OLAH GARAM : Pekerja sedang memproses garam di salah satu produksi garam di pulau Madura. (dok/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Pengusaha garam lokal menjerit karena stok garam habis, imbasnya karyawan atau pekerja perusahaan akhirnya dirumahkan.  Industri pegaraman nasional benar-benar tersiksa dengan kebijakan pemerintah yang tak berpihak.

Apa yang dilakukan perusahaan lokal ini sangat berisiko, pengangguran dipastikan bakal bertambah. Tak main-main, jumlahnya bisa mencapai ribuan karena banyak pengusaha lokal terpaksa merumahkan pekerjanya. Penambahan pengangguran ini bakal menjadi masalah tersendiri diakhir masa kepemimpinan Presiden Joko widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf  Amin.

Kebijakan menghentikan pekerja terpaksa dilakukan. Mereka (pengusaha-pengusaha) garam lokal tidak memiliki stok garam. Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI tak kunjung mengeluarkan kebijakan baru untuk menyelamatkan pengusaha garam lokal dan pekerjanya. Justru kementerian terkesan mengabaikan kesulitan pengusaha-pengusaha lokal ini dan lebih mementingkan pengusaha pengimpor garam.

“Bayangkan pekerja saya jumlah lebih dari 1.000 orang, sekarang sekitar 70 sampai 80 % telah saya rumahkan. Saya ndak punya stok garam, semua sudah habis,” kata Direktur Utama PT Budiono Madura Bangun Persada, Pang Budiono.

Pang Budiono mengatakan, kondisi pengusaha-pengusaha lokal benar-benar diujung tanduk. Saat ini, stok garam milik petani sudah tidak ada, karena kondisi cuaca yang tidak menentu. Belum lagi harga garam yang sangat melambung mencapai Rp. 5. 000,-/ kilogram, ditambah lagi dengan kualitas garam dari petani yang sangat buruk.

“Cuaca saat ini tidak memungkinkan untuk produksi garam.  Ada garam-pun umurnya pendek, umurnya hanya 3 hari, otomatis kualitasnya jelek,” ujarnya.

Padahal, ujarnya, idealnya umur mutu garam sekitar 12 hari untuk bisa membentuk kristalisasi bagus dengan kualitas baik.  Selain itu, Harga yang diterapkan dipasaran benar-benar tidak bersahabat. Menurut harga garam yang standar internasional, berkisar  Rp1. 250,- hingga Rp1.500,-/ kilogram.

“Kalau harga sampai Rp5.000,- / kilogram itu sangat tidak wajar. Ongkos produksi bagaimana? harga ke pasaran berapa? Harusnya pemerintah memberi solusi masalah ini! Kita ini pengusaha lokal yang ingin garam lokal memiliki kualitas tinggi,” paparnya.

Sementara Direktur PT Jakarta Garamindo Sejahtera, Ferri Chandra menambahkan, pengusaha garam lokal memang sedang dalam masalah. Tetapi tidak ada upaya pemerintah untuk memberikan bantuan kebijakan untuk pengusaha yang masih kelas UMKM ini. Justru pemerintah lebih memperhatikan perusahaan-perusahaan yang melakukan impor garam. Mereka seperti anak emas yang selalu diperhatikan saat akan mendatangkan garam dari luar negeri.

Padahal, pengusaha-pengusaha pengimpor garam tersebut sering bermasalah dengan hukum. Tetapi anehnya, justru mereka (pengusaha pengimpor) garam mendapatkan jatah impor garam dari luar negeri. Seharusnya, pengusaha lain memiliki peran yang sama untuk mendaptkan impor garam dari Negara lain.

“Kita ini kehabisan stok garam dari petani, harusnya pemerintah memberikan solusi yang baik bagi kami, bukan dibiarkan seperti saat ini,” katanya.

Ferri menegaskan, perusahaan lokal ini memiliki pekerja yang menghidupi anak istri, namun karena tidak ada stok garam, terpaksa perusahaan garam lokal ini merumahkan mereka. “Ada 50% sendiri pekerja yang saya rumahkan. Saya tidak ada barang, kan tidak mungkin saya pertahankan mereka,” akunya.

Saat ini lanjut Ferri, produksi garam petani sangat sedikit, jika ditemukan garam petani harganya sangat melambung. Tak tanggung-tanggung, harga yang ada sekitar  Rp. 5.000,- hingga Rp. 7000,-/ kg, jumlah harga ini tidak masuk akal dan jika terpaksa diproduksi-pun akan kesulitan untuk menjual. Karena dipasaran atau ritel masih ada yang menjual dengan harga garam sekitar Rp 7.000,- /kg. Mereka berasal dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan jatah impor.

“Kan tidak masuk Akal, saat garam petani untuk konsumsi langka justru perusahaan garam yang mendapatkan impor menjual garam dengan harga murah? Lha kami pengusaha kelas UMKM mau bagaimana?,” ungkap dia.

Direktur PT Garsindo Anugerah Sejahtera (GAS), Yohannes Sugiarto mengatakan, perusahaan garam lokal dalam kondisi diambang kebangkrutan. Ini disebabkan pengusaha membeli garam petani dengan harga tinggi, seharga Rp5.400 hingga Rp5.600/kilogram. Padahal harga normalnya yaitu berkisar Rp. 700,-/ kg

“Inikan harga yang tidak masuk akal. Dari Rp700 ke Rp5.600/kilogram. Ini bagaimana cara menjualnya dipasaran?” katanya.

Yohannes mengaku sudah melakukan kordinasi dengan KKP, DAN Mereka menjawab dalam waktu dekat akan panen! Menurut Yohannes, jawaban dari KKP inikan tidak masuk akal karena kondisi cuaca yang tidak bisa diprediksi. Belum lagi mengenai hitung-hitungan secara bisnis, jika benar bulan depan panen, tidak mungkin harga Garam yang sekarang Rp. 5400,-/ kg, kemudian karena panen akan bisa turun MENJADI HARGA standar ATAU harga normal, YAITU Rp 700,-/ kg atau anggap menjadi Rp. 1000,-/ kg, seperti yang selama ini terjadi.

“Kalau harga sekarang  Rp. 5. 400,-/ kg, kan tidak mungkin harga garam akan turun normal, paling turun menjadi Rp. 5000,-/ kg, atau maksimum menjadi Rp5500/kilogram. Itu belum termasuk biaya-biaya lain, KARENA Garam itukan diproduksi , tentunya butuh dicuci, listriknya bagaimana, terus pegawainya seperti apa? Saya sudah komplain, harus nya pemerintah tahu ini, dan beri solusi kami dong!” ungkap dia. Imm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry