Prof Dr Rochmat Wahab. FT/UGMTV

SURABAYA | duta.co – Kehadiran KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) adalah sebuah keharusan. Sebagai bagian dari anak bangsa, KAMI tidak boleh diam menyaksikan ancaman terhadap konstitusi negara, Pancasila serta UUD 1945.

Di sisi lain KAMI juga mencermati bagaimana penegakan hukum, ekonomi, politik, pendidikan di negeri ini. “Terus terang, KAMI tidak tega kalau Pancasila diotak-atik. Hari ini, kita saksikan dengan kasat mata, ada upaya-upaya mereduksi Pancasila dan UUD 1945. Kami tidak rela, karena (Pancasila dan UUD 1945 red.) adalah pengikat kuat NKRI,” demikian disampaikan Prof Dr Rochmat Wahab, salah satu deklarator dan Presidium KAMI kepada duta.co, Minggu (20/9/2020).

Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DIY masa bhakti 2011-2016 ini, kemudian menyebut sebuah contoh. Ia mengaku prihatin menyaksikan munculnya RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang jelas-jelas berbeda dengan Pancasila 18 Agustus 1945. Apalagi, kelahiran RUU HIP ini telah melalui proses di DPR RI. Kok bisa?

“Ini masalah serius. Kita sebagai anak bangsa, tidak boleh diam. KAMI terpanggil untuk meluruskan semua itu, dan KAMI akan bergerak sesuai dengan konstitusi. Tidak ada kamus makar bagi KAMI,” tegas Ketua Forum Rektor Indonesia (2015-2016) ini.

Deklarasi KAMI/keterangan foto merdeka.com

Ketika ditanya soal tuduhan makar yang ditujukan kepada Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, Prof Rochmat juga merasa tidak habis pikir.

“Beliau itu purnawirawan jenderal, mantan Panglima TNI. Sepanjang hidupnya berjalan di atas sumpah prajurit sebagaimana ASN. Haqqul yaqin, semua anggota TNI, Polri dan ASN juga pejabat negara telah disumpah untuk setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Justru kami heran, ketika Pancasila terancam, sebagian besar di antara kita diam,” jelasnya.

Membangun Kebersamaan

KAMI, jelas Prof Rochmat, ingin membangun kesadaran bersama, bahwa, negeri ini menghadapi masalah serius. Tidak cukup hanya diserahkan kepada pemerintah saja. Harus kita bantu. KAMI telah melakukan kajian secara seksama, hasilnya, dibutuhkan sinergitas antara rakyat dan penguasa.

“Sayangnya, masih ada kelompok tertentu yang ketakutan, sehingga mereka sibuk membuat stigma makar, oposisi dan lain sebagainya. KAMI bukan gerakan ‘anak kemarin sore’. Mereka yang tergabung dalam KAMI ini, telah melewati jalan panjang sebuah pergerakan. KAMI tidak akan terpancing dengan tudingan-tudingan miring seperti itu,” tambahnya.

Masih menurut Prof Rochmat, tanggal 30 September besok, adalah momentum untuk mengingatkan kita, bahwa, negeri ini pernah mengalami tragedi kelam, G/30-S/PKI. Jangan sampai terulang. Ini common enemy (musuh bersama) bangsa Indonesia sebagai umat beragama. Begitu juga esoknya, 1 Oktober, ini adalah Hari Kesaktian Pancasila. Jangan diam ketika Pancasila terancam.

“Maka, KAMI akan membuat kegiatan sebagai pengingat, membangun kesadaran bersama betapa pentingnya menjaga Pancasila, betapa pentingnya waspada terhadap kebangkitan komunis. Tetapi, kalau pemerintah tidak mengizinkan, KAMI juga tidak memaksakan pada hari H-nya. Karena pemegang izin (otoritas) adalah pemerintah. Jika dimungkinkan dapat dilaksanakan pada hari lain dengan retap seizin pemerintah. Jika tetap tidak bisa, ya kita akan terima, semoga Tuhan YME meridloi,” pungkas Prof Rochmat yang notabene Ketua Komite Khitthah Nahdlatul Ulama (KKNU) 1926 ini. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry