SURABAYA | duta.co – Sidang perkara pemalsuan surat dengan terdakwa H Zainal Adym, SH memsuki agenda putusan. Namun, sidang ini ditunda dengan alasan yang kurang jelas.

Humas Niaga PN Surabaya, Khusaini, sekaligus anggota Majelis dalam perkara terdakwa, membenarkan jika sidang tersbut ditunda. Menurut hakim Khusaini, penundaan tersebut, disebabkan jaksa tidak bisa hadir. “Jaksanya lagi main tenis,” ungkapnya, Jum’at (2/9/2022).

Menurut informasi yang beredar, majelis hakim yang diketuai Dewantoro akan menjatuhkan vonis bebas pada terdakwa. Padahal sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak melalui jaksa Diah Ratri Hapsari, mengajukan tuntuan 1 tahun penjara pada terdakwa.

Dikonfirmasi, Ronald Talaway, selaku Kuasa hukum korban Pelapor, Bambang Sumi khan mengatakan, terdakwa harusnya dihukum, karena perbuatannya bersifat manipulatif.

“Pertama Koperasi Pondok Pesantren Assyadzilliyah tidak ada itu di Surabaya dan kegiatannya tidak aktif terdaftar sehingga surat yang digunakan Terdakwa yang mengaku sebagai Ketua Kopontren Assyadzilliyah seharusnya tidak benar,” bebernya.

Dirinya menegaskan, putusan sudah seharusnya dilaksanakan sampai merugikan. Tidak hanya korban namun juga moral masyarakat.

Diketahui, dugaan pemalsuan surat ini bermula ketika terdakwa membuat surat pengakuan hutang atau pemakaian dana kopontren tanggal 17 Juli 1996 perihal perjanjian penggunaan dana kopontren “Assyadziliyah” dalam tempo satu tahun sampai tanggal 17 Juli 1997.

Dalam perjanjian itu, terdakwa menjaminkan SHBG No 221 dengan obyek tanah dan bangunan yang terletak di Jl Prapanca No 29 Surabaya yang ditandatangani oleh terdakwa sebagai yang menerima perjanjian, yang seolah-olah ditandatangani oleh Soebiantoro sebagai yang membuat perjanjian dan disetujui oleh K.H. Achmad Djaelani sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Assyadziliyah, padahal Soebiantoro telah meninggal sejak 22 Januari 1989.

Surat perjanjian itu selanjutnya digunakan oleh terdakwa untuk melakukan gugatan ke PN Surabaya dengan perkara No 211/Pdt.G/2016/PN.Sby tanggal 04 Maret 2016 dan berujung pada eksekusi, padahal objek tanah dan bangunan tersebut telah dijual oleh ahli waris Soebiantoro ke Ferry Widargo pada tahun 2005.

Mengetahui hal itu, Bambang Sumi Ikwanto akhirnya membawa perkara dugaan pemalsuan surat tersebut ke ranah hukum. Oleh JPU, terdakwa didakwa dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP. Zal

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry