Lono Wijayanti – Dosen Fakultas Keperawatan dan Kebidanan

HEMODIALISA merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal yang berfungsi untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal.

Gagal ginjal terminal merupakan stadium terberat dari penyakit ginjal kronik, dimana penderita harus menjalani terapi hemodialisa untuk dapat mempertahankan hidup. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat 50% di tahun 2014.

Data menunjukkan bahwa setiap tahun, 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisa artinya 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah penderita dialisis (Widyastuti et al, 2014).

Penderita yang menjalani hemodialisa sering mengalami masalah psikologis yaitu depresi, dimana gejala depresi memburuk dari waktu ke waktu. Sekitar 40% penderita gagal ginjal terminal mengalami depresi, angka tersebut meningkat menjadi 50% pada saat penderita yang mengalami hemodialisis (Pace, 2007).

Prevalensi kejadian depresi menunjukkan bahwa tingkat insiden depresi pada klien hemodialisa bervariasi yaitu minimal depresi 21,43%, depresi ringan 35,71%, depresi sedang 17,85%, dan depresi berat 14,28% (Bossola et al, 2012). sehingga perlu tindakan perawatan kesehatan  psiko-sosio-spiritual.

Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi pada pasien penyakit terminal atau kronis. Terdapat banyak kasus depresi yang tidak teridentifikasi pada penderita dengan hemodialisa karena dianggap sebagai proses yang normal terjadi.

Depresi pada penderita gagal ginjal dengan hemodialisa belum banyak mendapat perhatian oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit, sehingga penanganannya hanya berpusat pada pemenuhan kebutuhan fisik, meskipun pada kenyataannya ketiadaan depresi mampu meningkatkan kualitas pengobatan yang dijalani oleh penderita.

Pada beberapa pasien yang sudah menjalani hemodialisa merasa sedih, bersalah dan kecewa terhadap diri sendiri dan merasa bosan melakukan cuci darah (hemodialisa), tetapi penyakit yang diderita tidak bisa disembuhkan, ditambah lagi dengan perubahan warna kulit menjadi hitam dan rasa gatal yang berlebihan sering muncul, makan dan minum yang harus diatur/ dibatasi sedangkan hemodialisa harus tetap dilakukan dua kali setiap minggu.

Permasalahan tersebut diatas dapat menimbulkan persepsi yang salah pada diri penderita, karena mendapat cobaan yang begitu berat, merasa selalu merepotkan keluarga, merasa tidak berguna lagi, dan merasa dirinya tidak memiliki harapan, keinginan serta tujuan hidup, yang pada akhirnya merasa dirinya tidak berguna lagi dalam hidupnya. Intervensi khusus depresi yang terstruktur belum banyak diberikan pada penderita dengan hemodialisa.

Intervensi spiritual care dapat menurunkan depresi lebih optimal karena bisa dilakukan secara mandiri, kapan saja dan di mana saja, tidak mahal dan non toksik. Spiritual care melalui metode nafas syukur dan dzikir, menyarankan penderita melakukan relaksasi dengan bernafas menghirup udara dalam-dalam sambil mensyukuri nikmat hidup yang telah diperolehnya.

Hubungan manusia dengan sang Pencipta merupakan elemen pertama dalam spiritualitas. Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan merupakan strategi untuk mengatasi stres karena penyakit  yang  dideritanya. Kekuatan spiritualitas seseorang dapat menjadi faktor penting dalam menghadapi perubahan yang disebabkan oleh  penyakit  kronik. Selain itu, komponen  spiritualitas  juga  terdiri  dari  hubungan  manusia  dengan  alam, hubungan dengan dirinya sendiri dan hubungan dengan orang lain.

  Proses latihan nafas syukur dan dzikir akan menstimulasi sistem syaraf parasimpatik, sehingga meningkatkan ekspansi paru dan berkembang maksimal yang menyebabkan otot-otot menjadi rileks.

Saat kita melakukan latihan nafas syukur dan dzikir, oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan memproduksi energi. Latihan nafas dalam akan memaksimalkan jumlah oksigen yang masuk dan disuplai ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat memproduksi energi dan menurunkan level kelelahan.

Spiritual care melalui nafas syukur dan dzikir mengakibatkan spiritualitas penderita meningkat, jiwa menjadi tenang dan damai sehingga menumbuhkan perilaku adaptif berupa penurunan depresi, sehingga akan terjadi proses homeostasis (keseimbangan).

Semua protektor yang ada di dalam tubuh manusia bekerja dengan ketaatan beribadah, lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan pandai bersyukur sehingga tercipta suasana keseimbangan dari neurotransmitter yang ada di dalam otak. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry