Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan. (FT/ist)
JAKARTA | duta.co- Rancangan Undang-undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang dibahas antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekarang stagnan. Pembahasannya mandek di Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Padahal dalam salah satu pasal disebutkan tentang pembentukan Badan Penerimaan Pajak. Bahkan sangat spesifik, bahwa dalam rencana pemerintah, lembaga baru tersebut dimulai paling lambat pada 1 Januari 2018.

Hal ini menjadi sorotan serius mantan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Fuad Bawazier. RUU KUP sangat penting untuk dibahas, sehingga tidak tepat ditunda-tunda.

“RUU KUP yang baru ini sebenarnya dimaksudkan untuk diberlakukan efektif mulai 1 Januari 2017, tetapi dengan penggantian Menteri Keuangan kepada Sri Mulyani, proses pembahasan RUU ini praktis terhenti,” ungkap Fuad kemarin.

RUU KUP diserahkan oleh pemerintah melalui Bambang Brodjonegoro yang sebelumnya menjabat Menteri Keuangan pada Juni 2016. Penyerahan RUU tersebut tidak lama setelah disepakatinya finalisasi RUU pengampunan pajak antara pemerintah dan DPR.

Fuad menduga, Sri Mulyani tidak sepakat dengan pemisahan Ditjen Pajak. Di mana dalam posisinya akan berada langsung di bawah Presiden.

“Sri Mulyani belum menyetujui RUU KUP yang baru ini karena salah satu point yang terpenting di dalamnya adalah mengubah atau mengeluarkan Ditjen Pajak dari Kemenkeu dan selanjutnya menjadi lembaga tersendiri (baru) yang langsung di bawah Presiden,” terangnya.

Alasan yang muncul kata Fuad adalah tidak adanya naskah akademik dalam RUU KUP yang sebelumnya diserahkan. Fuad menilai, dengan wacana yang sudah lama, naskah akademik bukan sesuatu yang sulit untuk diwujudkan.

“Kalau alasan tersebut jujur, semestinya sebagai bawahan Presiden yang baik dan bertanggung jawab, Sri Mulyani segera melengkapi berkas RUU KUP tersebut dengan Naskah Akademinya bukan untuk dijadikan senjata menunda-nunda atau menolak pembahasan RUU KUP yang sudah di kirimkan Presiden ke DPR,” papar Fuad.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melihat ada keraguan dari Sri Mulyani untuk melanjutkan pembahasan. Di satu sisi alasannya memang kajian yang baru lengkap.

“RUU itu masuk sebelum SMI (Sri Mulyani Indrawati) dan real politiknya, Sri Mulyani masih reluctant dengan ide ini. Apalagi ada beberapa case yang bikin ragu,” ungkapnya Senin (15/5/2017).

Bila melihat jauh sebelumnya, Yustinus menyebutkan ketika Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan di periode pemerintahan sebelumnya juga sempat menolak pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Dalam posisi sekarang, tentu tidak bisa menolak secara terang-terangan.

“Sri Mulyani pernah jadi Menkeu. Dulu dia memang tidak setuju dengan ide ini. Bisa dimaklumi sih Sri Mulyani juga tidak bisa frontal menolak,” imbuhnya.

Yustinus beranggapan, dalam perihal pemisahan memang ada komponen yang perlu menjadi sorotan serius. Paling utama terkait kebutuhan otoritas pajak terkait fleksibilitas, baik dari sisi anggaran, sumber daya manusia dan organisasi.

“Apakah prasyarat itu bisa dipenuhi hanya dengan pemisahan atau tanpa pemisahan,” jelas Yustinus.

Selanjutnya harus bisa dipastikan, efek yang ditimbulkan dengan pemisahan. Terutama dalam pencapaian target penerimaan. “Saya sih setuju pemisahan, tapi substansi dan roadmap-nya bagaimana? Apakah ada jaminan?,” paparnya. *hud,dtf

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry