SURABAYA | duta.co – Surat rekomendasi resmi yang dikirim DPRD Jatim kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa terkait Bank Jatim hingga saat ini ternyata belum direspon (dijawab). Oleh karena itu, Komisi C sebagai penggagas rekomendasi yang bertujuan baik bagi masa depan BUMD terbesar di Jatim itu merasa perlu untuk mempertanyakan kembali.

Anggota Komisi C DPRD Jatim, Agung Supriyatno, mengatakan, bahwa Bank Jatim sebagai BUMD terbesar milik Pemprov Jatim perlu untuk dijaga bersama-sama. Tujuannya, agar jangan sampai ada masalah-masalah di kemudian hari yang berpotensi bisa menurunkan kepercayaan publik.

Terlebih, surat rekomendasi dari Komisi C dan sudah dikirim oleh pimpinan DPRD Jatim sekitar 20 April lalu, hingga saat ini belum mendapatkan jawaban apapun dari Pemprov Jatim. “Kami mendengar pada tanggal 23 Juli nanti, akan dilakukan RUPS yang salah satu agendanya adalah memutuskan atas komposisi pengisian direksi yang kosong,” kata Agung saat dikonfirmasi Selasa (2/6/2020).

Diakui Agung, sebagian besar kalangan DPRD Jatim khususnya Komisi C terhenyak sekaligus bertanya-tanya mendengar kabar tersebut. Pasalnya, hingga saat ini belum ada sama sekali jawaban apapun dari Gubernur Jatim atas surat rekomendasi yang dikirim pada 20 April 2020 atau 3 hari sebelum RUPS 24 April 2020.

Padahal, salah satu poin penting dari rekomendasi tersebut adalah menyangkut tentang keberadaan panitia seleksi perekrutan calon direksi Bank Jatim yang tidak sesuai dengan pasal 38 huruf C PP No.54 tahun 2017 tentang BUMD dan Permendagri No.37 tahun 2018. Serta ketentuan tentang persyaratan usia calon direksi Bank Jatim yakni sekurang-kurangnya 35 tahun dan maksimal 55 tahun.

“Oleh sebab itu, harapan kami, sebelum RUPS dilakukan kami mohon dengan sangat hormat ibu Gubernur untuk merespon atas rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh DPRD Provinsi Jatim ini,” pinta politisi F-PAN DPRD Jatim dengan nada serius.

Atas dasar itu, Komisi C DPRD Jatim berdasarkan rapat kerja, merespon dan memberikan usulan rekomendasi kepada pimpinan DPRD Jatim agar apa yang sudah dijalankan panitia pelaksana rekruitmen posisi calon direktur Konsumer Ritel dan Direktur Utama Bank Jatim itu diuji dan dievaluasi kembali.

“Rekomendasi kami kemarin, sudah disetujui pimpinan DPRD Jatim itu juga sudah diberikan kepada Gubernur Jatim,” tegas politisi asal Tuban.

Hasil RUPS Bank Jatim Mendatang Rawan Picu Ketegangan Politik

Pihaknya beralasan, rekomendasi tersebut perlu segera disikapi oleh Gubernur Jatim demi kepentingan masa depan Bank Jatim. Sebagai BUMD pencetak dari deviden paling besar, serta demi stabilitas fiskal semaksimal Bank Jatim perlu diberikan perhatian yang menyeluruh.

Apalagi kursi Dirut Bank Jatim sudah kosong sejak Juli 2019 lalu. “Mengingat peran bank Jatim yang sangat strategis itu, maka komisi C betul-betul akan mengawal dan mendampingi hal itu,” beber Agung Supriyatno.

Ditambahkan Agung, ada kekuatiran dari DPRD Jatim, jika rekomendasi ini tidak segera dijawab, lalu RUPS PT Bank Jatim tetap digelar akan mengganggu komunikasi sebagai wujud kemitraan yang sudah berjalan baik selama ini. Menjadi sebuah hubungan yang tidak berjalan dengan baik dan kurang sehat di urusan yang berikutnya.

“Kondisi hubungan sinergitas yang kurang sehat ini jika dibiarkan tentu akan dapat mengganggu stabilitas secara makro yang ada di Provinsi Jatim,” katanya.

Kendati demikian secara pribadi, Agung sebagai kader Partai Amanat Nasional berkeinginan agar komunikasi antara Pemprov dengan DPRD tetap berjalan dengan baik. Sebagai Partai pengusung Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Emil Elistianto Dardak tentu PAN akan ambil bagian untuk menjaga pemerintahan ini jauh dari masalah baru.

“Bagaimanapun kami ingin kepemimpinan Gubernur Khofifah di Jatim ini bisa tetap maksimal dan tidak ada kendala apapun. Hal tersebut menjadi tanggung jawab moral ataupun sosial politik bagi PAN sebagai pengusung pasangan Khofifah-Emil,” dalih Agung.

Eksistensi Bank Jatim atau BUMD di Jatim ini bukan hanya secara hukum saja. Tapi ada dua konsekuensi yang tidak bisa dipisahkan. Pertama konsekuensi politik dan konsekuensi hukum. Apalabila RUPS kembali dipaksakan tanpa menjawab rekomendasi DPRD, tentu konsekuensi politisnya akan berdampak.

“Kami ingin adanya equalitas pendekatan hukum dan pendekatan politis ini berjalan bersama-sama dalam koridor kepentingan bersama,” pungkasnya. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry