Gus Rozaq (kiri) dan woro-woro tahlilan di DPP PKS.

SURABAYA | duta.co – Malam Jumat ini, Kamis (02/7/2020) berlangsung acara tahlilan dan doa bersama untuk Almarhum KH Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syura DPP PKS yang meninggal Selasa (30/6/2020) di RS Santosa Central, Kota Bandung.

Kabar tahlilan yang berlangsung di kantor DPP PKS, tepatnya di MD Building ini, beredar luas di grup medsos nahdliyin. Tidak sedikit yang terkaget, ketika mendengar, bahwa, sosok Kiai Hilmi, ternyata, sejak usia 6 tahun, sudah ditempa pendidikan agama, dimulai dari Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

“Sebenarnya tidak perlu kaget. Fakta, di PKS banyak santri-santri tulen, mereka juga nahdliyin. Bahkan banyak perjuangan PKS yang sejalan dengan NU. Misalnya penolakan RUU HIP yang tengah heboh saat ini. Kita perlu berterima kasih kepada Kiai Hilmi dan PKS,” demikian H Abdul Rozaq, yang akrab dipanggil Gus Rozaq ini terlihat duta.co, Kamis (2/7/2020).

Alumni Tebuireng dan Tambakberas

Gus Rozaq menyebut banyak politisi PKS ‘berdarah NU’. “Seperti Kiai Mahmud Mahfudz Lc MH. Beliau itu lama belajar di PP Tebuireng. Delapan tahun (1977-1985) waktunya dihabiskan untuk mengaji di Tebuireng. Sekedar tahu, Kiai Mahmud ini masih keponakan almaghfurlah KH Ustman (Jakarta), mantan Mustasyar PBNU yang notabene besan almaghfurlah KH Wahab Chasbullah,” jelas Gus Rozaq yang juga keluarga Tambakberas.

KH Hasib Wahab (kiri) Menantu almaghfurlah KH Ustman dan KH Mahmud Mahfudz (DPP PKS). (FT/ist)

Jadi, lanjutnya, tidak perlu heran, kalau kemudian budaya PKS ini sama dengan budaya NU. “Mereka sama, banyak yang ahlussunnah waljamaah an-nahdliyah, juga tahlilan, tawassulan. Saya nanti juga ikut tahlil, ikut mendoakan Kiai Hilmi, semoga perjuangan beliau  selama ini menjadi amal soleh, diterima di sisi-Nya,” tegas Gus Rozaq.

Seperti diketahui, KH Hilmi Aminuddin, lahir di Indramayu, Jawa Barat, 27 Desember 1947, meninggal di Bandung, Jawa Barat, 30 Juni 2020 pada umur 72 tahun. Ia merupakan pendiri gerakan dakwah atau yang pada era 1980-1990-an dikenal dengan sebutan harakah tarbiyah.

Pada usia enam tahun, Kiai Hilmi memulai pendidikannya dengan masuk di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Selulus dari sana, dia berkelana ke sejumlah pesantren di Jawa. Pada tahun 1973, Hilmi muda memutuskan untuk berangkat ke Arab Saudi dan belajar di Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah.

Enam tahun menuntut ilmu di universitas itu, Kiai Hilmi kerap berkumpul dengan Yusuf Supendi yang juga merupakan tokoh perintis PKS. Kala itu Yusuf sedang berkuliah di Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh.

Dari Masjid ke Masjid

Sekitar tahun 1978, Hilmi lulus kuliah dan pulang ke Indonesia. Sepulangnya dari Arab Saudi, Hilmi memulai kariernya dengan berdakwah. Tapi karena tidak memiliki Pondok Pesantren seperti kebanyakan ulama di Indonesia saat itu, Kiai Hilmi memutuskan berdakwah dari masjid ke masjid, atau dari satu kelompok pengajian ke kelompok pengajian lainnya.

Pada tahun 1998, Kiai Hilmi bersama beberapa rekannya mendirikan Partai Keadilan dan pada tahun 2002, partai tersebut berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera, agar tetap bisa ikut pemilihan umum dua tahun berikutnya.

Karena baru didirikan dan hanya mendapatkan 7 kursi di parlemen, atau 1,5 persen, maka peranan PKS saat itu belum begitu kelihatan dan lebih fokus ke dalam partai. Pada tahun 2005, Hilmi ditunjuk menggantikan Rahmat Abdullah yang meninggal dunia untuk menjadi Musyawarah Majelis Syuro I yang merupakan lembaga tertinggi di PKS.

Selamat jalan Kiai Hilmi, semoga seluruh amal baiknya diterima Allah swt. dan diampuni segala khilaf. Allhummaghfirlahu warhamhu waafihi wa’fuanhu. Alfaatihah! (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry