PELATIHAN :  Puluhan jurnalis dari berbagai platform media di Jember mengkuti pelatihan menangkal informasi palsu atau hoaks. (duta.co/udik)

JEMBER | duta.co – Puluhan jurnalis dilatih menangkal informasi palsu atau hoaks. Kegiatan yang bekerjasama antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Internews, dan Google News Initiative diikuti pekerja dari berbagai platform media. Agenda itu berlangsung dua hari, di Hotel Meotel Jember, Sabtu-Minggu (21-22/9).

Plt Ketua AJI Jember Mahrus Sholih mengatakan penyelenggara menghadirkan dua pelatih dalam kegiatan tersebut. Keduanya, Anang Zakariya dan Bina Karos, merupakan trainer dari AJI yang bersertifikat Google. Para pelatih itu menyampaikan berbagai problem dan tantangan media kekinian, khususnya media daring, yang rentan terkontaminasi oleh informasi hoaks.

“Trainer akan menjelaskan apa saja peranti yang bisa digunakan mendeteksi informasi bohong. Sehingga jurnalis bisa menjadi agen yang dapat menangkal informasi hoaks,” ujarnya.

Dia menambahkan, puluhan jurnalis ini berasal dari berbagai kabupaten di wilayah kerja AJI Jember. Di antaranya, Jember, Bondowoso, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi.

Menurut Mahrus, kegiatan ini dilatarbelakangi oleh fenomena banyak dan cepatnya penyebaran informasi di era digital, terutama melalui media sosial. Muatan informasi itu juga beragam. Mulai dari informasi yang bermanfaat dan dibutuhkan publik, hingga informasi palsu (hoaks), disinformasi, atau kabar bohong.

Kata dia, penyebaran informasi palsu berupa teks, foto hingga video itu memiliki tujuan beragam. Ada yang sekedar untuk lelucon, tapi ada juga yang mengandung kepentingan politik atau ekonomi. Yang merisaukan, hoaks menyebar sangat cepat di sosial media. Bahkan, tak sedikit publik yang mempercayainya.

“Bukan hanya publik yang mempercayai dan menyebarluaskan informasi palsu tersebut. Terkadang media pun turut mendistribusikannya,” ucapnya.

Keterlibatan media dalam menyebarkan informasi hoaks itu, dia berkata, entah karena ketidaktahuan, sekadar ingin menyampaikan ‘informasi’ secara cepat, atau memang sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu. Mudahnya penyebaran informasi palsu itu dipicu oleh banyak sebab, termasuk karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang apa itu informasi palsu dan bagaimana cara menangkalnya.

“Untuk itu, pelatihan ini bertujuan agar para jurnalis menjadi agen penangkal hoaks. Sehingga mereka menjadi bagian dari pekerja media yang terlibat mengedukasi publik,” tuturnya.

Situasi semacam itulah yang mendorong AJI, dengan dukungan Internews dan Google News Initiative, mengadakan training jurnalis. Kegiatan ini diperuntukkan khusus bagi jurnalis, pengelola media, aktivis pers mahasiswa, serta pengelola media daring berbasis komunitas. Selain itu, sehari sebelumnya juga mengadakan seminar setengah hari soal isu yang sama di Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi.

“Agar tidak tegang, proses kegiatannya juga berlangsung dengan cara menyenangkan dan cair,” jelas Mahrus.

Bina Karos, salah satu pemateri memaparkan, materi yang diberikan dalam pelatihan ini meliputi teknik mendeteksi informasi palsu. Selain itu, juga bagaimana berselancar di dunia digital yang sehat dan aman. Kata dia, salah satu tujuan praktis dari kegiatan ini adalah agar jurnalis dapat melakukan verifikasi sendiri terhadap informasi yang beredar di dunia digital, khususnya media sosial.

“Secara nasional, kegiatan ini adalah yang kali ketiga. Pertama digelar pada 2017 lalu,” ucapnya.

Tak hanya itu, Pengurus AJI Indonesia ini menyebut, para junalis juga diajak untuk mengenali kategori informasi yang berpotensi menyesatkan. Yakni misinformasi dan disinformasi. Jurnalis juga dilatih tentang bagaimana memverifikasi informasi di media daring apakah itu masuk kategori informasi mis atau disinformasi.

“Sejak pelatihan ini digelar, sudah ada tiga ribuan jurnalis yang terlibat. Harapannya, para alumni training tersebut dapat mengangkat tingkat literasi masyarakat Indonesia yang hingga kini masih rendah,” pungkasnya. (imm)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry