mengenai Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran (edisi 1 Februari 2022), memperlihatkan siswa Indonesia mengalami kemunduran proses belajar sekitar lima bulan pembelajaran dengan Kurikulum 2013.

Bila diukur dari capaian numerasi, kehilangan sekitar 40 poin (seharusnya 522 tetapi hanya tercapai 482) dan dari capaian literasi kehilangan 51 poin (seharusnya 583, tercapai hanya 532).

“Beruntung, menurut kajian yang sama, adanya Kurikulum Darurat selama 4 bulan dapat mengurangi ketertinggalan tadi masing-masing capaian menjadi hanya kehilangan 5 poin dan 13 poin saja,” tambah Totok, yang juga Peneliti Kebijakan Publik Universitas Paramadina ini.

Revisi juga dibutuhkan untuk mengakomodir fenomena baru seperti pembelajaran jarak jauh, penggunaan teknologi pendidikan atau resilient education. Revisi juga perlu melibatkan semua pemangku kepentingan di sektor pendidikan dan berjalan transparan.

Prof Totok menyoroti pentingnya upaya berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, termasuk melalui uji kompetensi dan pelatihan profesi berkelanjutan (continuous professional development.)

Program uji kompetensi guru berjalan rutin sejak 2012. Sayangnya program ini terhenti pada 2015, kecuali di wilayah DKI Jakarta yang masih menjalankannya di tahun 2019.

Uji kompetensi dan pelatihan profesi berkelanjutan saling berkaitan. Pelatihan tanpa mengukur kekurangan setiap guru tidak akan efektif.

Selanjutnya perlu adanya program pendidikan inklusi, anak berbakat dan anak berkebutuhan khusus Di kelompok anak berbakat istimewa, pemerintah perlu memastikan mereka ini “terjaring” hingga dapat memperkuat bangsa dalam persaingan global.

Peningkatan peran pihak-pihak di luar sekolah dan sektor pendidikan, seperti lembaga negara, masyarakat, kalangan akademik, dunia usaha, dan media, juga dibutuhkan melalui kolaborasi ekstensif, sistemik, dan sistematis yang dimotori Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ekstensif karena menyangkut seluruh aspek pendidikan, mulai dari input, proses, dan keluarannya. Sistemik karena menyangkut semua unsur aktivitas sektor pendidikan. Sistematis karena dijalankan secara mudah, terbuka, dan demokratis dengan memanfaatkan aplikasi teknologi yang terbaru.

Integrasi UU Guru dan Dosen juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru dan mempermudah kinerja mereka yang sudah terbukti dipenuhi tantangan terutama selama pandemi.

Revisi UU ini dibutuhkan karena ada fenomena-fenomena yang belum terakomodir dalam UU ini, seperti pembelajaran jarak jauh, penggunaan teknologi pendidikan atau resilient education. Revisi UU ini juga perlu melibatkan semua pemangku kepentingan di sektor pendidikan dan dapat berjalan secara transparan. (*)

Ket. Foto: Suasana Belajar (ft/kompasiana.com)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry