Sidang Perlawanan ASTRANAWA yang juga menjadi perhatian Komisi Yudisial (KY) Jawa Timur. (FT/Enoh)

SURABAYA | duta.co – Semboyan hukum: Fiat justitia ruat coelum (tegakkan keadilan walaupun langit akan runtuh) mengilhami eksekusi tanah dan bangunan Graha ASTRANAWA. Fatwa dahsyat pemangku kekuasaan Romawi, Lucius Calpurnius Piso Caesoninus itu, sekaligus untuk mendukung tekad Menko Polhukam RI, Prof Mahfud MD memberantas industri hukum. Kalau negara ingin kuat, keadilan harus tegak.

Kini, kesalahan fatal eksekusi tanah dan gedung ASTRANAWA, semakin terang benderang dan sempurna. Keterangan saksi ahli, Dr Taufik Iman Santoso, SH, Mhum, dari Universitas Surabaya (UBAYA) di depan Mejelis Hakim sidang Perlawanan Eksekusi, dengan jelas menyebut, bahwa, eksekusi itu melanggar hukum.

“Sebelumnya, ada tiga pakar hukum dari kampus ternama (Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya red) memberikan keterangan yang sama. Bahwa status tanah Astranawa itu, sah, milik saya, jauh sebelum PKB lahir. Jadi, eksekusi adalah pelanggaran hukum. Harus dibatalkan. Hari ini saya menunggu keadilan dari pengadilan Surabaya,” tegas Drs Choirul Anam (Cak Anam) kepada duta.co, di tengah melihat persiapan acara diskusi terbatas di Museum NU dengan protap New Normal, Jumat (5/6/2020).

Cak Anam dalam diskusi terbatas di Museum NU. (FT/MKY)

Cak Anam tidak mau ribut soal tenggang waktu. Menurut keterangan kuasa hukum, alasan majelis hakim sidang perlawanan, bahwa, waktu gugatan perlawanan itu terlalu mepet. Hal ini sudah dijawab saksi ahli Dr Taufik, bahwa, prinsip eksekusi itu, tidak boleh merugikan orang. Ini yang pertama.

“Kedua, alasan terlalu mepet juga tidak masuk akal, impossible. Senin (11/11/2019) gugatan perlawanan diterima PN dengan nomor perkara 1121/Pdt.Bth/2019/PN.Sby. Besoknya, Selasa (12/11/2019) ditetapkan jadwal sidang. Eksekusi dilaksanakan Rabu (13/11/2019). Apanya yang mepet? Ini terkait hak seseorang. PN tidak boleh melegalkan ‘perampasan’ hak seseorang,” demikian Cak Anam.

Karena itu, lanjutnya, pihaknya akan membongkar praktek hukum yang, dengan enaknya merampas hak orang. “Ini bukan masalah ASTRANAWA semata, ini soal penegakan hukum. ASTRANAWA itu kecil, tetapi, kalau hukum sudah jadi industri, ini tanda serius negara akan hancur. Negara baru kuat, kalau keadilan tegak,” tegasnya.

Pekan depan, jelas Dewan Kurator Museum NU ini, pihaknya akan menggelar webinar, dengan melibatkan pakar-pakar hukum dari sejumlah kampus. Tajuknya soal penegakan hukum, dan masa depan Indonesia. “Kasus ASTRANAWA, hanya sekedar contoh dari runtuhnya supremasi hukum. Hasil seminar ini segera kita sampaikan ke Menko Polhukam RI,” pungkasnya. (eno)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry