SEMARANG | duta.co – Sebut saja Aida, warga Semarang Barat yang bernasib miris. Tidak memiliki tempat tinggal hingga terpaksa tidur di masjid sampai tempat isolasi Covid-19. Gadis 18 tahun tersebut pertama kali ditemukan oleh seorang Lurah di Kecamatan Semarang Barat.

“Awalnya Aida jadi anjal (anak jalanan) yang hidup telantar. Dia ditampung oleh warga yang kemudian bu lurah menanyainya,” kata salah satu Koordinator Wilayah (Korwil) Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang, Budhi Santoso kepada duta.co di Semarang, Senin (1/11/2021).

“Kepada bu lurah, ia menyebut kakaknya sedang tiduran, terus dicari dan ketemu, ternyata kakaknya, istri kakaknya dan anak kecilnya juga menggelandang, gak punya rumah,” lanjutnya.

Lurah tersebut merasa kasihan, iba sehingga memutuskan untuk menampung mereka di rumah isolasi terpusat. “Keluarga ini awalnya tinggal di dekat kelurahan itu, namun rumah mereka sudah dijual, mereka misah sendiri, dan Aida jadi anjal,” urainya.

Keluarga yang lain tidak jelas tinggal dimana, termasuk ibunya. Sementara kakak Aida beserta istri dan anaknya masih sempat kost, namun tidak lama akhirnya tidur di masjid, “Tidak ada biaya jadi menggelandang juga akhirnya,” bebernya.

Seiring dengan kondisi saat ini, lanjutnya, lurah tersebut lantas melapor kepada Tri Waluyo selaku Kepala Bidang (Kabid) Rahabilitasi Sosial (Rehabsos) di Dinas Sosial Kota Semarang. Mendapati informasi itu Tri Waluyo segera mengutus TPD untuk melakukan assessment. “Pak Tri langsung minta TPD untuk assessment,” ucapnya.

Budi bersama Asti Yustianti yang mendapatkan tugas itupun langsung mencari lebih jauh informasi tersebut. Hasilnya, diketahui satu keluarga terdiri dari bpk ibu dan 5 orang anak. Aida adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, kakak Aida yang pertama bernama Aan (sebut saja demikian) tidak melanjutkan sekolah karena harus membantu orangtuanya, “Aan usianya saat ini sudah 32 tahun, dan sudah berkeluarga,” ungkapnya.

“Adiknya Aan juga bekerja serabutan, ada yang jadi pemulung, kernet, supir truk. Aan kalau malam mencari udang, kepiting, kerang di tepi pantai Tanah Mas, hasilnya bisa untuk makan dia dan membantu orangtuanya membiayai sekolah adek-adeknya,” jelasnya.

Namun, kerja keras Aan tidak mendapat sambutan yang baik, ternyata uang jerih payahnya justru untuk kepentingan nafsu ayahnya, “Ternyata uang itu tidak dibayarkan ayahnya untuk sekolah adiknya, tapi untuk nikah lagi,” ungkapnya.

Persoalan lain muncul, Budi mendapatkan informasi dari dokter yang merawat Aida menyatakan trauma psikis, “Aida ikut warga selama 2 bulan sebelum akhirnya ditempatkan di rumah isolasi dengan seluruh keluarganya. Aida juga sudah diterapi di RSUD Tugu dan diberi obat. Menurut dokter Resty yang merawatnya, Aida secara empati emisional jalan hanya dia punya trauma dengan bapak dan kakak-kakaknya karena sering berkata kasar padanya. Aida juga sempat mendapatkan pendampingan dari LP3A khusus anak,” paparnya.

Sementara Tri Waluyo mengatakan, pihaknya akan merujuk kelayan Dinsos sesuai dengan kebutuhan, “Lurahnya memang minta dimasukkan ke rumah boro, tapi kami punya pertimbangan lain, ada yang butuh rehabilitasi mental, ada yang butuh keterampilan kerja, ada yang butuh rehabilitaso sosial berbasis masyarakat, ini kita selesaikan dulu,” ujarnya.

Saat ini, lanjutnya Dinsos Semarang masih melakukan komunikasi teknis agar mereka mendapatkan pelatihan keterampilan, “Kan pemerintah ada panti yang memberikan pelatihan, ini dibawah naungan Dinsos Jateng, jadi kita komunikasikan dulu sebelum menempatkan di masyarakat untuk rehabilitasi sosial berbasis masyarakat,” jelasnya. (rif)

Ket. Foto: Salah satu Korwil TPD Budhi Santoso saat mengantarkan seorang anak jalanan di sebuah panti (dok)